PP-52

6.2K 283 16
                                    

*****

Evan menyeringai dari balik kemudi ketika melihat gadis yang sejak tadi dia ikuti memasuki sebuah rumah sederhana. Amat sangat sederhana. Dan tak lama kemudian gadis itu keluar bersama seorang pria dan anak perempuan berusia sekitar 3 tahun.

"Jadi kamu tinggal di sini?" Bisik Evan senang. Dia merasa penyelidikan hari ini sudah selesai. Jadi pria itu memutuskan untuk keluar berniat menyapa keluarga bahagia yang tak jauh dari tempatnya.

Langkah pria itu penuh percaya diri. Seakan yakin dia sudah memenangi pertempuran.

"Bunda! Beneran kita mau ketemu Yumna?!" Pekik anak perempuan dari gendongan pria di sana.

"Tentu saja!"

Bunda? Eh? Pikir Evan dengan senyum liciknya.

"Selamat sore," sapa Evan sopan ketika dia sudah berada tepat di depan tiga orang yang tengah berbahagia itu.

Tiga ekspresi berbeda di terima Evan. Tapi dia paling menikmati ekspresi gadis incarannya.

Gotcha!

"Evan...?"

Evan mengangguk senang, "hallo," sapanya.

Namun tidak ada yang membalas sapaannya. Sekarang semua tatapan tertuju pada gadis di depannya yang berwajah pucat.

*****

Rillian memberikan banyak paperbag pada Nadira begitu dia memasuki unit dan menemukan Nadira tengah mengajak televisi di depannya berdebat sengit.

"Dasar perempuan tidak tahu diri!" Umpat Nadira.

Rillian menggeleng lemah, "kamu memarahi gambar dua dimensi?" Tanyanya.

Nadira menatap pria itu penuh kesumat. Masih kesal prihal pembuangan semua sepatu yang dia miliki.

"Itu aku belikan banyak sepatu baru. Kamu masih marah, kan?" Ujar Rillian.

Nadira mendengus, melirik isi paperbag dengan tak acuh.

"Aku mandi dulu, setelah itu kita makan malam," kata Rillian beranjak pergi.

Nadira mencibir namun setelah sosok Rillian tidak lagi terlihat, dia langsung berjingkrak kesenangan mencoba semua sepatu yang di belikan oleh Rillian. Dia tidak menyangka jika Rillian tahu ukuran sepatunya sehingga semua terasa pas.

Tanpa gadis itu sadari, Rillian mengintip semuanya dari balik dinding. Dan pria itu tersenyum puas.

Saat makan malam, baik Rillian maupun Nadira tidak ada yang bicara. Narti juga tidak banyak membantu karena wanita tua itu sibuk mencuci perabot sisa memasak.

"Aku sudah selesai. Aku duluan," ujar Nadira dan beranjak pergi meninggalkan ruangan.

Rillian cuma menggeleng lemah. Sadar jika gadis itu masih kesal padanya. Mungkin masalah sepatu sudah teratasi. Tapi dia tahu, ada hal lain yang membuat istrinya merajuk.

Alya.

Rillian menghembuskan nafas kasar. Dia sudah meminta Evan untuk membantunya membereskan masalah ini, pria itu berjanji akan membantu. Tapi sampai saat ini Rillian masih belum mendapat kabar apapun dari Evan mengenai masalah ini. Walaupun menyebalkan, tapi Evan bisa di percaya.

"Tuan...?"

Sebuah suara menyentakkan Rillian kembali ke realita. Di tatapnya wajah Narti yang terlihat khawatir.

"Gak apa-apa, Mbok," kata Rillian menenangkan.

"Tuan...mau kopi?" Tanya Narti ketika melihat sudah tidak menyentuh makanannya.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang