13. Cemburu Menguras Hati

229 53 28
                                    

Markandeya namanya.

Zeno kenal dengan laki-laki yang sejak dulu menjadi tetangga, musuh abadi sekaligus teman masa kecil kekasihnya. Awal-awal ia mengenal Sashi, saat tahun pertamanya menjadi mahasiswa dulu, Zeno pikir kekasih perempuan itu yang dimaksud orang-orang adalah Mark. Sebab dari sudut pandangnya, dua orang itu nampak lebih dari sekedar dekat biasa. Meskipun benar, mereka tidak bisa tidak bertengkar di setiap pertemuan.

Namun kenyataannya, tidak. Kekasih Sashi saat itu bukan Mark, tapi orang lain. Entah mengapa, mengetahui fakta tersebut, Arzeno serasa mendapati beban berat di pundaknya nenguap begitu saja.

Mungkin ini berlebihan, tapi sebagai seorang laki-laki, Zeno punya instingnya sendiri. Dia tahu jika ada sesuatu dalam diri Mark yang sangat mudah menarik Sashi dalam pelukannya. Lebih kuat dibandingkan saat ia melihat ke arah kekasih Sashi kala itu. Justru ia heran sendiri, kenapa mereka berdua malah tidak jadian?

Sekarang, ketakutannya muncul kembali. Manakala, ia mendapati Sashi tengah berdiri di depan pagar rumah Mark. Berbicara dengan laki-laki itu, entah apa. Bukan terlihat seperti berbicara, sebenarnya. Lebih seperti bertengkar dan adu mulut. Tapi hei, memang itu yang mereka lakukan tiap bertemu, 'kan?

"Kak...." Kekasihnya itu bahkan tak menyadari kedatangan Zeno yang memarkirkan motornya di depan rumah. Sampai-sampai, harus dia sendiri yang menghampiri Sashi dan menepuk pundak kesayangannya itu perlahan.

"Loh, kamu kapan nyampenya?"

Zeno hanya bisa tersenyum kecil. Secara otomatis, meraih tangan Sashi dan mengisi ruang dalam sela-sela jarinya. Menggenggam erat jemari kekasihnya yang tidak langsung menunjukan pada Mark, siapa pemilik hati perempuan itu. "Baru aja kok. Kakak kayaknya seru banget ngobrolnya, sampe nggak sadar aku udah markirin motor di sana."

"Ngobrol apaan sama dia? Berantem, baru bener."

Zeno menoleh. Mendapati eskpresi datar Mark yang menyapanya. Ingin rasanya ia sesegera mungkin menarik kekasihnya dari sana dan menjauhkan mereka berdua. Tapi hal tersebut tak dilakukan, mengingat tetangga Sashi itu juga kakak tingkatnya dulu meski beda jurusan.

"Hai Kak Mark, apa kabar?" Berbasa-basi, Zeno menaikan satu tangannya. Dia tak peduli sebenarnya, akan seperti apa reaksi Mark terhadap perbuatannya itu. Paling tidak, ia sudah berlaku sopan sebagai seseorang yang lebih muda.

"Biasa aja," jawab Mark. Tidak ketus, tapi tidak juga bersahabat. Zeno pahami ini sebagai tanda ketidaktertarikan. Nampaknya, Mark tidak senang melihatnya ada di sini. Entah karena dia membenci Zeno, atau karena menyadari jika Sashi bukan miliknya.  "Zeno, kan, nama lo?"

"Iya Kak, gue Zeno." Dan laki-laki itu juga tetap berusaha agar tidak terlihat kurang ajar. Meskipun sesungguhnya, ia ingin sekali berteriak di depan wajah Mark dan mengatakan untuk berhenti dekat-dekat dengan kekasihnya. "Ternyata kakak masih inget sama gue."

"Ingetlah, lo itu yang namanya mirip sama mantan terindah Sikha." Zeno memperhatikan bagaimana wajah datar Mark berubah usil. Menggoda kekasihnya yang sangat mudah terpancing amarah hanya karena perbuatan atau perkataan kecil laki-laki itu. Diam-diam, ia merasa cemburu. "Siapa tuh, nama mantan lo?"

"NGGAK USAH LO INGET-INGET YA!"

"Ah lagak lo nggak mau inget-inget, dulu waktu putus galaunya minta ampun. Tiap malem nangis-nangis di jendela." Arzeno tetap diam. Membiarkan dua orang di hadapannya seolah masuk dalam dunia mereka sendiri. "Sok-sokan ngurung diri, nggak mau makan tapi akhirnya luluh waktu gue beliin Baskins Robin kesukaan lo yang ukuran paling besar. Apaan, disogok es krim aja udah kalah."

"HEH, KENAPA TAMBAH DIINGETIN SIH? AIB ITU."

Salah tidak jika ada sebagian hati Zeno tidak terima melihat pemandangan di depannya? Salah jugakah apabila dia tak mau melihat Sashi makin dekat dengan Mark meski yang mereka berdua lakukan tidak jauh dari pertikaian?

The Pisces's Choice✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang