PP-49

6.9K 296 10
                                    

*****

Rillian mengajak Nadira menyusuri pasir putih nan halus. Gadis itu melepas sepatu dan memilih bertelanjang kaki. Beberapa kali dia menunjuk ke arah cakrawala yang berwarna jingga. Sebentar lagi matahari terbenam. Waktu yang tepat, pikir Rillian.

"Di sini enak dan indah banget. Coba kalau kita bisa tinggal di sini selamanya..." Celetuk Nadira tanpa sadar.

Rillian menatap gadis itu dengan alis terangkat.

Seakan sadar apa yang sudah dia lakukan, Nadira buru-buru menampar mulutnya sendiri, "jangan salah paham. Maksudku...aku..." Gadis itu tergagap karena gugup.

Di luar dugaan. Rillian malah terkekeh, "aku tahu apa yang akan kamu katakan. Santai saja," ujarnya, memilih untuk tidak memprovokasi Nadira saat ini.

Nadira menghembuskan nafas dan langsung diam. Malu. Berharap wajahnya tidak memerah seperti yang dia rasakan.

"Kamu lihat pohon di sana?" Tanya Rillian setelah cukup lama mereka berjalan meninggalkan villa.

Nadira mendongak, melihat sebuah pohon --dia tidak tahu nama pohon itu-- yang tidak jauh dari mereka. Di bawahnya sudah ada satu meja dengan dua kursi. Dia menatap Rillian.

"Kita makan di sana. Aku sudah mengatur semuanya," kata Rillian tenang.

Saat ini...atau sudah cukup lama sebenarnya, jantung Nadira selalu berdentum tidak keruan setiap kali Rillian bersikap manis begini.

Mereka sampai. Rillian menarik kursi untuk Nadira duduki. Sudah ada dua minuman di sana. Rillian duduk berhadapan dengan Nadira dan menjentikkan jari. Saat itu datang dua orang pelayan laki-laki yang menghidangkan makanan. Tidak ada yang istimewa. Cuma ikan bakar.

"Makanlah, sambil menikmati sunset," kata Rillian lagi.

Nadira makan tanpa protes. Perjalanan ini saja sudah membuatnya lelah dan lapar. Di tambah dia juga belum makan sesuatu yang layak sejak tadi. Rillian makan dalam diam, tak menyadari beberapa kali Nadira mengerling ke arahnya.

Katanya kejutan lagi...mana... ? Nadira membatin jengkel.

Dengan hati jengkel dan di liputi pertanyaan, Nadira terus makan. Masih saja menggerutu tidak puas pada sikap Rillian yang menurutnya PHP. Padahal dia sudah sangat penasaran, kejutan macam apalagi yang di siapkan suaminya itu.

"Lihat, matahari sudah tenggelam. Kamu tidak mau mengambil gambar?" Celetuk Rillian.

Nadira menggeleng, dia masih jengkel.

Rillian mengangguk, tidak peka.

Tapi tanpa sepengetahuan Nadira, beberapa kali juga Rillian melirik arlojinya. Setiap menitnya dia semakin gugup. Ada pesan masuk di ponselnya. Dari Evan, yang mengatakan bahwa team sudah siap. Tinggal menunggu instruksi langsung dari Rillian sendiri.

Rillian menatap Nadira yang terlihat sangat jengkel. Pria itu tidak tahu kenapa Nadira begitu.

Jam tujuh...

Rillian berdehem, "kamu sudah selesai?" Tanyanya.

Nadira mengangguk, "sudah tidak ada lagi yang bisa di makan," ketusnya.

Memang, hidangan di atas meja sudah dia sikat tak bersisa.

"Baiklah. Waktunya desert kurasa," kata Rillian, lebih kepada dirinya sendiri. Lagi, dia menjentikkan jari. Dan lagi, datang dua orang pelayan tadi, mengambil sisa hidangan sedang yang lain meletakkan segelas ice cream ke hadapan Nadira dan sepotong banana cake. Setelah itu mereka langsung pergi. Lenyap entah kemana.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang