07

573 98 1
                                    

Dua tiga sekaan pada meja di sudut restoran menjadi tugas terakhirnya hari ini. Jieun menghela napas lega, membawa beberapa tumpuk piring kotor ke dapur. Meletakkannya ke dalam bak cuci untuk ia kerjakan, tetapi tekukan hidung dan gelengan kecil sang pemilik restoran menghalanginya. Nyonya Jung terlalu baik sebagai seorang bos, tak ingin Jieun melakukan pekerjaan secara cuma-cuma jika saja jam kerjanya telah berakhir hari ini.

"Kau berhak pulang awal dan beristirahat lebih cepat hari ini. Taeoh bilang brosur untuk promosi menu baru kita akan selesai besok. Jadi tidak ada  lembur," jelas Nyonya Jung.

Jieun tersenyum, membalas kabar baik itu dengan menunduk hormat. Berpamitan ia sebelum meninggalkan dapur menuju ruang ganti. Pulang lebih awal itu artinya ia bisa mampir ke pasar untuk membeli bahan makanan untuk malam ini.

"Kira-kira Jisu ingin makan apa, ya?" bergumam sendiri, Jieun pun langsung mengeluarkan ponselnya. Pukul lima sore sekiranya jika Jisu tak memiliki kelas tambahan atau latihan tari pasti adiknya akan merespon. Mengeluarkan ponselnya dengan semangat, gadis berambut ikal itu pun segera menulis pesan untuk sang adik.

From: Jieun
To: Jisu

Menu apa yang kau inginkan untuk makan malam?

Satu menit setelah pesan terkirim baru ia mendapat balasan.

From: Jisu
To: Jieun

Ada latihan tari, aku akan pulang terlambat.

Sedikit kecewa, tetapi Jieun memahami itu. Bangga karena semangat belajar sang adik yang menggebu. Menyampirkan tas miliknya ke atas pundak ia pun berjalan keluar ruang ganti. Makan malam sendirian seperti ini sudah terlampau biasa. Meski ia berharap suatu hari nanti keduanya bisa makan malam bersama seperti dulu, layaknya keluarga kecil yang bahagia.

"Sudah mau pulang?" suara ramah Taeoh menghentikan langkah Jieun.

Gadis itu tersenyum ke arah putra pemilik restoran. "Iya, Kak. Tidak ada lembur, jadi Bibi menyuruhku pulang lebih awal.

"Kalau begitu hati-hati."

Jieun menunduk, memutar badan menuju pintu keluar. Kurang tiga langkah saja ia mencapai pintu, gadis itu tiba-tiba teringat sesuatu. Membalik tubuhnya cepat, Jieun tersenyum canggung ke arah putra sang pemilik restoran. "Kak Taeoh, bolehkah aku meminta tolong?"

Taeoh mengangguk mendengarkan.

"Aku berhutang seratus ribu won kepada seorang teman, dan berjanji membayarnya dengan kupon ayam goreng. Sepuluh ribu won tiap harinya. Jika Kakak tidak keberatan, bisakah Kakak membantuku memberinya kupon pengganti senilai sepuluh ribu won jika ia datang kemari? Kakak potong saja dari gajiku bulan depan."

"Siapa nama temanmu itu aku akan mencatatnya?"

"Namanya Do Kyungsoo, murid Seoul Multi Art School."

Taeoh mengangkat alis. "Oh, murid sekolah ternama?" ejanya sedikit menggoda.

"Aku hanya ingin menepati janji."  Jieun menekuk hidung, terpaksa membuat putra pemilik restoran terkikih.

"Baiklah, aku tidak akan menggodamu dan untuk kuponnya akan kuberikan secara gratis. Jadi tidak ada potongan gaji bulan depan, oke!"

"Ta-tapi, Kak!" Jieun mendulang protes. Namun, Taeoh bersikeras. Menyengir, berterima kasih untuk kemudian berpamitan pergi.

Langkah kecil tercipta, menyusuri tepian jalan hingga sampai ke tempat pemberhentian bus. Tak perlu menunggu lama hingga bus yang akan ia tumpangi akhirnya tiba. Mengambil duduk di sisi jendela kaca, Jieun menatap pemandangan luar dengan senyuman kecil. Sunshine Fried Chicken terlihat samar dari tempatnya duduk. Meski tak menghasilkan banyak, ia bersyukur mendapatkan pekerjaan di tempat itu.

Days of SunshineWo Geschichten leben. Entdecke jetzt