19. Bimbang

177 41 19
                                    

"Gue yang bingung sekarang, Ma." Mungkin memang hanya Mima yang bisa menjadi seseorang untuk Sashi meluapkan seluruh keluh kesahnya. Meskipun sahabatnya itu terkadang sangat menyebalkan karena sering-kali menjodohkannya dengan sembarang laki-laki hanya karena kecocokan zodiak mereka. "Dia selalu berusaha ngajak gue ngobrol kayak dulu. Setiap malem selalu ngirim pesan manis macem have a nice dream, good night, dan sejenisnya."

"Lo baper sama dia lagi?"

Dengan cepat Sashi menggeleng. Karena gerakannya itu, ia mendapatkan pelototan gemas dari pekerja salon yang sedang merawat rambutnya. Jadi, Mima dan Sashi memang sedang hang out berdua ke salon. Hitung-hitung saat ini adalah hari libur.

"Ya enggak, lah. Gila aja apa gue baper sama Juno?" Mima di sebelahnya mencibir. Tidak percaya dengan ucapan Sashi. Melihat bagaimana sahabatnya itu nampak bingung semingguan ini hanya karena pesan yang dikirim oleh mantan kekasihnya yang paling berkesan itu. "Gue tuh cuma bingung. Motivasi dia ngirim gue pesan kayak gitu tuh, apa?"

"Lo jangan pura-pura nggak tau gitu deh, Sas."

"Pura-pura nggak tau gimana?"

"Udah jelas kali gelagat Juno tuh, dia pengen ngedeketin lo lagi." Sekali lagi, Sashi menoleh tiba-tiba. Makin membuat petugas yang sedang memijat kepalanya mendesah gemas. "Mungkin sebenarnya, dia masih nyimpen rasa sama lo bahkan setelah kalian lost contact dua tahun."

"Nyimpen rasa gimana? Orang dulu dia yang mutusin gue." Tapi kalau diingat-ingat, Juno dan dia putus dengan cara baik-baik. Tidak ada intervensi orang lain dalam hubungan mereka. Murni karena keduanya merasa sama-sama jenuh. "Gue juga bisa apa waktu itu? Toh, kita sama-sama ngerasa monoton. Pacaran nggak seseru kayak masa awal-awal dulu."

Sebenarnya Mima sangat ingin fokus dengan majalah di pangkuannya itu. Membaca salah satu rubrik zodiak yang menjadi favoritnya. Tapi keluhan Sashi juga terdengar sama menariknya, mungkin jauh lebih menarik dari ulasan ramalan bintang bulan ini. Jadi, ia memilih untuk menutup majalah itu dan kembali fokus mendengarkan sahabatnya.

"Lo tau? Setiap hubungan itu ada yang namanya masa jenuh, memang. Makanya lo jangan bingung sewaktu denger ada status pasangan yang lagi break." Petugas salon sudah tak lagi berdiri di belakang mereka berdua. Membiarkan sebentar krim-krim rambut yang ada di kepala mereka meresap. "Break bukan berarti break up. Cuma menghilang sementara untuk menyadari jika sebenarnya, mereka cuma bosan. Tapi kalian berdua, langsung putus, 'kan?"

"Ya kita mikirnya buat apa break kalau akhirnya tetep break up?"

"Break nggak selamanya berakhir dengan break up. Bisa aja balikan setelah sadar kalau ternyata pasangan itu nggak bisa hidup tanpa salah satu dari mereka, 'kan?"

"Bisa juga, sih." Hanya saja, Sashi bukan tipe seperti itu. Sekali berakhir, ya artinya berakhir meski tak menutup kemungkinan ia masih mau berteman kembali. Seperti dirinya dengan Zeno. "Tapi waktu itu kita udah sama-sama sepakat buat jadi temen biasa."

"Yang sepakat lo atau dia?"

"Kita berdua, lah."

"Sekarang tiba-tiba dia muncul lagi dan seperhatian itu ke lo. Apa lo nggak mikir, Juno ngarep balikan?"

Makin dipikir, Sashi makin bingung. Harus diakui jika ketika ia melihat Juno kemarin, ada sedikit rasa rindu yang menelusup ke dalam hatinya. Ada keinginan Sashi untuk pergi jalan-jalan berdua dengan motor laki-laki itu seperti masa kuliah mereka dulu.

Sayangnya, dulu tak sama dengan sekarang.

Mereka bukan lagi anak kuliahan yang masalah utamanya ada pada dosen, mata kuliah dan tugas. Tapi sekarang mereka sudah bekerja. Artinya, satu tingkat lebib dewasa. Apa semua akan terasa sama?

The Pisces's Choice✔Where stories live. Discover now