12. Congratulation

200 51 42
                                    

Hatinya berbunga. Hanya karena pernyataan Zeno tadi dan bagaimana kekasih barunya itu memperlakukannya. Semua yang laki-laki itu perbuat, nampak manis di matanya kini. Sashi benar-benar tak menyangka ketika mendapati dirinya berubah kembali seperti ketika masa sekolah dulu.

Pacaran ala bocah, ucapnya sering kali saat melihat pasangan anak-anak berseragam yang duduk berdua di warung bakso atau siomay favoritnya. Saling suap, menggenggam tangan, menyentuh poni, mengusak puncak kepala. Tanpa tahu ternyata dirinya dan Arzeno sama saja.

Jika Mark tahu, ia pasti akan meledekinya habis-habisan.

Oh tapi, tentang Mark. Lagi-lagi musuh abadinya itu melintas di pikiran Sashi. Membuatnya mendadak kesal sendiri lalu membanting tubuhnya di atas tempat tidur dengan riasan wajah yang belum dihapus.

Jangan, Sashi. Jangan pikirkan Mark bodoh itu. Pikirkan saja bagaimana tampan dan perhatiannya seorang Arzeno!

Lalu sedetik kemudian, ia kembali tersenyum. Benar-benar ya, jatuh cinta berjuta rasanya. Kalau orang tua bilang, jatuh cinta itu mampu membuat tai kucing jadi rasa cokelat.

Tapi gila saja, siapa yang mau makan tai kucing?

Sashi membuka matanya lalu bangkit. Duduk di pinggiran tempat tidur sebelum berdiri dan berjalan menuju meja riasnya. Mengambil make up removal dan bersiap membersihkan wajahnya dari riasan yang bersisa. Setelah ini, dia pasti tertidur nyenyak sambil memimpikan Arzeno.

Ah, senangnya punya pacar yang bisa dimimpikan saat tertidur.

Iya, pikirnya begitu. Tapi ternyata, suara tuk tuk rendah yang datang dari jendela kamarnya menjadi sesuatu yang mengganggu. Sashi mendengus. Meletakkan kembali botol make-up removal miliknya dan berdiri. Dengan wajah sebal, ia membuka jendelanya.

Mendengus, "ngapain sih lo malem-malem? Ganggu tau, nggak?"

Di jendela kamar seberang, ia bisa melihat wajah Mark dengan cengiran lebarnya. Menggenggam satu buah kerikil yang mungkin akan ia lemparkan lagi seandainya Sashi tak segera membuka jendela.

"Lah, masih bangun?"

"Lo pikir?"

"Udah tidur," kekeh Mark. Ia meletakkan kerikil yang barusan digenggamnya.

"Ngapain sih, Mark?" Sebenarnya jengkel juga saat harus mendapatkan gangguan di malam-malam seperti ini akibat ulah seorang Markandeya. Tapi kalau Sashi boleh jujur, sebagian dirinya merasa bersemangat. Entah karena hal apa. "Lo kenapa nggak tidur, sih? Malah gangguin tetangga. Nggak punya kerjaan banget, emang."

"Cuma lo doang ini, yang gue gangguin."

"Ya terus, kalaupun cuma gue doang, boleh gitu lo gangguin?"

"Boleh, lah."

"Sinting!"

Sashi menggeleng. Ia sudah akan berniat menutup kembali jendelanya ketika Mark lantas setengah berteriak. Memanggil namanya.

"SIKHA!"

Perempuan itu batal menutup jendelanya. Dengan wajah tertekuk, kembali membalikkan badan. Menjawab malas-malasan teriakan tetangga anehnya itu. "Apaan? Gue mau hapus make-up bentar. Terus tidur, gue capek."

"Lu bersihin make-up sambil ngobrol sama gue aja, deh. Nggak perlu cermin juga buat bersihin muka lo, 'kan?"

Ia hanya bisa mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti dengan perminta aneh Mark yang tiba-tiba. Seolah laki-laki itu ingin menahannya lebih lama dalam malam sunyi ini. "Ngobrol sama lo? Tumben minta ditemenin ngobrol," kikik geli Sashi. Ia sudah menopang dagunya dengan kedua tangan yang ia letakkan di bingkai jendela kamarnya. Menatap laki-laki di hadapannya dengan pandangan mengejek.

The Pisces's Choice✔Where stories live. Discover now