20

339 71 0
                                    

"Itu karena kau meninggalkanku!"

Rasanya seperti meniti lorong waktu, kembali ke masa lampau ketika ia mendengar pernyataan sang adik. Bukan delapan belas tahun Do Kyungsoo yang ia lihat di hadapannya sekarang, tetapi Kyungsoo yang kembali berumur delapan tahun. Kyungsoo yang terlihat takut dan memohon, meminta padanya untuk tetap tinggal.

"Aku bahkan tidak memiliki seseorang untuk mengadu setelah kau pergi."

Minho ingat betul pertama kali Kyungsoo datang ke rumah ini setelah kecelakaan naas yang terjadi. Sepuluh tahun yang lalu masih terlalu kecil untuknya memahami mengapa ayah dan ibunya tak tinggal bersamanya di rumah besar ini. Mengapa ia harus mengakui perempuan lain sebagai ibunya, pun kehadiran Minho sebagai sosok seorang kakak, Kyungsoo tak memahami itu.

Awalnya Minho begitu membenci rencana sang ayah mengajak istri kedua dan juga putranya tinggal di rumah mereka. Remaja berumur lima belas tahun sepertinya paham betul pelik yang tengah menimpa hubungan kedua orang tuanya. Bagaimana sang ayah mencintai perempuan lain dan memiliki seorang anak, Minho sangat mengutuk perbuatan itu.

Akan tetapi malam itu Kyungsoo datang membawa duka, memeluk tubuh mungilnya sendiri di salah satu sudut ruangan seraya tersedu. Minho yang tak sengaja menemukan bocah malang itu pun menghampiri, dan menanyakan siapa namanya.

"Do Kyungsoo." Minho ingat betul bagaimana mata bulat berkaca-kaca itu menatapnya dan betapa lirih suaranya karena ketakutan. Tanpa ia sadari pun hati kecilnya merapuh, hancur oleh iba yang tersaji di depan mata. Sebenci apa pun ia terhadap sang ayah, Kyungsoo tetaplah adik kandungnya sendiri. Bagaimana mungkin Minho memilih untuk tidak peduli ketika bocah kecil itu tidak lagi memiliki siapa-siapa lagi selain ia dan keluarga ini.

"Namaku Kak Minho." Mengulurkan tangan, ia pun mulai memperkenalkan diri.

Isak bocah itu meluntur barang sedikit, sesenggukan masih menghiasi di tiap selang waktu. Mendengar nama yang tak asing, ia pun kembali mengingat pesan ibunya. "Kak Minho dan Mama Mirae? Mama Soo bilang, Soo harus menyayangi mereka seperti Soo menyayangi Mama dan juga Papa," ujar bocah itu polos, berhambur ke arah Minho untuk memeluknya erat.

Minho terkesiap, membalas pelukan bocah itu dan membawanya ke dalam gendongan. Nyatanya bukan hanya dirinya yang kehilangan seorang ayah, tetapi juga Kyungsoo. Mengusak punggung bocah itu lembut, Minho berjanji untuk menjaga dan menyayangi sang adik.

"Jangan takut ataupun bersedih, Kakak akan selalu bersamamu."

.

.

.

.

"Kau mengingkari janjimu," Kyungsoo mencurahkan isi hatinya lagi, "kau tidak bersamaku ketika kau tahu Mama tidak pernah menyukai kehadiranku di rumah ini sejak awal."

"Bukan seperti itu!" Minho ingin meneriakkannya. Bukan keinginannya untuk meninggalkan Kyungsoo sendirian. Namun, mengikuti kemauan sang ibu untuk menuntut ilmu di Negeri Paman Sam menjadi sebuah keharusan baginya, ditambah tuntutan sebagai penerus bisnis keluarga yang akan ditanggungjawabkan padanya nanti.

"Aku pikir kau akan baik-baik saja. Kau sudah cukup besar dan bahkan tak menangis saat aku berpamitan denganmu. Itu sebabnya aku tak begitu mengkhawatirkanmu lagi, dan memutuskan untuk fokus belajar. Setiap kali aku menanyakan kabarmu kepada Mama ataupun Paman Shin, mereka bilang kau mulai menyukai musik dan sibuk bermain violin. Aku begitu senang mendengarnya karena akhirnya kau menemukan hal yang kau sukai."

"Hahaha," Kyungsoo tertawa kecut. Menjaga tatapan dinginnya untuk mengejek binar hangat pada manik mata sang kakak. Lucu sekali putra kebanggaan keluarga Do ini terdengar, terlalu sempurna membuatnya begitu naif dan buta akan hal-hal tertentu. "Tak sehebat dirimu, dan tetap saja Mama tidak akan pernah bangga kepadaku. Itu sebabnya aku belajar dengan keras dan berlatih setiap hari. Meski tidak secemerlang dirimu, setidaknya aku mencintai apa yang kulakukan sekarang, dan berusaha memberikan yang terbaik. Untuk menjaga nama baik keluarga, dan untuk tidak mempermalukan kalian."

Days of SunshineWhere stories live. Discover now