(9)

5.2K 477 37
                                    

"Nenek gimana keadaannya?" Tanya gue canggung, kalau biasanya gue ngomong sama Mas Langit asal-asalan, sekarang jangankan ngomong, natap matanya aja susah.

"Ada dikamar, barusan aja tidur!" Jawab Mas Langit singkat dan setelahnta memilih untuk diam lagi, hening berkepanjangan.

"Heum kalau gitu Bunga pulang lagi ya! Besok sekolah, Mas butuh istirahat jugakan?" Kabur adalah pilihan yang paling tepat untuk gue saat ini.

"Mau Mas anter?" Hah! Senyum bego gue kembali melayang.

"Rumah Bunga di depan Mas, mau Mas anter kemana? He!" Dan gue langsung jalan keluar, keluar pagar rumah Mas Langit udah langsung ketemu pagar rumah gue.

Haduh, suasana aneh bin absurd banget menurut gue sekarang, dulu ni sebelum nikah, gue bahkan lebih nyaman ngomong sama Mas Lamgit ketimbang sama si cowo pengecut yang udah kabur itu tapi sekarang? Natap Mas Langit aja udah kaya disuruh presentasi makalah nggak jadi didepan kelas tahu nggak? Canggungnya lebih parah, grogi nggak jelas sama mau ngomong aja berasa kehabisan kata.

Nutup pagar rumah Mas Langit, gue melangkah gontai masuk ke pekarangan rumah gue sekarang, ngasih salam terus langsung naik ke atas masuk kamar, dirumah masih ada orang yang beberes jadi lumayan rame, gue juga malas untuk meladeni pertanyaan orang lain sekarang.

"Loh Dek , kamu kenapa udah balik?" Tanya Bang Jian ngintrogasi gue kayanya.

"Nenek udah tidur Bang, terus ngapain juga lama-lama disana? Besok sekolah tar yang ada malah kesiangan!" Gue melenguh sekilas dan nutup kasar pintu kamar gue gitu aja, untuk hari ini udah cukup, gue udah nggak mau tahu apapun lagi, otak gue udah plong seplong-plongnya, mau besok kaya apaan juga jadi.

.

"Bunda kemana Bang?" Tanya gue ke Bang Jian begitu kita mulai sarapan, gue nanya karena Bunda memang nggak ada, nggak kaya biasanya selalu nemenin.

"Masih dikamarnya." Lagi dan lagi gue kembali narik nafas dalam, apa Bunda masih belum bisa nerima kenyataan? Calon suami pilihannya itu kabur dan sekarang malah Mas Langit yang jadi menantunya, apa sangat sulit untuk Bunda nerima hal ini?

Bunda keberatan dengan Mas Langit hanya karena perihal keuangan tapi gue harus gimana coba? Ya gue akui hidup itu memang nggak cuma butuh kasih sayang tapi juga butuh kasih uang tapi yang namanya udah jodoh mau dikata apa?

Harta bisa dicari tapi malu bakalan bertahan lama, penyesalan memang selalu ada tapi masa depan nggak akan terus nunggu, mau sampai kapan Bunda marah sama gue atau Bang Jian kalau kenyataannya gue ini istrinya Mas Langit udah nggak bisa diapa-apain lagi?

"Mau sampai kapan Bunda mendiamkan kita kaya sekarang Bang? Kasian Bunda karena mikir kita nggak mau ngebujuk, terus nggak enak juga sama Mas Langit." Ucap gue mengusap wajah frustasi.

"Akan Abang coba jelasin lagi sama Bunda, kamu nggak perlu terlalu khawatir." Gue mengangguk pelan.

"Kalau gitu Bunga berangkat sekarang ya? Takut telat sekolahnya." Gue nyalim dan menenteng tas sekolah gue sekarang, kalau kelamaan gue bisa ketinggalan bus.

Yakin tali sepatu gue terikat kuat, gue keluar dan nggak sengaja berpapasan sama Mas Langit yang mau berangkat kerja juga kayanya, ah buat pengetahuan aja, Mas Langit itu sekantor sama Bang Jian, cuma ya itu, Mas Langit cuma karyawan biasa di kantor Bang Jian.

Kalau ada yang nanya pendapat gue mengenai pandangan gue tentang Mas Langit, gue cuma punya satu jawaban, Mas Langit laki-laki yang baik, semenjak orang tuanya meninggal Mas Langit cuma tinggal berdua sama Neneknya.

Bisa bayangin laki-laki lajang begitu tekun ngurusin Neneknya sendirian, bagi gue itu udah jadi satu nilai lebih, nyari nafkah dan pekerja keras, sama halnya Bang Jain yang sangat bisa diandalkan oleh keluarga, gue bisa meyakini hal itu dari Mas Langit.

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Where stories live. Discover now