Bagian Tiga: Omemoto Yui

42 12 21
                                    

Suasana sekolah menjadi semakin normal dari hari ke hari. Meski tidak ada kabar mengenai sang pelaku, satu persatu siswa merilekskan diri. Hingga ujian selesai, akhirnya mereka bisa meregangkan badan dengan bebas.

Pekan setelahnya, klub teater dibantu klub sastra dengan serius mempersiapkan diri untuk pementasan. Klub teater akan fokus pada hal penting sementara yang lainnya diserahkan kepada klub sastra, termasuk kursi dan meja khusus di barisan paling depan.

"Ada banyak bunga matahari. Tidak biasa," gumam Rachaela.

Bunga matahari memang indah, tetapi agak tidak cocok meletakkannya di meja khusus tamu.

Natsuki yang merapikan taplak meja tersenyum. "Ini hanya bunga plastik."

"Meskipun begitu ...."

"Apa yang kaupikirkan, Rachel?" Miwa bertanya.

Gadis itu menggeleng pelan.

Setelah dia melaporkan kecurigaannya terhadap "bunga matahari" di makam Ritsu, sang ayah telah meminta orang lain untuk menyelidiki.

Akan tetapi, sedikit susah untuk mengetahui dari siapa bunga itu berasal karena kebanyakan siswa mengaku datang sendiri dan mereka hanya membawa mawar putih. Dan, ada kemungkinan orang luar.

"Apa yang sedang kaupikirkan, Sendou-san?"

Rachaela tersentak dan menatap Nagisa yang berdiri di hadapannya. "Kenapa kaudatang ke sini?"

"Aku juga anggota klub sastra. Sudah sewajarnya aku ikut membantu, 'kan?" Pemuda itu melempar kedipan mata pada Sachi.

Gadis itu diam dan duduk di kursi penonton bersama Kai dan Yuki.

Setelah percakapan singkat hari itu, mereka tidak lagi bertatap muka. Di pertemuan yang ketiga kalinya ini, Sachi memutuskan untuk menjauh dari pemuda itu. Ada aura tidak baik yang dibawanya yang mungkin menjadi alasan kecanggungan Rachaela juga.

Meski terus datang hingga hari pementasan tiba, pemuda itu untungnya tidak berinisiatif mendekat. Hanya ketika pementasan akan dimulai, gedung olahraga dipenuhi penonton, dan anggota klub sastra yang lain sibuk dengan urusan mereka dan berada jauh, dia datang.

"Yousei-san, aku ingin bertanya sesuatu padamu," ujar pemuda itu.

"Tiket gratismu telah hangus, ramalan apa pun akan dikenakan biaya normal." Menjaga raut wajah mata duitan seperti biasa, Sachi diam-diam waspada.

Pemuda itu terkekeh. "Ini hanya pertanyaan mudah, sedikit kejam untuk menagih uang demi itu."

"Lanjutkan."

"Jika saja ada di antara temanmu yang melakukan kejahatan, apa kau akan mendukung mereka?"

Nagisa menatap Sachi penuh perhatian, seakan menilai raut wajah gadis itu dan akan menebak kebenaran dari jawaban pertanyaannya.

"Temanku salah atau tidak, aku akan berdiri di sisinya. Bukan berarti aku melindungi kejahatan, tetapi meskipun temanku dihukum, aku tidak akan berbalik dan pergi begitu saja."

Nagisa membenarkan letak kacamatanya. "Itu jawaban yang sangat sederhana dan bijak yang kudengar. Namun, yang paling sederhana adalah jawaban Yagiza-san."

"Kau bertanya pada mereka semua?"

"Aku hanya mendapat dengkusan dari Nishiki-kun dan Yukihina-kun."

"Sebuah keajaiban jika orang asing sepertimu bisa dihormati oleh Kai."

"Aku sudah menjadi anggota klub sastra lebih dari seminggu, tapi masih menjadi orang luar bagi semua orang."

ENDING [✔]Where stories live. Discover now