05

700 121 0
                                    

Teriakan bel tanda masuk mengubah tujuannya pagi ini. Seharusnya Kyungsoo menemui Sehun dan Heyul di kelas mereka untuk mencari informasi. Namun, lagi-lagi rencananya melenceng. Jika dipikir-pikir mengapa ia harus berhenti dan mencari tahu ketika nama gadis penjual ayam goreng itu menyapa pendengarannya?

Mungkin karena efek kesal dari kejadian semalam masih tersisa. Namun, mendapati sisi berbeda dari gadis itu membuat rasa sebalnya sedikit berkurang. Seperti ada sesuatu yang mengetuk pintu hatinya. Meski definisi perasaan itu terlalu samar untuk ia artikan sebagai peduli atau justru rasa bersalah.

"Haiz ..." gerutu menghiasi ayunan langkahnya kembali ke Departemen Musik Terapan.

Absen pagi tengah berlangsung ketika Kyungsoo sampai di kelas. Anggukan kecil dari Guru Kang ketika ia meminta maaf atas keterlambatannya menjadi highlight bagi murid yang lain, berbisik mengirikan keistimewaan itu. Kyungsoo menyeret langkah, memutar bola matanya malas saat mengambil duduk. Seringaian di wajah Jongdae menyambutnya.

"Tumben kau terlambat?" sindir teman sebangkunya itu.

Kyungsoo mengangkat bahu, meletakkan tasnya di atas meja untuk mengeluarkan buku pelajaran. Terlalu malas menjawab pertanyaan Jongdae, murid spesialis teknik vokal itu memang terkenal dengan sikap ikut campurnya, dan Kyungsoo tak menyukai itu.

"Come on, aku hanya bertanya," Jongdae mendesah pasrah tak mendapati respon.

Kyungsoo mengedarkan pandangannya keluar, mengamati suasana di luar gedung sekolah tampak lebih menyenangkan daripada mendengarkan sejarah musik yang menurutnya tak praktikal. Bagaimana musik terbentuk, aspek sosial budaya yang memengaruhi, serta cara pandang masyarakat tentang musik itu sendiri terdengar begitu membosankan menurutnya.

Ide dan jiwa bermusik itu tumbuh pada masing-masing individu layaknya nyawa yang terlahir bersama raga. Tak mampu menuntut sebuah alasan tentang mengapa kau begitu mencintai musik, meski tujuan dan pencapaian yang ingin kau dapati melalui ajarannya memiliki definisi yang berbeda-beda.

Bagi Kyungsoo kecintaannya terhadap musik diibaratkan seperti DNA yang menyusun tiap sel terkecil dari tubuh. Tidak hanya tumbuh bersama, pun menggambarkan sifat dan kepribadian layaknya sebuah jati diri. Seperti mentari yang tengah membagi terik, irama kekuatan dan kehangatan pun terpancar; layaknya embusan angin yang tengah bertarung dengan keringnya atmosfir, menyuarakan ketangguhan dan perjuangan lewat kehadirannya. Anda saja Kyungsoo dapat menangkap suara-suara itu, ia akan menciptakan melodi darinya.

"What is the oldest known piece of music? " Guru Kang menyelipkan satu pertanyaan di tengah-tengah penjelasan. Mengedarkan pandangan ke penjuru kelas untuk mendapati seseorang tak mendengarkanya sedari tadi. "Tuan Do, bisakah kau membantuku untuk menjawab pertanyaan tadi?"

Jika saja Jongdae tak menyikut lengan pemuda yang tengah sibuk memandangi suasana di luar kelas, Guru Kang yakin Kyungsoo tidak akan mengalihkan perhatiannya ke depan.

"Ah, maafkan aku, Guru Kang. Bisakah Anda mengulangi pertanyaan Anda?" terperanjat membuat suaranya terdengar gugup.

"Itu artinya kau tidak mendengarkanku sejak tadi?"

Jawaban Guru Kang membuat Kyungsoo tak percaya diri. Untung saja Jongdae berinisiatif menuliskan pertanyaan itu di atas kertas dan menunjukkan kepadanya. Manik mata menangkap cepat, berdeham ia untuk mulai menjawab pertanyaan itu.

"Hurrian Hymn No.6 dikatakan sebagai melodi pertama yang diciptakan pada awal abad keempat belas sebelum masehi. Pujian bagi Dewi Nikkal yang ditulis oleh bangsa Hurri kuno ini ditemukan pada tahun 1950 di reruntuhan kota Ugarit di Siria."

"Good answer, Tuan Do. Saya harap Anda lebih memperhatikan ke depan kelas."

Kyungsoo menunduk sebagai permintaan maaf, menghela napas sedikit lebih lega. Setidaknya ia tidak mengecewakan Guru Kang dan dapat menjawab pertanyaan itu dengan baik.

Days of SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang