1. Perempuan Pisces Itu. . .

641 67 36
                                    

Sensitif.

Sashi selalu heran. Tiap ia mencoba mencari tahu tentang ramalan bintang dan seperti apa orang-orang menuliskannya, ia dihadapkan pada satu kata itu di semua ramalan tentang zodiaknya. Apa iya dia seseorang yang sensitif?

Ia rasa, tidak. Sashi pikir, tingkat kesensitifannya jauh di bawah Mima meskipun keduanya memiliki zodiak yang sama. Sahabatnya itu jauh lebih sensitif dari dirinya.

Misalkan saja, mereka menemukan hal tak terduga di jalan. Seperti waktu ini, Sashi dan Mima yang berjalan berdua hendak masuk ke gedung kantor menemukan seekor anak burung di bawah pohon. Nampaknya terjatuh dari sarang karena terjangan angin yang memang kencang hari itu. Mima memungutnya dan mengelus bulu-bulu jarang anak burung itu. Lama, hingga Sashi perhatikan, sahabatnya malah menangis.

"Heh, kenapa lo yang nangis?" Sashi mencolek pelan lengan Mima. Masih terheran melihat sahabatnya itu mengusap genangan air di matanya, sedikit terisak. "Yang jatuh si burung ini, kenapa kayak lo yang kesakitan? Heran."

"Kasian, Sas. Lo nggak liat dia dari tadi mencicit ketakutan?" Mima masih terisak pelan sambil mendekap burung kecil malang itu ke pelukannya. "Gimana kalau dia kesakitan? Gimana kalau dia kelaparan? Lo pernah mikir nggak, mungkin aja sekarang si mama burung lagi bingung nyari anaknya yang jatuh. Terus saking bingungnya, si mama burung terbang nggak tau arah, habis itu tersesat. Dia lupa cara balik ke sarang dan si burung kecil sama saudaranya ini nggak ada yang ngasi makan. Akhirnya, mereka mati kelaparan. Lo nggak kasian?"

"Lebay banget sih, lo!" Sashi kadang suka takjub sendiri dengan jalan pikiran Mima. Selain lebih sensitif, sahabatnya itu jauh lebih detail. Lebih segalanya dari Sashi jika menyangkut sifat-sifat pisces kebanyakan yang ia baca di semua laman tentang ramalan bintang itu. "Mama burung nggak sebodoh itu untuk tau anaknya jatuh dari sarang, Ma. Makanya si burung kecil dari tadi tuh mencicit. Dia ngasi tau mamanya kalau dia jatuh. Biar mamanya bisa jemput, gitu."

"Tapi gimana kalau mamanya nggak denger?"

See? Mima memang seperti itu. Bukan berarti Sashi tak menyukai sifat sahabatnya. Kadang sifat kelewat peka Mima juga cukup membantu. Tetapi kalau sudah kelewatan begini, ia juga jadi kesal sendiri. "Lo pikir mama burung budeg?"

"Siapa tau, 'kan?"

"Bodo amatlah." Menemani Mima dengan cerita berlebihannya memang suka menguras tenaga dan emosi, jadi Sashi lebih suka mundur lalu menjauh. Sebelum ia ikut emosi sendiri dengan kekeras-kepalaan seorang Yemima. "Gue mau balik ke dalem aja. Nggak mau dapet konsekuensi dari atasan seandainya gue telat absen!"

"Loh, Sas?" Mima berubah panik. Dengan perlahan, ia meletakkan anak burung di area lebih terbuka tepat di bawah pohon mereka menemukannya tadi. Berharap mama burung bisa lebih cepat menemukan anaknya yang terjatuh dari sarang. Dielusnya sekali lagi bulu jarang burung tersebut sebelum berlari menyusul Sashi yang sudah berjalan terburu di depannya. "SASHI IH, TUNGGU! NGGAK PUNYA HATI BANGET LO YA!"

Jadi, Sashi pikir dirinya tidak sensitif. Sayang saja, perempuan itu justru tidak menyadari jika sensitif tidak selamanya berhubungan dengan tangis. Sebab menurut banyak orang yang mengenalnya, Sashi justru orang paling sensitif yang mereka kenal.

Sashi yang paling memiliki empati dari semua orang di gedung perkantoran itu. Seseorang yang akan ikut merasa sedih hanya karena salah satu karyawan terkena teguran dari atasan akibat kesalahannya. Dia juga yang paling paham jika orang lain butuh ditemani atau sedang ingin sendiri. Terlebih lagi, perempuan itu suka tak-enakan. Jadi banyak yang kadang memanfaatkannya. Meminjam uang tetapi tidak dikembalikan, misalnya?

Sekali lagi, Sashi memang sering kali luput menyadari sifatnya sendiri.

***

The Pisces's Choice✔Where stories live. Discover now