(50)

6K 493 107
                                    

"Nga, Mas turun duluan ya, Lia sama keluarganya udah dibawah." Gue menggangguk pelan.

Mendengar keluarga Bu Lia udah dibawah pemikiran gue beneran nebak ini masalah udah kacau, apa perlu keluarganya ikut membela keinginan Bu Lia yang mau cerai cuma karena hal yang sepele menurut gue? Harusnya keluarga bantu ngeyakinin untuk pertahanin?

Mengenakan hijab instan, gue juga keluar kamar dan malah hampir nubruk Jun didepan pintu, ni anakpun satu, kelakuannya sama kaya gue, jalan nggak pakai mata kepala tapi pakai mata kaki.

"Kamu ngagetin Mbak tahu nggak?" Ucap gue ngusap dada.

"Makanya Mbak kalau jalan pakai mata jangan pakai mata hati, nggak keliatankan aku lewat." Mau gue timpukin kepalanya kalau nggak inget idik ipar, ini ni yang katanya mau akur? Ke laut aja.

"Mulut ya Jun, nggak disaring banget." Cicit gue turun lebih dulu, kalau diladenin, Jun bakalan bikin darah tinggi gue naik.

Menuruni tangga gue mendapati suasana di ruang tamu beneran aneh, tatapan Bu Lia dan keluarganya yang sangat meremehkan sedangkan keluarga gue terutama Mas Bintang sendiri menatap Bu Lia nanar seakan belum percaya.

Gue berjalan mendekat dan duduk disebelah Tante Indah, mengusap tangan Tante Indah yang juga terlihat sangat terpukul dengan sifat menantu kesayangannya, gue harus apa disaat kaya gini?

"Pa, apa nggak bisa ini kita bicarakan baik-baik? Aku bukannya nggak melaksanakan kewajiban aku ke Lia, aku menuhin semua kebutuhannya, apa yang Lia mau selalu aku turutin, nggak harus pisahkan Pa." Ucap Mas Bintang meyakinkan Papa mertuanya kalau pisah bukan pilihan terbaik.

"Tapi ini penipuan, saya pikir kamu adalah pewaris dari Hanif Grup makanya saya melepaskan putri kesayangan saya untuk kamu nikahi tapi ternyata apa? Ini semua bukan milik kamu, kamu menipu keluarga saya." Ucap Papa Bu Lia masih meremehkan.

Hah? Apa itu bisa dianggap sebagai kasus penipuan? Mas Bintang aja nggak tahu kalau Mas Langit adalah pemilik sah harta kekayaan Om Hanif, ini pernikahan bukan aset investasi gimana bisa Papanya Bu Lia berpikiran sepicik itu?

"Pa, aku nggak pernah ngomong kalau aku akan mewarisi semuanya, lagian tanpa harta warisanpun, aku bisa memenuhi semua kinginan Lia, apa itu belum cukup?" Orang tua Bu Lia masih belum merespon apapun.

"Aku tetap mau cerai." Potong Bu Lia yang membuat Mas Bintang kembali tertunduk.

"Lia, apa nggak bisa sayang kamu pertimbangkan lagi? Mama sangat menyayangi kamu, kasian Bintang." Ucap Tante Indah memohon.

"Ma, Lia ggak mau hidup susah, Lia nggak mau malu kalau seandainya semua temen-temen Lia tahu kalau ternyata Bintang nggak akan mewarisi apapun." Hah? Lagi-lagi gue kehabisan kata.

"Lia, apa kamu nggak punya perasaan sedikitpun untuk Mas? Mas sangat menyayangi kamu, Mas bahkan rela meninggalkan Bunga cuma demi kamu, apa kamu lupa?" Lirih Mas Bintang menatap Bu Lia berkaca-kaca.

"Aku juga sayang sama Mas tapi hidup nggak cuma butuh kasih sayang Mas tapi butuh uang, aku nggak mau malu sama temen-temen aku."

"Baik, kalau memang itu masalahnya, saya akan memberikan 30% harta warisan saya untuk Bintang, apa kamu akan bertahan?" Tanya Mas Langit menatap Bu Lia datar, nada bicara Mas Langit ke Bu Lia malah baku banget, kaya orang asing.

Masalah ini udah Mas Langit bicarakan sama gue semalam, Mas Langit akan membagikan hartanya secara adil, 30% untuk Mas Bintang, 30% untuk Jundan 10% sisanya untuk Papa sama Tante Indah, gue setuju.

Mendengar penawaran Mas Langit seketika ekspresi wajah Bu Lia dan keluarganya langsung berubah sumringah, Bu Lia juga terlihat sangat antusias dengan penawaran Mas Langit barusan tapi nggak dengan Mas Bintang.

Ketika Langit Mencintai Bunga (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora