08

510 93 2
                                    

Satu kedipan lampu, begitu ibaratnya hari berganti. Terlalu cepat ketentuan alam merubah suasana dengan satu petikan saja. Pijar terputus menyingsing datangnya pagi, menyerah pada sesungguhnya sang pemberi terang. Satu senyum simpul tercipta pada ujung bibir, tak kalah hangatnya dengan mentari pagi yang tengah merangkak tinggi.

Meraba permukaan kaos berwarna merah muda, potret hitam putih model perempuan bergaya vintage terpajang di tengah sebagai hiasan. Jieun menarik napas panjang, memasukkan lipatan kaos itu kembali ke dalam tas kertas kecil. Satu catatan ia selipkan di dalam, berharap pemberian tak seberapanya ini menyulut satu semangat di hati sang adik.


Mendekati ujian akhir semester hampir setiap hari Jisu menghabiskan waktunya untuk berlatih menari di sekolah dan selalu pulang larut. Mereka semakin jarang bertemu karena Jieun harus bekerja shift malam di mini market. Pagi hari pun tak memberi kesempatan banyak untuk keduanya mengobrol. Bukan karena waktu yang terus mengejar, tetapi Jisu yang terkesan menghindari interaksi itu.


Jieun menyalahkan dirinya sendiri, bekerja keras bukan berarti ia tak peduli. Ingin lebih memperhatikan dan menyemangati sang adik menjadi tujuan utamanya sebagai pengganti orang tua. Namun, rasanya ia kurang mampu menjalankan keduanya secara bersamaan. Andai saja Jisu mau membuka hati, maka Jieun tidak akan sekhawatir ini.

Menyeret langkah mendekati pintu kamar sang adik, Jieun menggantungkan tas kertas tadi di gagang pintu. Tersenyum ketika ia menunduk dan memperhatikan penampilannya sendiri, meski berbeda warna tetapi ia pun mengenakan kaos yang sama. Tak sengaja menemukannya di etalase sebuah toko saat perjalanan pulang kemarin sore, membuat Jieun bersemangat membeli dua buah kaos dengan model yang sama. Terbesit satu impian kecil untuk keduanya menghabiskan waktu bersama layaknya seorang kakak adik.


"Fighting, Jisu-ya!" lirihnya sebelum meninggalkan pintu, tak ingin memanggil ataupun mengetuk kamar sang adik karena ia tahu Jisu tengah terlelap. Hari Sabtu seperti ini adalah kesempatan bagi adiknya untuk tidur lebih lama, toh ia akan tetap berangkat ke sekolah untuk berlatih.

Pintu tertutup rapat meninggalkan sunyi, tersahut kemudian oleh suara pintu terbuka dari salah satu kamar. Rupanya Jisu telah terbangun sedari tadi. Namun, sepertinya gadis itu menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari kamar. Menguap kecil, sisa kantuk terboyong lewat langkah kaki malas. Jisu membuka pintu kamarnya, bermaksud menuju ke kamar mandi untuk bersiap. Perhatiannya tercuri oleh satu tas kertas kecil yang tergantung di gagang pintu.



Mengerutkan dahi, gadis itu meraih tas tersebut dan mengeluarkan isinya.

Berlatihlah dengan semangat! —Jieun

Jisu menghela napas, terpejam kedua kelopak matanya saat melakukan itu. Membayangkan senyum bodoh di wajah Jieun jika saja sang kakak berkesempatan memberikan hadiah kecilnya ini secara langsung, yang pada akhirnya menciptakan satu dilema di hati kecilnya sendiri lagi dan lagi. Jisu membenci semua sifat kebaikan itu, bagaimana Jieun terus bertanggung jawab kepadanya membuat Jisu marah. Marah tidak hanya kepada sang kakak, tetapi pada dirinya sendiri.

"Mengapa kau selalu bersikap baik!" Meremas catatan kecil itu, Jisu melemparnya frustasi ke lantai.

***

"Separuh ayam goreng pedas dan separuhnya lagi rasa original, jangan lupa mozzarella sticks, tteokbokki, jus jeruk untuk Heyul, dan lemon soda untukku. Terima kasih, Soo!"

Kyungsoo berdecih, terdengar seperti seorang pelayan restoran ia sekarang. Sehun dan segala kecintaannya akan makanan cepat saji memang tak bisa ia tolak, terlebih jika Heyul tengah bersamanya sekarang. Menutup panggilan telepon dari sang sahabat, Kyungsoo bergegas beranjak dari ranjang untuk bersiap. Ia telah berjanji kepada Sehun untuk melihat latihan tari mereka hari ini. Itu sebabnya Sehun memesan beberapa makanan untuk ia beli, dan sialnya Sehun malah meminta ayam goreng dari Sunshine Fried Chicken.

Days of SunshineWhere stories live. Discover now