Bagian Satu: Itou Akira

60 14 28
                                    

Pelajaran pertama hari ini adalah matematika.

Bagi para pecinta pelajaran yang penuh hitungan itu, menempatkan matematika di pagi hari adalah sebuah keberuntungan. Akan tetapi, bagi mereka yang kurang menyukai, mereka akan terus menggerutu.

"Kenapa aku selalu disuruh mencari x dan y? Padahal mencari pujaan hati saja aku tidak bisa." Rachaela memasang wajah terluka. Gadis berambut sepunggung itu menatap deretan soal di hadapannya.

"Rachel, ketahuilah bahwa mencari x dan y lebih realistis daripada mencari pujaan hati." Kaede, yang duduk di sampingnya, menyentuh bahunya dengan wajah prihatin.

Kemudian, gadis berambut pirang itu membulatkan mulutnya seakan baru menyadari sesuatu yang menakjubkan. "Untukmu, bukankah pujaan hati sudah ketemu?" Dia menunjuk Miwa yang duduk di depan Rachaela dengan dagunya.

"Apa yang kaukatakan?" Rachaela mendengkus.

"Sadarilah perasaanmu selagi kau bisa." Kaede menatap Yuki yang duduk di samping jendela dengan tatapan terfokus pada Sachi yang sedang menerangkan sesuatu padanya. "Yukihina-kun sangat keren dan baik, tetapi pandangannya hanya mengarah pada Sachi-chan."

"Kau tidak berpikir Yuki-kun menyukai Sachi-chan, bukan?"

Kaede mengernyit pada Rachaela. "Tidak mungkin, 'kan?" Dia melanjutkan dengan suara yang lebih kecil, "Yukihina-kun adalah tangan kanan yang setia. Memang sangat disayangkan bahwa dia bisa terus berkata mencintai Sachi-chan sementara tidak ada yang menganggapnya begitu."

Kaede menegakkan badan dan sedikit menjauh saat melihat Sachi menghampiri meja Rachaela. Dia tidak ingin tanpa sengaja diramal gadis itu dan mendapatkan ramalan yang buruk dengan terpaksa dan tiba-tiba.

"Fuku kaichou, aku izin ke toilet." Sachi meletakkan satu tangannya di atas meja Rachaela.

Ouji, guru matematika mereka, pergi ke kantor bersama sang ketua kelas. Oleh karena itu, yang bertugas mengondisikan kelas adalah wakilnya, Rachaela. Merupakan peraturan sekolah bahwa setiap siswa yang ingin keluar kelas harus izin terlebih dahulu.

"Aku ikut, Sachi-chan," ujar Natsuki yang langsung berdiri dari duduknya.

"Kau juga ingin ke toilet?" tanya Sachi.

Natsuki menggeleng sembari tersenyum. "Aku ingin melihat apakah Mister Misteri sarapan dengan baik."

"Berhentilah memanjakannya seakan dia manusia." Rachaela menghela napas.

"Boleh, ya?"

"Cepatlah kembali." Rachaela melambaikan tangan.

Seusai kepergian dua gadis itu, Miwa yang sedari tadi menguping menjulurkan lehernya ingin melihat jawaban Sachi. Namun, bagai ada angin yang bertiup, buku itu langsung tertutup rapat.

Dia memberikan tatapan tajam pada sang pelaku yang berpura-pura melihat ke luar jendela. "Jahat, ya, Kai-kun."

Kai menoleh dengan tatapan polos seakan tak bersalah.

Miwa sebenarnya bisa saja langsung mengambil buku Sachi di atas meja gadis itu. Hanya saja, dia tidak siap jika tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu yang tak berwujud, tetapi mengeluarkan hawa yang dingin.

Pada akhirnya, dia memberikan tatapan memelas pada Yuki.

Yuki yang bisa memahami pikiran seseorang dari tatapannya saja berkata, "Aku tidak akan memberimu contekan, tetapi aku bisa mengajarimu."

Miwa menghela napas kesal sebelum mengangguk. "Setidaknya jawabanku tidak kosong saat Ouji-sensei kembali."

Pemuda itu baru saja beranjak berdiri saat sebuah teriakan terdengar disertai kegaduhan dari banyaknya langkah kaki.

ENDING [✔]Where stories live. Discover now