7 ➵ setengah setan

6.7K 1.1K 74
                                    

Sekalinya ketemu cowok malah yang setengah setan.

[]

"Loh, Jaehyun?"

Gue bertanya terkejut bercampur sedikit kesal. "Kok lo yang dateng?"

Senyum lebar Jaehyun luntur seketika. "Memangnya siapa yang mau dateng?"

"Seharusnya bukan lo!" Gue merengut kesal. Ini semua di luar dugaan gue. Ini jelas merusak ekspektasi makan ramen. Otak gue jadi ramen kalau ketemu dia, mah!

"Pacar lo yang mau dateng?" tudingnya dengan alis bertaut.

"Dih, ya kali gue pacaran sama driver Grab!" seru gue masih dengan pintu setengah terbuka dan kepala gue nyempil.

"Ooo, lo nunggu driver Grab? Mau makan, ya? Nih, gue bawain pizza! Tiga boks! Kurang baik apa coba?" Jaehyun tersenyum lebar dan mengangkat tiga boks pizza.

Gue berdecih. "Emang lo gak baik! Ngapain juga lo ngasih pizza ke gue? Sedekah?"

Jaehyun terkekeh pelan. "Emang niatnya mau sedekah. Gue seharusnya ngasih pizza ini ke temen gue. Tapi dianya mendadak gak bisa, jadi kita gak jadi ketemuan. Berhubung your home is the nearest one, jadi gue ke sini. Jadi, pizzanya diterima gak, nih?

Gue menatap Jaehyun sinis dan mendeteksi kebohongan di kata-katanya. Gue akhirnya berkata, "Ya udah, siniin pizzanya!"

Jaehyun tersenyum puas dan menyerahkan pizza itu ke gue. Gue menerima pizza itu sesaat. "Makasih!"

Saat gue mau menutup pintu, terdengar Jaehyun menahan. "Eh, eh! Rose, tunggu!"

Gue berdecak dan membuka pintu lebih lebar. "Apa lagi? Sedekahnya kurang?"

Jaehyun tersenyum—senyum wae daritadi, bosen gue. "Gue gak diajak masuk?"

Gue menautkan alis. "Lo mau sedekah apa bertamu, sih?"

"Dua-duanya," balasnya dengan wajah dosa dan cengiran. Gue menghela napas panjang dan mempertimbangkan segala kemungkinan buruk yang terjadi.

Gue mendadak khawatir. Apa kalau dia masuk rumah gue bakal retak? Akankah berkemungkinan terjadi gempa? Atau cicak di rumah gue bakal kerasukan berjamaah?

Secara dia hina dan jelmaan setan, kan.

Akhirnya gue membuka pintu lebar. "Masuk. Jangan banyak tingkah lo! Kalau terjadi apa-apa, tanggung jawab!"

Jaehyun menatap gue datar. "Elah, emang gue mau ngapain, sih! Gak boleh galak-galak sama orang ganteng."

"Muka mirip papan cucian aja bangga!"

[]

Gue membiarkan Jaehyun duduk di ruang tengah. Gue meletakkan pizza di depan manusia jelata bernama Lisa dan Eunha. Mereka dengan jiwa centil, tanpa gue suruh langsung berkenalan. Jaehyun sibuk tebar pesona. Gue menghela napas lelah berkali-kali.

Bel rumah berbunyi lagi. "Itu makanannya! Ha, ambilin!" perintah Lisa pada Eunha yang memang dekat dengan pintu.

Eunha hampir berdiri, namun Jaehyun bergerak lebih dulu. "Biar gue aja."

Lisa langsung menampik. "Gak usah, biar Eunha. Ha, cepetan!"

Jaehyun menggeleng lagi. "Biar gue." Lalu cowok itu melesat ke pintu utama dan mengambil pesanan. Gue melirik sekilas, dia ketawa-ketawa kecil dengan driver Grab (gue yakin dia sedang pencitraan ke bapak itu, cuih).

Jaehyun balik dengan dua plastik di tangan kanannya. "Nih, pesenannya."

Lisa sumringah. "Makasih banyak ya, Jae. Ha, uangnya!"

Eunha berdecak kesal. "Gue terus ya, Lis. Serasa babu!" Tapi gadis itu tetap merogoh kantong yang berisi uang patungan. Namun, gerakannya ditahan Jaehyun dengan kata-kata.

"Gak usah, biar gue aja. Gak papa, gue lagi pengin nraktir orang, nih."

Lisa dan Eunha tersenyum lebar. "Makasih ya, Jae! Gue dukung lo jadi sama Rose, deh! Gue restui!" Lisa berseru senang.

Gue memutar bola mata kesal. Gue menggumam pelan, "Setan kalau pencitraan ya gini."

Jaehyun yang mendengarnya melirik gue sekilas dan mengeluarkan seringainya. "Berbuat baik itu kewajiban semua manusia, Cantik."

Gue berseru kesal. "IDIH, LO KAN SETAN! DASAR FAKBOI!"

[]

Pukul 19.56

Gue sibuk mengeringkan rambut di depan cermin kamar. Sesekali gue mengecek HP yang berdenging ribut karena notifikasi grup.

Sampai akhirnya HP gue berdering, ada panggilan masuk. Gue mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang nelfon malam-malam.

Grumpma

Mama gue ternyata. Gue langsung mengangkat panggilan itu. "Halo, Mam?"

"Roseanne! Mau jadi anak durhaka kamu? Udah dua minggu gak ada ngasih kabar! Sesibuk apa sih, sampai Mama kamu lupain? Kamu mau lebaran pintunya Mama tutup? Apa perlu tol Jagorawi Mama tutup juga supaya kamu lupa beneran? Iya?!"

Gue menghela napas lelah. "Maaf, Mam. Akhir-akhir ini Oci lembur terus. Lupa ngasih kabar."

"Kamu masih di perusahaan suami Yoona, kan?" Terdengar suara cemas Mama dari ujung sana.

"Iya, Mam. Belum ganti, kok. Santai aja. Oci masih betah."

"Bagus, jangan ganti kerja mulu. Bosen Mama dengernya. Ngomong-ngomong, kamu kapan nikahnya?"

"Apa sih, Mam! Calonnya belum ada juga," protes gue kesal. Mama selalu aja bahas ini.

"Ya, dicari atuh, Ocii.... Gimana sih, kamu! Kamu mau jadi perawan tua? Jangan sampai atuh!"

Gue mendengus. "Mam, jangan doain yang aneh-aneh terus, dong! Tadi durhaka, sekarang perawan tua! Lagian, Oci belum setua itu. Oci masih dua puluh enam. Tunggu, tunggu, jangan bilang Mama niat ngejodohin Oci?"

"Ya, enggaklah! Males banget Mama nyariin jodoh kamu! Cari sendiri, udah gede juga. Kamu kenal dengan anaknya Yoona? Anaknya meni kasep semua, Ci."

Gue mendengus lagi, mengingat seluruh kejadian tidak menyenangkan yang ditimbulkan anak Bu Yoona itu. "Oci gak deket sama anaknya Bu Yoona. Gak kenal juga."

"Ya udah, hati-hati di sana. Cepetan cari gandengan. Lebaran dibawa ya, Ci. Mama tutup."

Gue menghela napas panjang saat terdengar bunyi 'tuut'—tanda panggilan berakhir. Nikah, ya? Ribet. Gue masih mau sendiri.

Lagipula, boro-boro punya pacar. Sekalinya ketemu cowok malah yang setengah setan.

Lelah juga ya bernapas.

[]

tidak pake revisi ini, semoga suka

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Where stories live. Discover now