5 ➵ kami?

7.3K 1.2K 129
                                    

AKU DAN KAMU JADILAH KAMI~

[]

Senin yang indah. Pak Changwook dengan jiwa pamernya sedang membagikan keychain dengan boneka dari Taman Safari. Gue yang kena imbasnya. Terpaksa gue dan Bobby—office boy kantor kesayangan Pak Changwook—menggotong kardus-kardus itu ke lantai dan bilik para karyawan.

Saat gue bertanya kenapa harus bagiin satu persatu, Pak Changwook beralasan sekalian mantau. Padahal kantor ini punya tujuh lantai.

IYA, PAK. SILAHKAN. JANGAN LUPA PENGOBATAN KAKI DAN TANGAN GUE YANG MAU PATAH.

Gue menghela napas berkali-kali. Gue mengutuk high heels gue. Sementara Pak Changwook masih sibuk tebar senyuman.

"Makasih, Pak." Salah satu karyawan berujar senang. Seinget gue namanya Sana.

"Sama-sama. Saya kemarin Jumat baru dari Taman Safari, anak bungsu saya pengen lihat kuda nil katanya," jelas Pak Changwook.

Gue berteriak dalam hati, GA NANYA PAK, SUMPAH.

"Oh, yang ganteng itu, Pak?" Momo di seberang menimpali.

Pak Changwook mengangguk bangga. "Iya. Anak saya ganteng semua. Yang bungsu itu Jeno."

GA NANYA PAK, SUMPAH.

"Yang songong itu Jaehyun," gumam gue sepelan mungkin.

"Apa, Roseanne?" Pak Changwook bertanya ke gue yang memeluk kardus dengan tenaga yang hampir mampus.

"Enggak, Pak. Kucing terbang tadi lewat," jawab gue dengan senyum lebar yang sangat fake.

"Ga usah mengada-ngada kamu, Roseanne."

Gue meneguk ludah kasar. Gue melirik singkat ke arah Bobby yang nahan tawa. "Maap, Pak. Tapi mendingan kucing terbang daripada kuda nil terbang, Pak. Resikonya lebih kecil."

Pak Changwook tertawa datar. "Gak lucu, Ferguso."

Gue memutar mata sebal, apalagi saat mendnegar tawa lepas Sana, Momo, dan Bobby. "Jangan sok gaul, Pak. Plis. Inget umur."

"Kurang ajar. Udah, lanjut! Itu si Ajung belum dapat. Kasihin, Bobby," perintah Pak Changwook ke Bobby. Gue mengernyit dan mengikuti arah telunjuk Pak Changwook mengarah.

Dengan tawa tertahan gue mengoreksi, "Jungkook, Pak. Bukan Ajung."

[]

Gak ada hal menarik setelah gue sampai rumah. Hanya Jihyo yang belum pulang. Eunha mandi, Lisa duduk santai di depan TV—menonton acara gosip favoritnya.

"Gak nyangka gue. Liat deh, Ci. Masa mereka putus coba? Padahal baru kemarin jadian, kan? Ga ngerti lagi gue sama artis," komentar Lisa, sebelas dua belas dengan emak-emak komplek.

"Mereka jadian udah setahun, Lis. Wajar aja putus," kata gue dan meneguk segelas air di dapur. Dapur dan ruang tengah memang berdekatan, hanya dibatasi lemari yang kami fungsikan jadi meja juga.

"Yaa, tetap aja sebentar," bantah Lisa keras kepala.

Gue mendecak kesal. Gak lama, Eunha keluar kamar mandi dengan rambut cepol khas-nya.

"Tumben pulang, Ci," ujar Eunha pendek saat melihat gue mainin gelas di meja dapur.

"Serasa Bang Toyib gue." Gue berdecih dan duduk di sofa, ikut Lisa menonton acara gosip.

"Kan lo wanita karir. Si Jihyo kesambet apa coba, jam segini belum pulang." Eunha sibuk mengoceh, Lisa juga. Gue sendiri yang diam.

Gue memang pekerja kantor sendiri di antara kami berempat. Eunha ngurus kafe Mamanya bareng temennya—Umji. Lisa freelancer graphic designer, sekaligus hacker kalau dia mood. Jihyo fashion designer untuk online mall.

Intinya, gue sendiri yang lembur.

Lisa masih heboh dengan acara gosipnya. Kini, Eunha nimbrung.

"Ci, gue laper. Lo mau masak atau gue delivery aja?" Lisa akhirnya beranjak dari duduknya dan menanyai gue.

Gue mengedikkan bahu. "Delivery. Eunha gimana?"

"Gue gak mungkin masak, Ci. Ayam geprek aja, Lis," sahut Eunha tanpa mengalihkan pandagan dari TV.

Lisa mencebik. "Gak. Gue kemarin ke kamar mandi dua belas kali gara-gara ayam geprek! Mana bau banget lagi!"

"Jorok lo!" seru gue rada sebel.

Lisa nyengir. Dia kembali sibuk dengan ponselnya. "Pasta? Gimana?"

"Sip! Gue lasagna!" Eunha yang nyaut.

Gue mengedikkan bahu. "Spaghetti, not bad. Tapi gue gak mau. Pesenin gue ramen aja."

Lisa mencibir. Tapi dia tetap memesankan ramen buat gue. "Btw, Ci, tadi gue liat lo bawa bungkusan. Makanan, bukan?"

Melihat wajah Lisa yang berseri gue melengos. "Bukan. Oleh-oleh dari bos gue. Dia liburan kemarin sama keluarganya. Inget, pas gue 'Jumat sibuk'? Nah, itu."

Eunha excited. "Paris? London? Berlin? New York?"

Gue berdecih dan memutar bola mata malas. "Taman Safari."

Eunha dan Lisa ber-'yaaah' panjang. Gue beranjak dari sofa. "Lo mau yang mana? Gue punya banyak keychain ama boneka, nih. Ada kuda nil, orang utan, gajah, paus, singa. Banyak juga. Lima, nih."

Lisa mengangkat sebelah alisnya. "For sure, kita punya banyak keychain dari nikahan temen pas kuliah. Numpuk di deket rak sepatu. Jual aja lagi."

"Dasar Mail," cibir Eunha dan menoyor kepala Lisa pelan.

Gue tidak memedulikan Lisa dan Eunha, gue membiarkan keychain hewan itu terletak sembarangan di sofa. Gue meraih ponsel dan membuka Instagram. Hal yang sama seperti sebelumnya gue lakukan—instastory checking, refreshing timeline many times, liking what everyone just posted, and commenting my besties. Gitu aja ulang-ulang.

"Ci, lo gak ada niatan pacaran apa?" tanya Lisa mendadak.

Gue mengangkat sebelah alis. "Enggak. Ngerepotin. Langsung nikah aja. Praktis."

Lisa mengangguk kecil. "Gak bosen apa?"

Gue menggeleng. "Lo juga, gak bosen apa pacaran?"

Lisa menggeleng langsung. "Ya, enggaklah! Pacaran itu seru, Ci!"

"Boros," komentar gue singkat. "Buang-buang waktu, buang-buang duit, buang-buang perasaan."

"Lo sama Jaehyun gimana?" Eunha menyahut.

Gue mencebik. "Temenan doang, elah."

"Mana ada temenan jalan pas satnight," cibir Lisa dan mengalihkan pandangannya ke TV.

"Ya, terserah kami, dong! Emang jalan pas satnight harus buat yang pacaran?" Gue menolak seluruh pernyataan Lisa.

"CIE~ KAMI~"

"AKU DAN KAMU JADILAH KAMI~"

Untungnya sebelum gue sempat meladeni mereka bel rumah berbunyi. Gue yang segera berdiri dan bilang, "Gue aja yang ambil makanannya. Lo pada, silahkan bacot."

Mereka terkikik dan gue berjalan ke pintu utama. Gue membuka pintu.

"Loh, Jaehyun?"

[]

aku merasa ini garing kriuk krez

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Where stories live. Discover now