(17)Lapangan bola tenis

360 59 123
                                    


Minggu pagi.

Bintang menghirup udara pagi yang segar. Harumnya bau daun yang basah karena embun, masuk ke indra penciumannya.

Mentari malu-malu memunculkan sinarnya. Burung-burung saling berkicau di udara. Bintang begitu mensyukuri masih bisa melihat betapa indahnya alam semesta.

Bintang sudah siap melakukan jogging pagi ini. Dengan menggunakan jaket hitam serta celana olahraga pendek selutut. Ia mengikat kencang sepatu olahraga kemudian memakai tudung jaketnya, mulai berlari-lari kecil. Kakinya yang semalam sedikit sakit kini telah sembuh berkat pijatan tangan sang ibu.

Larinya tidak jauh dari rumah, hanya sekitaran kompleks saja.

Ia berlari sendirian. Tak perlu ada teman apalagi pacar. Karena nyatanya, sendiri juga bisa bahagia. Gak perlu berdua. Apalagi bertiga.

Beberapa kali Bintang menyapa para tetangga yang kebetulan berpapasan dengannya. Tak mau dianggap sombong. Bahkan Bintang juga menyapa anjingnya Pak RT yang kalau menggonggong kedengeran sampai rumahnya. Padahal rumah Pak RT ada di blok E. Selisih dua blok saja dari rumahnya.

Di blok E ini, ada lapangan bola tenis di ujung belakang. Lapangan itu biasanya sepi. Karena hanya orang-orang di perumahan ini saja yang tahu. Bintang memutuskan akan beristirahat di tempat itu. Tapi langkahnya terhenti, sebelum masuk.

Bintang bisa melihat di balik pagar kawat itu seseorang sedang bermain bola tenis sendirian.

Dari postur tubuh yang mungil, Bintang tahu dia adalah Airin.

Rambut sebahu cewek itu dijepit ke belakang menggunakan pita. Tapi poninya dibiarkan menutupi dahi. Cewek itu mengenakan kaos berlengan pendek warna putih. Dengan bawahan celana olahraga hitam pendek yang memperlihatkan setengah pahanya. Bintang jadi menyimpulkan kalau cewek itu suka sekali memakai bawahan yang pendek. Tak lupa sepatu sneakers putih yang dikenakan gadis itu membuatnya sedikit lebih tinggi.

Bintang masuk ke lapangan itu. Berjalan mendekati Airin.

Airin yang merasakan kehadiran seseorang, menoleh. Menemukan Bintang yang mendekat ke arahnya. Airin segera menghentikan permainannya. Jadi berkemas-kemas. Memasukan dua raket tenisnya ke dalam tas.

Airin benci ini. Ia tidak ingin bertemu Bintang. Kenapa cowok ini malah datang?

Bintang berhenti sekitar dua meter dari Airin. Sengaja memperhatikan Airin yang tidak suka atas kehadirannya.

Selesai berkemas-kemas, gadis itu berjalan ke arahnya. Dengan mata yang sengaja tidak memandangnya seakan dirinya ini tidak ada. Airin melewatinya begitu saja.

Bintang segera berbalik dan langsung mencekal lengan Airin. Mencegah gadis itu pergi. Ada sesuatu yang harus dikatakannya kepada gadis ini.

Airin menepisnya kasar. Kembali berjalan.

Bintang langsung saja berlari menuju satu-satunya pintu pagar yang dituju Airin. Bintang menutupnya tepat sebelum Airin keluar. Bintang lalu berbalik dan menghalangi jalan Airin.

Airin berhenti. Kini berhadapan dengan Bintang dengan jarak sekitar tiga langkah. Cewek itu berdecak dan memutar bola matanya jengah melihat Bintang.

Airin telah terkurung di sini. Tak memungkin untuk ia melompati pagar kawat setinggi lima meter yang mengelilingi lapangan. Pintu keluar satu-satunya tengah dihalangi Bintang. Airin berbalik memutuskan untuk berjalan ke kursi panjang yang berada di pinggir lapangan.

"Di dunia ini, ada tiga hal yang tak bisa dipercaya," seruan Bintang membuat Airin batal melangkah.

"Pertama, judul buku yang paling banyak diminati." Bintang melangkah mendekat. Airin mengerutkan kening, tak mengerti Bintang bicara apa.

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang