6

2K 320 173
                                    

"Kau akan terus bersikap seperti ini?"

Suatu hari saat sedang memetik cosmos di halaman belakang kastil, Kai berujar dengan suara ketus tanpa menatap Soobin yang ikut berjongkok di sampingnya. Gerakan tangan Soobin berhenti. Ia menatap Kai, tapi laki-laki bersuara ketus itu berpura-pura tidak melihatnya.

"Apa maksudmu, Kai?"

"Sikapmu padaku!"

Akhirnya sepasang mata coklat terang itu menatap Soobin. Bahkan dalam keadaan yang tidak tersenyum seperti sekarang, Kai benar-benar terlihat sempurna. Setidaknya di mata Soobin.

"Sikapku... yang mana?"

Kai menggeram kesal, mencabut satu tangkai cosmos dengan bringas dan memasukkannya ke dalam keranjang kecil. Beomgyu menghilang entah kemana sejak tiga hari yang lalu—dia kadang-kadang akan menghilang lalu kembali tanpa pemberitahuan. Selama Beomgyu pergi, Kai harus memetik makanannya sendiri—baru kini ia dibantu Soobin yang bergerak seperti kura-kura, sangat lambat.

"Yang memelukku saat tidur, yang merangkul bahuku, yang me... me..." wajah Kai memerah sempurna saat ia akhirnya melanjutkan kalimat, "Menciumku tengah malam," dengan lirih.

Tawa Soobin meledak. Ia terkekeh geli sambil memegangi perut dengan kedua tangan—bahkan kelompak cosmos yang sudah ia cabut terhempas ke tanah begitu saja. Puas tertawa diiringi tatapan tajam Kai—namun menggemaskan, Soobin berdehem.

"Kau... benar-benar tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu? Bahkan Beomgyu saja tahu."

"Apanya?"

"Kalau aku menyukaimu."

Sedetik. Dua detik. Tiga detik.

"Soobin, kau tahu kan, kalau aku sudah melihatmu sejak bayi? Kupikir—"

"—Jangan menyangkalku, Kai." Wajah jenaka Soobin menghilang. Tatapan matanya ke arah Kai menajam, bibirnya menipis dengan sedikit seringaian.

"Kau bahkan menikmati saat aku menyentuhmu."

Bibir Kai terbuka, tampak tidak terima. "Kau—" kalimat itu tidak akan pernah selesai karena Soobin lebih dulu membekap bibir Kai dengan bibirnya. Kendati Kai berusaha bergerak hendak memisahkan rangkulan Soobin di bahu dan pinggangnya, ia kalah. Berciuman dan bertatapan sedekat ini... Kai rasa salah satu saraf otaknya lumpu.

Padahal ia bisa dengan mudah menghempaskan tubuh Soobin ke batang pohon di belakangnya—meremukkannya kalau perlu, tapi ia urung. Malah... ciuman Soobin membuatnya terlena.

Saat akhirnya Soobin melepaskan tautan bibir mereka dan mengusap sudut bibir Kai yang basah, ia berujar pelan dengan nada sensual, "Seharusnya kau lihat wajahmu saat aku menciummu begini, Kai."

"Jujur saja. Kau tidak melihatku selama belasan tahun. Harusnya kau tahu aku bukan bocah yang dulu lagi, Kai."

Kai tenggelam dalam tatapan intens Soobin. Padahal ada begitu banyak kalimat penyanggah yang berada di ujung lidahnya, tapi lidahnya kelu. Semuanya mengabur, antara kenyataan dan mimpi.

"Melihatmu yang tidak menolak, berarti hari ini hari pertama kita, ya 'kan?"

Kai yang sedari tadi dalam mode "lumpuh" mengerjab, "Apa?"

"Hari pertama menjalin kasih. Aku mendengar hal itu sangat populer di akademi."

Saat menangkap gelagat Kai yang hendak melarikan diri, Soobin menggeram sambil mencengkram sisi pinggang Kai, "Jangan coba-coba lari Kai. Aku tahu kau punya perasaan yang sama padaku. Kalau tidak, seharusnya sejak lama aku terhempas di antara batang kayu."

COSMOS | SooKaiWhere stories live. Discover now