Bagian Empat: Terjatuh

32 11 26
                                    

SMP Ttoma.

Miwa yang duduk di belakang Sachi berkata dengan menggebu-gebu, "Aku masih tidak percaya mereka membiarkan Midori-san mati. Yah, dia memang seharusnya sudah mati, sih."

Sachi memutar kursi agar berhadapan dengan pemuda itu. "Bukankah itu akhir yang bagus? Aku suka lagunya."

"Benar juga."

"Return of The King sudah habis. Apa penggantinya?"

"Aku belum tahu."

Kana, teman sebangku Sachi, memanggil dari pintu kelas, "Sachi, mau ikut ke kantin?"

"Oke."

Setelah Sachi pergi, Miwa melirik Kai yang duduk di sampingnya. "Kau menyukai Sachi, Indigo-sama?"

Wajah datar Kai tidak terpengaruh meski perkataan Miwa benar. "Kau sangat mengenalnya?"

"Kau percaya Sachi bisa meramal?" Miwa menyangga pipi dengan tangan. "Saat bertemu di SD, dia berkata kami akan menjadi teman baik. Setelah mengenal gadis itu, ternyata kami memang memiliki hobi yang sama. Menonton film dan rebahan. Makanya kami menjadi dekat. Apalagi dia sekarang tinggal di rumah Allen, di depan rumahku. Oh, dia sangat takut dengan kucing dan hantu."

"Hantu?" Tatapan Kai sedikit lesu.

"Tidak apa jika kau mau mendekatinya, tapi berhati-hatilah pada Allen."

Sejak saat itu, Miwa semakin sering menceritakan hal-hal tentang Sachi kepada Kai, membuat pemuda itu semakin mengenal gadis yang duduk di depannya. Setelah beberapa hari, dia bisa mengikuti percakapan Sachi dan Miwa, dan menjadi akrab dengan mereka.

Kai baru berani mengungkapkan perasaannya pada Sachi saat hari kelulusan dan langsung mendapat jawaban positif. Mereka masuk ke SMA yang sama dan hubungan terus berjalan tanpa hambatan.

.

.

"Kenapa kau terganggu sekarang?"

"Aku ingin Sachi lebih terbuka denganku."

"Bukankah kau bisa mengetahui banyak hal tanpa gadis itu sendiri yang mengatakannya?"

"Mencari tahu secara diam-diam dan diberitahu secara langsung adalah dua hal yang sangat berbeda." Meskipun sejak awal dia sudah tahu tentang keluarga Sachi, tetap saja rasanya berbeda jika gadis itu sendiri yang bercerita padanya.

"Sayang sekali Sachi takut hantu. Jika tidak, aku bisa muncul dan memberitahunya kegelisahanmu."

"Jangan macam-macam."

"Tidak akan, kok."

"Jika kau menakuti Sachi, aku tidak mau bermain denganmu lagi."

"Jangan begitu, Kai."

"Kau pernah mendengarnya dari Sachi, bukan? Aku sebaiknya mengurangi interaksi dengan makhluk non-bumi."

"Tapi kita sudah lama berteman."

"Dan, tidak sehat untukku."

"Jika kau mengabaikanku, aku akan memanggil teman-temanku untuk menganggu teman-temanmu."

"Kau berani melawan Allen? Dia tidak akan diam jika Sachi diganggu." Kai sendiri terkejut saat tahu bahwa Allen lumayan ahli dalam hal perjimatan.

"Tidak, tidak. Tidak mungkin! Baiklah, kau menang, tapi jangan abaikan aku, ya?"

Kai melirik makhluk transparan di depannya dalam diam.

Pintu ruang klub terbuka. Kelima anggota klub paranormal lainnya masuk.

Sachi langsung duduk di samping Kai di sofa. Natsuki, Rachaela, Miwa, dan Yuki duduk mengelilingi meja pendek yang di atasnya terdapat permainan ular tangga.

"Kudengar sudah ada belasan murid yang pindah," kata Natsuki, mengundi pertama.

"Mau bagaimana lagi?" Miwa menguap sembari melirik ke luar jendela. "Sekolah ini sudah menjadi tempat pembunuhan. Keadaan terdesak." Dia merasa sedikit dingin.

Kasus pembunuhan berantai bukanlah sesuatu yang bisa dianggap ringan. Bukan hanya melibatkan pelaku dan korban, tetapi juga para siswa yang menjalani keseharian di sekitar tempat kejadian. Teman-teman mereka sendiri terbunuh dengan tragis. Tidak ada kepastian bahwa mental mereka tidak terganggu. Meski terlihat tenang.

"Apa kalian merasakan hawa dingin?" Miwa menatap tiga orang di hadapannya.

"Kai-kun di sini." Yuki bergumam.

Terkadang, akan ada masa di mana hawa dingin tiba-tiba melingkupi ruang klub. Dulu mereka merinding setiap kalinya dan berniat pindah, tetapi dehaman Kai membuat mereka tersadar bahwa penyebabnya adalah teman pemuda itu.

"Benar juga." Miwa menepuk meja. "Jadi teringat masa SMP. Setiap kali aku ingin melihat hasil pekerjaan Kai, selalu ada hawa dingin yang membuatku mengurungkan niat."

Sachi yang berbaring dengan kepala di pangkuan Kai menyaut, "Hawa dingin itu sangat membantu saat musim panas."

Meskipun terkadang kata-katanya menyakitkan, Sachi adalah orang yang sabar. Akan tetapi, lain cerita jika musim panas tiba. Di saat itulah dark mode Sachi keluar. Dia akan memarahi siapa saja yang mengganggu. Sekecil apa pun gangguan itu.

Rachaela dan Natsuki sudah terlebih dahulu diperingatkan Miwa saat kelas satu, karenanya mereka tidak pernah merasakan kemarahan Sachi. Berbeda dengan teman sekelas mereka yang lain. Bahkan Miwa sendiri pernah dia marahi hanya karena berdiri di dekatnya.

"Lagi pula ..., musim dingin akan datang," kata Rachaela. "Oh, benar. Ayo kita bermain perang salju seperti tahun kemarin."

"Kalian bersenang-senanglah." Sachi menatap langit-langit ruang klub dengan murung.

"Kau akan pergi lagi?" tanya Natsuki.

Tahun lalu, ketika musim dingin, mereka berenam sudah merencanakan akan bermain perang salju di taman. Akan tetapi, Miwa datang seorang diri dengan kabar bahwa Sachi pergi bersama Allen. Mereka akan ke rumah utama Keluarga Sachihata atau sesuatu semacam itu.

"Sorry," gumam Sachi. "Jika aku dan Allen tidak pergi, kakek yang akan datang ke sini, dan itu sangat merepotkan."

Rachaela jadi teringat hasil penyelidikan Nagisa yang pernah dia baca, tentang identitas teman-temannya.

Di sana, tidak ada keterangan bahwa orang tua Sachi sudah meninggal. Nagisa sendiri sudah mengingatkan bahwa info tentang Sachi dan Miwa tidak valid. Bedanya, jika punya Miwa masih bisa dibuka, punya Sachi tidak.

Nagisa bahkan mencari info tentang Allen dan keterangannya kurang lebih sama dengan hasil penyelidikan tentang Sachi.

Victor juga mengatakan kalau Keluarga Sachihata tidak tersentuh, bahkan oleh pemerintah. Mereka tidak terkenal di kalangan rakyat biasa, tetapi di kalangan dunia bawah, secara internasional.

"Aku jadi teringat sesuatu," kata Miwa. "Orang tuaku menyuruhku untuk menghadiri perjamuan musim dingin. Meski sudah ada tanggal pastinya, mungkin aku akan pergi jauh sebelum itu. Di luar negeri, sih."

"Aku mungkin akan pulang." Dia tidak ingin datang jika Sachi tidak datang. Yang tahun lalu itu karena dia dan teman hantunya sedang perang dingin, makanya dia ketinggalan informasi.

"Kenapa kalian tidak bisa." Natsuki menunjukkan wajah sedih yang berlebihan.

"Aku ... jadi teringat kalau ... ada urusan juga." Rachaela menghindari tatapan Natsuki dengan senyum canggung.

Jika kasus di sekolah tidak juga selesai, mana mungkin dia bisa tenang. Mungkin memang bukan takdirnya untuk bersenang-senang seperti gadis lain. Dia sebaiknya mulai belajar menjadi seorang detektif seperti yang diinginkan sang ayah. Meski tidak terlalu pintar, dia berniat untuk tetap membantu Victor dan Nagisa, juga ayahnya.

Dia mungkin bisa mendekati siswa untuk mendapat lebih banyak petunjuk. Mungkin ... menghubungi Arisa juga.

Meski bukan tanggung jawabnya ..., mau bagaimanapun, ini adalah sekolahnya.

.

.

29 Juni 2020

ENDING [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang