Peristiwa Kelima

35 5 0
                                    


Setelah tragedi tangga itu, aku jadi berhati-hati saat berjalan.

Sekarang, aku sedang dibonceng Yongseung di motornya.


"Yongseung... Makasih banyak, ya!" Ucapku.


"Tak apa. Lagipula gue ga tega ngeliat lu tadi. Jalannya hati-hati banget kayak mau nyebrang!" Balasnya sambil mengendara.


"Ihh! Tadi gue ketakutan, tahu!" Aku cemberut.


"Ehehehe... Iya, paham..." Yongseung tersenyum.

Aku melihatnya dari kaca spion.


"Mina... Tetapi tetep aja kalo lu merasa Eungwon itu jahat sama lo, lo minimal jangan mau disuruh-suruh sama dia. Kalo bisa, lawan dia balik. Dulu mungkin lo takut. Tapi sekarang, ada Gue, Mina. Gue akan bantu. Pasti." Ucap Yongseung yang membuatku menangis terharu.


Sesampainya di rumahku, aku menyuruh Yongseung mampir sebentar ke rumah. Ia tampak menolak dengan halus.


"Maaf ya, Mina... Gue harus buru-buru pulang. Gimana kalo lain kali aja?"

"Baiklah! Hati-hati di jalan ya!"

"Iya. Kalau begitu, gue duluan, ya..." Ucap Yongseung.


Saat aku masuk ke dalam rumah, Ibuku tersenyum di sofa sambil menonton TV bersama adik bayiku, Kangmin.


"Eitts... Siapa tuh, Kak?" Tanya Ibuku.

"Temen sekelas"

Aku melepas sepatu.


"Temen apa temen? Hahahaha!" Ibuku tertawa.

"Temen sekelas doang, kok!" Aku mendekat ke Ibu untuk mencium pipi Kangmin.


"Dulu ayah sama ibu juga cuma temen sekelas" Ledek ibu.

"Ibu mah~" aku duduk di sebelah ibu.


"Kok ga pake seragam, Kak?" Ibuku memperhatikan outfit-ku.

Aku harus berbohong soal ini.

"Iya, tadi Mina minum terburu-buru dan minumnya tumpah ke seragam. Basah deh seragamnya." Jelasku, berbohong.


"Ohhh... Trus itu baju siapa?"

"Uhm... Temen"

"Yang tadi?"

"Uhmmm... Iya...."

"Ohh.."

Jawaban ibuku yang hanya 'ohh..' dan tidak bertanya hal-hal aneh lagi membuatku sangat lega.


TV sedang memperlihatkan sinetron tentang percintaan remaja.

"Ih si cowonya baik banget ya!" Ibuku mengomentari sinteron itu.

"Bu..."

Ibuku menoleh.

"Cowok yang tadi... Juga baik banget, lho!" Jelasku.

Ibuku hanya tersenyum dan mengangguk.


Tiba-tiba Ibuku mengelus perutnya yang sedang hamil besar. Rencananya akhir bulan ini adik keduaku akan lahir di dunia.

Aku beranjak untuk masuk ke kamar.


"Kalo dia ke sini lagi, dia sudah harus jadi pacarmu, ya!" Ucap Ibu.

Aku tertawa sepanjang jalan ke kamar.

[01] Semua Peristiwa Pada Kehidupan PertamaWhere stories live. Discover now