19

1.4K 219 201
                                    

Saat menemukan Soobin berjalan gontai di koridor mansion, Beomgyu muncul di depan Soobin dan menarik kerah bajunya kuat. Wajah Beomgyu terlihat sangat marah, tak pernah semarah itu melihat kebodohan Soobin yang malah kembali setelah tahu apa yang akan terjadi.

Soobin bahkan tidak berusaha melepaskan cekalan Beomgyu yang terlihat murka. Ia memalingkan wajah ke kiri—tak berani menatap mata Beomgyu karena tahu dirinya salah. Rahang Beomgyu mengetat, dengan mata berkilat-kilat—sekilas iris mata emasnya muncul.

"Kau bodoh? Kenapa kau kembali padahal aku sudah memperingatkanmu, Soobin!"

Soobin bungkam, masih tak mau menatap Beomgyu. Padahal kedua tangan Beomgyu masih di kerah Soobin, tapi seolah-olah ada tangan lain yang tak terlihat memaksa Soobin untuk menatap Beomgyu. Oh, Soobin sadar. Beomgyu tentu saja bisa melakukan hal-hal seperti itu.

"Bahkan jika aku adalah pelayan setia Tuan Yeonjun, aku sama sekali tidak setuju dia dibangkitkan kembali. Aku lebih memilihmu Soobin, karena aku tahu kau manusia yang tulus menyayangi Kai. Tapi melihat kau yang bodoh seperti ini, aku tahu tak ada jalan untuk menghentikan Kai. Kau menumbalkan dirimu sendiri, huh?"

Beomgyu mendorong tubuh Soobin hingga punggungnya membentur dinding di belakangnya. Tatapan marah masih ia layangkan, dan tanpa kata tubuhnya lenyap di antara udara.

Tinggallah Soobin seorang yang jatuh terduduk disana, merasakan sakit teramat di dalam dadanya. Menusuk, menyayat, dan juga membakar. Bahkan tanpa ia sadari, setetes air dari pelupuk matanya menghantam lantai, Soobin masih tidak mengakui kalau ia menangis karena frustrasi.

Bahkan setelah tahu kalau ia hanya dimanfaatkan oleh Kai, Soobin masih mencintainya.

___

"Oh, Soobin. Kau sudah pulang? Tak biasanya kau pulang semalam ini."

Soobin tersenyum lemah, menghampiri Kai dan memeluknya erat-erat. Soobin menghidu aroma Kai di antara helaian rambutnya—masih manis dan sangat menyenangkan. Soobin ingin seperti ini saja, selamanya.

Soobin menarik wajahnya, menatap mata Kai lekat-lekat. Kekasihnya itu balik menatap dengan pandangan bingung, tapi juga senang karena Soobin membelai pipinya lembut.

"Udara semakin di dingin di luar, Kai. Sepertinya akan ada badai salju, ya?"

Tak puas hanya dengan sebelah tangan, Soobin kini menangkupkan kedua tangannya di pipi Kai, mengikis jarak diantara keduanya—mempertemukan hidung dengan hidung, menggesekkannya pelan.

Kai menggeleng kecil, tertawa. "Mungkin? Tapi bukankah itu berita bagus? Kita bisa tinggal seharian di sini dan menikmati coklat panas."

Soobin mengangguk, "Benar. Bergelung di balik selimut, memandangi salju yang turun, dan juga secangkir coklat panas."

Soobin menarik tengkuk Kai, mencium pelipis Kai lama, seolah-olah tahu kalau ia tak akan bisa melakukan ini lagi, nanti.

"Aku mencintaimu, Kai."

___

Soobin terbangun di tengah malam, saat ia sadar keadaan kamar jauh lebih terang padahal tak ada satu pencahayaan di dalam ruangan. Ia meraba kasur di sampingnya, tapi tak menemukan Kai.

Barulah Soobin mendudukkan dirinya, menatap ke sela-sela ventilasi jendela yang dihujani cahaya terang dari bulan purnama.

Ah, ternyata sudah saatnya.

Kai sudah pasti sedang berburu, dan mungkin akan pulang setelah rasa haus yang membakar di lehernya mereda. Bukannya melanjutkan tidur, Soobin malah berjalan keluar kamar—setelah meraih mantel hangatnya untuk sekadar berjalan keluar ruangan. Ia menyusuri koridor mansion yang selalu sepi—tak ada manusia lain selain dirinya, tentu saja.

COSMOS | SooKaiWhere stories live. Discover now