21

353 81 5
                                    

Kyungsoo tak tahu berapa lama ia menghabiskan waktunya di rumah duka ini. Yang jelas ketika pemuda itu membuka kedua matanya kembali ia merasakan singgungan kecil di lengannya, usapan lembut di puncak kepalanya, serta suara hangat yang terdengar khawatir.

"Paman Shin ..." lirihnya saat mengangkat kepala. Tahu betul pasti pelayannya yang satu itu merasa cemas dan mencarinya ke tempat ini. Namun, dugaannya salah. Justru paras khawatir Nyonya Do-lah yang datang menyambut. "Ma-ma?" lirihnya memfokuskan pandangan.

Nyonya Do tersenyum kecil, kembali mengelus lengannya pelan. "Tidak baik tertidur di lantai, kau bisa sakit. Ayo bangun dan kembali ke dalam."

Semua terlihat jelas sekarang ketika pandangannya tak lagi mengabut, Kyungsoo melihat kepedulian itu. "Bagaimana Mama tahu aku ada di sini?"

"Aku tahu kau selalu datang kemari saat bersedih. Minho menceritakan semuanya padaku, Kyungsoo. Maafkan Mama, selama ini ternyata Mama-lah yang menjadi alasannya." Do Mirae menangkup wajah sendu putra keduanya, untuk pertama kalinya semenjak Kyungsoo datang ke rumah ini perempuan itu berani menunjukkan perhatiannya secara langsung. "Kau mau memaafkan Mama, 'kan?"

Kyungsoo mengangguk kecil, menjawab pertanyaan Mirae dengan berhambur ke arahnya dan memeluk perempuan itu erat. "Maafkan aku juga. Maafkan aku, Mama Mirae," pintanya kembali tersedu.

Mirae pun tak sanggup menahan kesenduannya sendiri. Sepuluh tahun ia menahan perih dan angkuh, dan hari ini ia menunjukkan sisi lemahya untuk Kyungsoo. Membalas pelukan pemuda itu erat dan ikut menangis bersamanya.

Maafkan aku Minjoon-ah, Sooyoung-ah, lirihnya dalam hati, pandangan tertuju pada sepasang foto yang tepajang di dalam lemari duka.

***

Hari berganti, memulai tak hanya lembaran kisah baru, pun lembaran hati yang kembali memutih. Seolah rumitnya kisah pahit yang sempat tertulis penuh di sana menghilang, terhapus oleh sikap penerimaan dan rasa peduli.

Kyungsoo menuruni anak tangga dengan penuh semangat, tak terlalu siang ataupun terlalu pagi pemuda itu memulai hari. Senin datang dengan membawa tantangan, ujian akhir semester yang harus ia perjuangkan semaksimal mungkin. Kali ini bukan untuk memuaskan seseorang, tetapi untuk menghargai dirinya sendiri.

"Selamat pagi Mama, Kak Minho ..." sapanya begitu ia sampai di ruang makan, mendapati Minho dan Mirae telah menunggunya sedari tadi.

Begitu ketiganya berkumpul, Bibi Jang dan Bibi Shin pun memulai tugasnya. Menata sarapan pagi mereka.

"Bersemangatlah, tetapi ingat jangan terlalu terburu-buru saat mengerjakan hanya karena kau ingin keluar lebih cepat dari yang lain," cuit Nyonya Do menghimbau.

Kyungsoo tersenyum, mengangkat kedua bahunya pamer. "Teman sekelasku tidak akan heran, bahkan para guru sekalipun, aku sudah terbiasa melakukan itu."

"Itu karena kau ingin mereka menganggapmu pintar." Minho menekuk hidungnya, mengejek sang adik karena jawaban itu.

"Yah, itu karena aku memang pintar. Jangan beepura-pura tidak tahu kalau Kakak selalu mendengar pujian Guru Kang tentangku setiap hari," bantah Kyungsoo tak mau kalah.

Di ujung meja Nyonya Do pun tersenyum kecil. Sarapan pagi yang biasanya hanya didominasi dengan suara peralatan makan dan obrolan kaku kini terlihat lebih ceria. Dalam hati ia bersyukur sekaligus menyayangkan, mengapa seorang ibu sepertinya tak mau membuka hati lebih awal.

"Aku akan berangkat dengan Kak Minho, Paman Shin libur hari ini." Kyungsoo berpamitan dengan sang ibu, mencium kedua pipinya sebelum berangkat.

Nyonya Do tersenyum hangat, melambaikan tangannya ketika Kyungsoo menyusul Minho ke dalam mobil.

Days of SunshineWhere stories live. Discover now