PP-06

9.8K 412 8
                                    

*****

"Kamu tidak pulang?" Tanya Harry pada Nadira yang tengah menikmati kue yang dia beli sendiri sebelum datang ke rumah orangtuanya.

"Papa gimana sih, anaknya lagi main malah di suruh pulang," gerutu Tasya, mendelik pada suaminya.

Harry memutar matanya, "dia sudah menikah dan ini sudah malam. Harusnya Mama kasih tau Dira gimana jadi istri yang baik," kritiknya.

Tasya semakin mendelik kesal, "jadi maksudnya Mama ini gak becus jadi istri?"

"Bukan begitu maksud Papa, Ma..." Sahut Harry lelah. Tasya selalu saja membesar-besarkan masalah sepele.

Sementara yang menjadi alasan perdebatan itu tidak terlalu peduli dan terus saja menikmati kuenya.

Sampai...

"Sudahlah, terserah Mama saja. Papa gak peduli lagi," hardik Harry, dia beranjak dari ruangan itu karena sudah muak.

Tasya mendengus, "dasar pria," sungutnya.

Nadira menatapnya, "kalian kenapa?" Tanyanya polos.

Tasya memandang ke arah putri bungsunya itu dengan geram, "kamu sebaiknya kembali ke apartemen, Dira. Ini sudah malam," tukasnya.

Nadira cemberut, "gimana sih, kan aku--"

Tepat saat itu ponsel Nadira berdering. Dia mengambil dari tas jinjing.

Sebuah nomor baru. Kening Nadira berkerut.

"Siapa?" Tanya Tasya kepo.

Nadira menggeleng, "gak tahu, Ma." Dia meriject panggilan itu. Jika orang di seberang sana serius, maka akan menelpon lagi.

Dan benar, nomor itu kembali menelpon.

Nadira menjawabnya, "halo?" Tanyanya ragu.

"Dira, ini kakak!"

"Ka--" Nadira terdiam, sadar jika mamanya ada di sana, dia menatap wanita itu, "--ini temen, bentar ya, Ma..."

Nadira menyingkir, pindah ke tepi kolam renang. Salah satu destinasi favoritnya di rumah ini.

"Kak?"

Helaan nafas panjang, "kamu lagi sama Mama?"

"Iya, aku lagi pulang ke rumah. Jenuh di apartemen milik pria itu," gerutu Nadira.

Hening.

"Oh, bagaimana kabar kakak?"

"Kakak baik. Kakak nelpon cuma mau bilang kalau kakak mau menikah dengan Dirly!" Pekik Dilla yang tengah berada di ambang kebahagiaan.

Nadira tersenyum, ikut berbahagia dengan sang kakak, "baguslah, kapan?"

"Masih belum tahu sih, baru rencana. Tapi setidaknya sekarang hubungan kami menjurus ke langkah yang lebih serius," ujar Dilla.

Nadira memandang air kolam dengan tatapan menerawang. Andai saja dia memiliki seseorang yang di cintai, mungkin dia akan merasakan kebahagiaan seperti kakaknya...

Tapi sebelum Nadira menemukan orang itu, dia malah harus terjebak dalam pernikahan bersama Rillian.

"...kamu mendengar kakak, Dira?"

Nadira tergagap, "maaf kak, tadi ngomong apa?"

Helaan nafas lagi, "kamu tuh kebiasaan deh. Kakak tadi bilang, sebaiknya kamu juga cari seseorang yang mencintai kamu."

Nadira tersenyum penuh ironi, "bagaimana bisa? Semua orang tahu aku sudah jadi istri seorang Rillian Xander Irawan, Kak."

Dilla terdiam. Merasa bersalah sebenarnya, karenanyalah Dira berada di situasi pelik ini.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang