Bagian Lima: Terjatuh

32 11 6
                                    

"Sejak kapan ... Yuki bisa mendekati gadis lain? Apa dia sudah sadar diri?" Miwa menatap ragu pada Yuki yang berjalan di depan bersama seorang gadis dari kelas sebelah.

Rachaela menyipitkan mata, menatap punggung Yuki dan Arisa yang menghilang di belokan gerbang sekolah.

"Aku tadi melihat Arishima-san duduk sendirian di kelasnya. Apa dia menunggu Yuki-kun?" tanya Natsuki. "Jika begitu, seharusnya Yuki-kun tidak perlu ke ruang klub dan langsung pulang saja, daripada membuat seorang gadis manis menunggu."

Kelima orang yang berjalan bersama bepikir dalam diam.

"Bagus," celetuk Kai.

Miwa tertawa. "Kau tidak perlu waspada lagi, ya?"

"Syukurlah." Natsuki melambaikan tangan. "Sepertinya Yuki-kun sudah dewasa."

"Apa kau ibunya?" Sachi tersenyum kecil.

"Kau baru tahu?"

Keduanya tertawa.

Sachi, Rachaela, dan Natsuki berencana untuk membeli manisan di toko yang baru saja dibuka, tidak jauh dari sekolah, sekalian bergosip. Karenanya, Natsuki dengan paksa menyuruh Miwa dan Kai memisahkan diri. Kedua pemuda itu tidak memiliki pilihan selain menuruti.

Setelah mencoba berbagai macam manisan, ketiganya duduk di tanggul sungai, menatap pantulan langit sore di air.

"Sudah lama tidak bersantai seperti ini," kata Natsuki.

"Seharusnya masa SMA kita habiskan dengan penuh kebahagiaan." Rachaela menekuk kakinya, meletakkan dagu ke atas lutut.

"Kudengar Hayagi-san sudah diangkat menjadi ketua dewan murid. Karena kemungkinan tidak akan ada acara apa pun sampai tahun depan, sepertinya tidak ada wakil yang diangkat."

"Kita sudah tidak membutuhkan yang seperti itu lagi."

"Aku ingin mengulang masa SMA-ku di tempat lain bersama kalian. Masa SMA yang tidak dibayangi kematian seperti ini." Natsuki melirik Sachi yang diam sedari tadi. "Sachi-chan, kapan semua mimpi buruk ini akan selesai? Apa kita bisa lulus dengan baik."

"Yah, kau bisa lulus dengan baik. Mungkin."

Natsuki mendengkus. Gadis itu melepas bandana yang seharian ini dipakainya. "Kau lebih banyak diam seharian ini. Bisa meramal pasti sangat berat."

Sachi menatap anak-anak yang bermain layang-layang di tepi sungai. Kenapa dia bisa meramal? Untuk apa?

Mereka tidak berada di dunia fantasi yang mana penyihir berkeliaran melawan monster. Dia tidak benar-benar membutuhkan kemampuan itu. Tidak. Sebenarnya, dia sangat tidak membutuhkan kemampuan itu. Jika saja ada cara untuk menghilangkan kemampuannya melihat masa depan.

"Sachi-chan, Rachel, maaf, ibuku berkata bahwa Mister Misteri tidak mau makan dari pagi karena kutinggal. Aku harus pulang sekarang."

Sebelum Rachaela bisa membalas, putri dari pemilik toko hewan itu sudah pergi.

"Aku kadang memiliki perasaan bahwa kita tidak lebih penting dari kucing." Rachaela terkekeh.

"Dia bersama Mister Misteri lebih lama dari kita."

"Benar juga, ya."

Kedua gadis itu diam untuk beberapa saat.

Jika dipikir-pikir, kebanyakan interaksi mereka dijembatani oleh Natsuki. Aslinya, mereka canggung antara satu sama lain. Tidak ada yang tahu harus memulai percakapan seperti apa.

Pada akhirnya, sembari memutar-mutar sejumput rambutnya, Sachi bertanya, "Kau pernah duduk di sini seperti ini?"

Rachaela memahami tanda itu sebagai cara Sachi menutupi kegugupan. "Aku tidak terlalu ingat. Karena jalan ini berbeda dari arah rumahku, sepertinya belum pernah."

ENDING [✔]Where stories live. Discover now