19

327 74 0
                                    

Perpaduan es krim vanila dan cokelat dengan isian potongan buah ceri bertabur bubuk cokelat hitam pekat tak menjadikan tratufo favoritnya terlalu manis. Kyungsoo menikmati itu, terlebih saus stroberi kesukaannya seolah menjadi highlight dari hidangan penutup mereka malam ini. Bahkan pemuda itu meminta kepada Bibi Shin untuk memberikannya scoop ketiga. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menikmati tratufo rumahan seperti ini.

Di ujung meja seseorang nampak mengangkat sudut bibir menyaksikan kegembiraan itu. Nyatanya hal kecil seperti menikmati es krim kesukaan cukup menjadi alasan untuk putra keduanya itu tersenyum. Nyonya Do menghela napas pelan, bersyukur mendapati Kyungsoo kembali mengikuti makan malam di rumah.

Meski ia tidak pernah menunjukkan perhatiannya secara langsung dan lewat tindakkan yang besar, perempuan bermarga Do itu tidak pernah lupa akan hal-hal kecil seperti ini, bahkan ia selalu meminta Bibi Shin untuk menyiapkan hidangan penutup kesukaan Kyungsoo.

Suasana makan malam berjalan cukup menyenangkan, ini pertama kalinya Kyungsoo tidak harus mengepalkan tangan seperti biasanya. Pun menahan ekspresi wajah dan mengendalikan emosi akan obrolan-obrolan kecil yang berujung menyudutkan pemuda itu.

Entah karena pasta fettuccini atau ayam parmesan buatan Bibi Shin yang kelewat gurih mencairkan atmosfer pahit yang biasa membungkus suasana kebersamaan di rumah ini, atau mungkin sikap Nyonya Do yang sedikit melembut bak tekstur tratufo, juga kata-katanya yang terdengar lebih manis seperti saus stroberi.

Menyelesaikan jamuan makan malam, Kyungsoo pun kembali ke kamarnya untuk meneruskan kegiatannya yang lain. Mengambil istirahat sejenak menjadi agenda, begitu pun merebahkan diri di atas ranjang untuk beberapa putaran menit. Menatap langit-langit kamar seraya merenung.

Haruskah ia menuruti saran Lee Jieun? Berbicara dari hati ke hati dengan sang ibu ataupun kakak. Terus menatap lurus, polosnya dinding langit-langit tak bertindak ajaib dengan menuliskan jawaban untuknya. Hanya pancaran sinar dari kristal-kristal lampu gantung berkelip teratur membiaskan sekelumit aurora, pantulan spektrum warna yang diciptakannya seolah meminta pemuda itu untuk mengikuti kata hati.

Menghirup napas pelan, akhirnya ia memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur, menyeret langkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin setelah ini ia akan pergi menemui sang ibu.


***


Berbalut piyama nyaman Kyungsoo meninggalkan kamar tidurnya. Alas kaki berhiasakan kepala beruang grizzly dari tokoh animasi We Bears menemani langkahnya menuju ruang kerja Nyonya Do. Tak terlalu berat seretan tapaknya di atas lantai kayu, pun suara langkah yang tercipta. Namun, tetap saja jantungnya berdegup kencang, lidahnya mulai kelu, dan juga kedua tangannya yang membasah.

Apa keputusannya ini benar? Melakukan konfrontasi damai demi memerdekakan hati dan pikirannya sendiri. Kyungsoo menarik napas dalam, mengangkat kepalan tangan kanannya untuk mengetuk pintu, tetapi suara langkah kaki dari belakang menggagalkan rencana itu. Menoleh ke belakang, ia mendapati Minho berdiri di sana.

"Kau ada keperluan dengan Mama?" tanya Minho penasaran.

"Aku ingin membicarakan sesuatu hal penting dengannya." Kyungsoo menarik tangan dan berbalik, memusatkan perhatiannya kepada sang kakak. Seolah mengetahui sesuatu, putra pertama keluarga Do itu menampilkan wajah khawatirnya seperti biasa. Namun, kali ini Kyungsoo tak merasa begitu sebal.

"Boleh Kakak berbicara denganmu?"

Kyungsoo terdiam, tatapannya mengutarakan maksud.

"Ini penting, kurasa sekarang saat yang tepat untuk memberitahumu yang sebenarnya."

Days of SunshineWhere stories live. Discover now