PP-41

6.6K 284 5
                                    

*****

Rillian menghela nafas panjang. Gusar dan tidak sabaran. Melihat gadis yang tengah makan di depannya dengan sikap sok manis. Jujur dia muak. Tapi dia harus tahan, paling tidak selama beberapa menit ke depan! Dia terpaksa menerima ajakan makan siang bersama gadis itu guna meluruskan banyak hal. Tidak mau lagi ada salah paham.

"Alya?" Panggil Rillian.

Alya, menghentikan makannya dan mendongak memandang Rillian dengan senyuman lebar. Jujur dia masih memiliki perasaan pada pria itu. Memang, dia yang bersalah di masalalu. Tapi dia juga berniat untuk memperbaiki segalanya.

"Ya? Ada apa, Yan? Kenapa kamu tidak makan?" Tanya Alya, dia baru menyadari jika makanan Rillian sama sekali tidak tersentuh.

Rillian mengabaikan pertanyaan itu, "aku mau bicara serius denganmu. Bisa?"

Alya mendadak gugup. Dia berusaha terlihat rilex dan masih mempertahankan senyumnya kala menjawab, "ya...katakan saja, Yan."

Rillian menghela nafas panjang lagi, dia harus bertindak sebelum semuanya terlambat dan kacau.

"Waktu kita setuju untuk menjalin hubungan serius sebagai sepasang kekasih, itu terjadi berapa tahun yang lalu ya? Aku lupa," kata Rillian, dia tidak lupa. Dia cuma mau mengingatkan.

Alya terlihat senang mendengar pertanyaan itu. Berpikir dia mendapat angin segar dan respon positif dari Rillian.

"Iya sudah lama. Mungkin sekitar sepuluh atau sebelas tahunan lah," jawab Alya.

Rillian mengangguk, "lalu, apa kamu ingat dengan sahabatmu, siapa namanya itu? Aku lupa?" Berusaha menahan diri untuk tidak menggunakan nada ketus.

"Maksudmu...Resti?" Bisik Alya, mulai meraba-raba kemana arah pembicaraan Rillian.

"Ah, Resti, benar. Kalian masih berhubungan?"

Alya menggeleng kencang, "tidak. Aku...hn..kami sudah lama tidak bertemu, aku tidak tahu di mana dia. Aku juga tidak peduli. Aku...aku..." Gadis itu gugup.

Rillian menatap tajam, "kamu tentu masih ingat muslihat apa yang kalian lakukan padaku waktu itu, benar?"

Wajah Alya berubah pucat. Dia tidak bisa menjawab. Sebenarnya dia lebih memilih untuk tidak membahas itu saja. Semuanya masalalu. Kenakalan remaja yang dia bagi dengan sahabat baiknya waktu itu, Resti.

Rillian mengangguk, "benar. Aku tahu kamu ingat. Jadi, aku juga harap kamu mengingat apa yang aku katakan saat itu."

Alya menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca, "aku mohon, Yan...semua itu cuma masalalu. Iseng saja, sungguh! Kami tidak bermaksud..."

Rillian mengangkat tangannya guna menghentikan ocehan Alya yang sudah tidak mau dia dengar lagi. Pria itu berdiri dan menatap Alya dengan tatapan mematikan. Persis ketika waktu itu.

"Jangan ganggu aku lagi. Bagiku, kamu sudah mati. Sekarang aku sudah menikah dan aku tidak berniat sedikitpun untuk kembali padamu, paham?"

Alya menggeleng panik. Tentu saja dia tahu Rillian sudah menikah. Itulah sebabnya dia kembali. Dia mau merebut apa yang seharusnya dia miliki!

"Camkan itu, aku serius saat mengatakan akan melakukan apa saja bagi yang mengusik urusan pribadiku," ujar Rillian dingin. Setelah mengatakan itu, Rillian beranjak pergi.

Alya menghela nafas. "Maafkan aku..." Dia cuma bisa menyesali perbuatannya dulu.

*****

Nadilla tertawa mendengar lelucon yang di lemparkan padanya oleh kawan lama bernama Rendra. Dia mengenal pria itu ketika masih duduk di bangku SD dan tidak sengaja bertemu lagi beberapa waktu lalu. Rendra adalah pengusaha muda yang sukses. Tidak mau hidup dengan mengandalkan harta orang tua, dia memilih usaha sendiri yang bergerak di bidang makanan. Restoran.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang