PP-09

9.2K 340 2
                                    

*****

"....the words you whisper I will always believe..."

Nadira terus berdendang, mengikuti irama lagu yang dia putar di ponselnya. Dia terus menyanyi sambil menggoyangkan kepalanya tak tentu arah. Saat ini Nadira tengah membereskan pakaian yang ada di lemari. Kemarin dia baru saja shoping, jadi baju lama yang sekiranya tidak terpakai, dia singkirkan. Untunglah mbok Narti mau menampung. Katanya mau di sumbangkan. Nadira senang-senang saja.

"Ya ampun aku masih belum bisa move on dari mereka," Nadira tergelak sendiri mendengarkan lagu-lagu 'lawas' itu. Dia menatap isi lemari yang sudah rapi dan ganti menatap kasur. Mendesah panjang, berantakan sekali karena pakaian yang 'tidak terpakai' berserakan di sana. Tadi mbok Narti menawarkan diri untuk membantu. Tapi, Nadira tidak mau menambahkan list pekerjaan wanita tua itu, jadi dia tidak niatan itu. Lagipula, selama dia masih bisa mengerjakannya sendiri, Nadira tidak keberatan. Dia bukan anak manja meskipun berasal dari keluarga berada.

Tok tok tok.

"Nyonya? Anda tidak mau makan malam? Tuan sudah menunggu!" Suara mbok Narti. Dira mendengus. Untuk apa Rillian makan malam di rumah?! Menyebalkan, memusnahkan nafsu makannya saja.

"Suruh makan duluan aja, mbok! Aku masih sibuk!" Sahut Nadira malas. Oke, dia malas bertatap muka dengan Rillian pasca kejadian malam itu.

Memalukan.

"Tapi, Nya...kata tuan, Anda harus makan sekarang..." Sahut mbok Narti.

Nadira mendesah jengkel, dia membuka pintu dan berhadapan dengan wanita tua yang sudah dia anggap neneknya sendiri itu.

"Mbok..."

"Ayo, Nya. Tuan sudah nunggu daritadi."

Nadira mendengus, melengos dengan gaya angkuh, "bilang padanya aku tidak mau makan!"

"Tapi Nya... Tuan Rillian saat ini sedang bersama dengan..."

Nadira menatapnya penasaran, "dengan siapa? Kita kedatangan tamu?" Mulai was-was. Mbok Narti mengangguk sebagai jawaban, Nadira menelan ludah, "...siapa?" Bisiknya.

"Orang tua anda, Nya..."

Nadira membelalak, "tidak!"

Memang, Tasya dan Harry Aurelie sengaja datang. Atau lebih tepatnya, Tasya yang memaksa sang suami untuk menjenguk putri bungsu mereka di kediaman suaminya. Tasya kangen, selalu itu yang dia jadikan alasan hingga akhirnya Harry muak dengan rengekan itu dan menuruti keinginan sang istri.

"Tidak..." Nadira kelabakan. "Bagaimana ini? Kacau kacau kacau! Kenapa mereka harus datang, heh?!"

"Ayo nyonya, mereka sudah menunggu," desak mbok Narti.

Tentu saja mau tidak mau, siap tidak siap, Nadira harus ke ruang makan.

Dia tidak siap dengan sidak ini. Sungguh.

"Sayang...!! Mama kangen sekali padamu...!!" Tahu-tahu Tasya sudah memeluk erat putrinya itu.

Nadira menatap Rillian penuh tanya. Tapi pria itu cuma mengangkat bahunya acuh tak acuh.

"Sudah nanti saja lepas kangennya. Ayo makan, papa laper ini!" Seru Harry.

Tasya menuntun Nadira dan memaksa gadis itu duduk di sebelahnya. Berhadapan dengan para pria.

"Nanti kita cerita-cerita, hm?"

Apakah perasaan Nadira saja atau memang Tasya menggunakan makna ganda pada kalimat tadi?

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang