15 ➵ sunset and rooftop

5.6K 1K 37
                                    

Apa gue termasuk orang itu juga?

[]

"Sekarang kita mau ke mana?" tanya gue ke Jaehyun. Kami berada di dalam mobil cowok itu. Setelah selesai makan di warteg, gue dan dia bener-bener kayak manusia gak punya tujuan hidup.

Jaehyun menoleh ke gue sekilas. Dia menghembuskan napas panjang. "Lo gak mau pulang sekarang, kan?"

Gue mengangkat sebelah alis. "Ini udah cukup sore untuk pulang. But your face.... Lo keliatan punya tujuan lain. Am I right?"

"Kalau lo mau pulang sekarang, jangan."

"Kenapa?"

"Karena gue masih mau sama lo. Lebih lama." Jawaban itu terdengar datar. Netra Jaehyun sepenuhnya memandang hiruk pikuk taman kota yang ada di seberang area parkir.

Gue terdiam. I have no idea mau bales apa.

"Lo punya rekomendasi tempat untuk ngeliat sun getting down?" tanya Jaehyun lagi. Dia menatap ke arah gue sekarang.

Gue menelan ludah gugup. "Iya. Ada."

"Di mana?"

"I-itu.... Rooftop kantor."

[]

Sunset terlihat jauh lebih indah dari atas. Gue sering melakukan ini, which is beberapa bulan terakhir lembur adalah teman dekat gue. Bedanya, sunset sebelumnya gue sendiri.

"Gue seneng hari ini, Oci," ucap Jaehyun dengan nada tenang, "makasih udah jadi temen gue."

"Kenapa lo mendadak jadi softboy? Cringe tau." Gue berusaha mensinisi tingkah Jaehyun.

Cowok itu terkekeh pelan. "Salah mulu gue. Tapi beneran, gue seneng hari ini. Makasih udah boncengin gue, makasih udah jatoh di depan gue, makasih udah nemenin gue makan di warteg, makasih udah ketawa, makasih udah jadi Oci, temennya Jaehyun."

Gue memutar bola mata malas. "Fyi, gue masih dendam tentang jatoh."

"Oci.... Itu bukan salah gue!"

"TERSERAH."

"Ngambek, ya? Gak papa. Gue satu-satunya harapan lo buat pulang gratis." Jaehyun mengeluarkan seringai liciknya.

"HEH. Gue gak ngambek. Males banget, ewh."

Jaehyun tertawa lepas. "Besok gue harus kerja. Aneh juga kalau diucapin ternyata. Apalagi dilakuin. Seorang Jaehyun memasuki dunia perkantoran. Hehehe."

"Besok akan terjadi bencana di gedung ini," tukas gue datar. Jaehyun malah tertawa. "Gue gak bisa bayangin kekacauan apa yang bakal terjadi kalau lo beneran gantiin Pak Changwook."

Tapi Jaehyun gak membalas pernyataan gue. Dia menoleh ke gue cukup lama. "Oci, mau tau rahasia gue gak?"

Gue mengedikkan bahu. "Kalau gak berfaedah gue ga mau denger."

Jaehyun merengut. "Yaahh... Padahal jarang-jarang lo gue mau bagi rahasia."

"Semerdeka lo aja, deh. Pusing gue."

Dia bersorak kecil. Aneh, ada gitu orang yang seneng rahasianya ketauan? Lupa, dia bukan orang. Dia setan yang untungnya ganteng.

"Gue sebenarnya ga mau masuk Bisnis. Tebak gue mau jadi apa?"

Gue mengangkat sebelah alis. "Mamang warteg?"

"Nggak gitu juga," dengus Jaehyun.

Gue mengedikkan bahu. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali. "Gak tau. Nyerah."

"Gue mau jadi dokter. Keren, kan?"

Gue mendengus. "Keren, ndasmu. Mau bunuh orang atau gimana, sih?"

Dia menatap gue dengan tatapan tak percaya—agak lebay. "Ini cita-cita mulia, Oci! Gue curiga sekarang yang gak punya hati siapa!"

Gue memutar bola mata jengah. "Secara gak langsung, lo menyatakan lo yang gak punya hati sejak dulu."

"Ck! Whatever, Roseanne. Gue mau jadi dokter, tapi Papa minta gue gantiin dia."

Menyadari air mukanya yang berubah, gue mulai menatap cowok itu prihatin. "Kenapa lo gak bilang keinginan asli lo? Lo gagal ngejar mimpi gitu aja...? Kenapa?"

"Karena gue udah cukup banyak ngecewain Papa. Gue bandel. Banget. Gue banyak ngecewain Papa. Padahal semuanya gue lakuin buat seeking his attentionI think, menuruti kemauan Papa akan membuat dia memandang gue lebih. Ternyata enggak, Papa sibuk. Selalu begitu.

"Tapi gue udah cukup besar. Gue gak mungkin being a rebel untuk menunjukkan gue gak mau jadi CEO. Gue udah cukup dewasa untuk tau apa yang harus gue lakuin. Nurut ke Papa, itu satu-satunya jalan supaya gue tetap di sisi Papa. Gue sayang dia, dia mau yang terbaik buat gue. Isn't it?"

Gue menatap lama wajah Jaehyun. Semua kenakalan, ketengilan, dan sifat-sifat setannya terasa gak ada. Dia terlihat innocent, tapi suram dan rindu mendalam di sana. Tatapan seseorang yang kesepian tapi berusaha tetap tertawa. Bahkan gue sekarang gak tega ngatain dia 'setan'.

He missed his papa.

Gue menghembuskan napas panjang. Tangan gue bergerak mendekat, hendak menepuk bahunya pelan. Tapi gue menurunkan jemari, urung melakukannya. "Lo kuat. Dan cukup bijak untuk menyikapi keadaan. Sebagai Oci, temennya Jaehyun... I'm proud of you, Dude."

Dia tertawa kecil. "Oci, temennya Jaehyun. It sounds cute. Selamanya gini, ya? Jadi temen gue. Kita senang-senang selamanya. No matter what. Bahagia. Oh ya, for your information, gue bakal tetap senang even ngabisin sehari penuh nemenin lo chat-an! Beneran!"

"Iya, iya, Temen! Gue percaya sama omongan lo, Temen!" Gue tertawa lepas. Rasanya menyenangkan, bisa bercerita, tertawa, dan sedih di saat bersamaan. Serasa gila, tapi gue suka.

Apa itu karena orang di samping gue? Gue menarik senyum tipis. Lalu nama itu menggema—Jung Jaehyun; manusia ngeselin yang berhasil memporak-porandakan hari-hari tenang gue.

Tunggu, dia bikin kekacauan di hidup gue. Artinya...?

"Eh, Jae, berarti... lo ngeselin karena seeking attention?" tanya gue perlahan. Dia mengangguk singkat. "Lo seeking attention supaya orangnya tetap di sisi lo? Memandang lo... lebih?"

Jaehyun mengangguk lagi. Gue menelan ludah kasar.

"Apa gue termasuk orang itu juga?"

[]

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang