23 ➵ nyaman

4.9K 952 114
                                    

untung lo udah masuk kategori 'nyaman'.

[]

Jemari Jihyo memeluk erat boneka lumba-lumba yang gue beli. Boneka lumba-lumba sebagai bayaran konsultasi yang (kayaknya) berpengaruh (agak) besar. Dengan riang, dia berucap, "Tumben banget ngasih beginian."

"Tes selanjutnya apa, Ji?" tanya gue tanpa basa-basi.

Jihyo melirik gue sekilas. "Berhasil lo?"

"I think so," jawab gue seraya mengedikkan bahu.

"Menurut gue, yang ini bakal lebih sulit." Jihyo mengelus kepala lumba-lumbanya.

"Sesusah apa?"

Jihyo menghela napas pendek. "Entahlah. Menurut gue, cinta itu tentang kebahagiaan orang yang kita cintai, walaupun ego kita bilang 'enggak' seribu kali; walau kita menolak tersakiti atas bahagia dia dengan orang lain. Saat akhirnya kita ikhlas memberi, itu cinta. Tapi, kalau mencintai tentang kebahagiaan kita sendiri, itu namanya obsesi."

Gue berucap patah-patah, "O-oke. T-terus?"

"Bilang ke dia, lo kenal dengan salah satu cowok akhir-akhir ini. Lo merasa nyaman dengan dia. Kalau Jaehyun merespon dengan nyuruh lo ngejar cowok itu, pertahanin Jaehyun."

Gue menggigit bibir bagian bawah. "Agak susah, ya?"

"Memang."

"I'll try." Gue menghela napas panjang. "Lo sendiri gimana? Lo keliatan ahli banget soal 'cinta'. Lo sama Daniel gimana?"

Jihyo malah cengengesan. "Putus, hehe."

"Loh, kok bisa?!"

"Bisa lah. Dianya suka ke cewek lain. Ya udah, gue minta putus." Jihyo menjawab enteng. Seolah-olah ditinggal cowok itu hal kecil seperti bersin.

"Lo kok gak cerita-cerita?" Gue sewot.

Jihyo tertawa kecil. "Lisa lagi sibuk sama project baru. Eunha lagi sibuk release cabang di Bekasi. Lo sibuk lembur. Kalau gue cerita juga.... Ngapain? Kita gak punya waktu banyak akhir-akhir ini. Hal kayak gini juga malah bikin nambah beban, kan?"

Gue menatap Jihyo lama. Bener-bener, ya. Kenapa dia bisa sekuat ini, sih?

"Gue yakin aja, Ci. Suatu hari nanti, gue bakal ketemu yang lebih baik kalau bisa melepas yang gak baik. Bener, gak?"

Gue langsung menarik Jihyo ke pelukan. Gue menepuk punggungnya lembut. "Kita temenan, Jihyo. Cerita. Jangan dipendem."

"Ci.... U-udah.... Udah lewat. Ga perlu diinget...."

Gue mengeratkan pelukan. Jihyo menyangkal kalau dia baik baik aja. Gue menolak, memintanya berbagi, walau itu cuma air mata.

Benar, sedetik kemudian yang terdengar hanya isakan dan bahu gadis itu mulai terguncang. Tangisan Jihyo setelah dua tahun berusaha menahan segalanya.

[]

"Mau ke mana?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja setelah gue selesai memasang seat belt di mobil Jaehyun. Cowok itu hanya melirik sekilas dan tersenyum simpul. Gue mengedikkan bahu dan memilih diam.

Musik mengalun dari radio di mobil Jaehyun. Suasana hening. Yang terdengar hanya napas berderu teratur dan mesin mobil yang terdengar halus.

"Oci, bisa nyanyi?"

Gue menoleh. "Hah?"

"Nyanyi. Bisa, gak?"

"Mungkin. Gue jarang nyanyi."

Jaehyun mengangguk singkat. Jemarinya mengetuk stir mobil seirama dengan musik. "Oci, mau ke mana?"

"Hah?"

"Jangan hah-heh-hah mulu. Lo mau ke mana?" Jaehyun bertanya dengan pandangan yang tetap fokus ke depan.

Gue mendelik. "Lo ngajak gue pergi tapi lo ga punya tujuan?"

"Iya."

"Dasar gila. Makan aja, gue laper." Gue membuka tas dan mengambil HP. Dengan insting yang bekerja dengan baik, gue bisa tau Jaehyun ngeliatin gue sesekali.

"Jae, gue lagi deket sama seseorang akhir-akhir ini. Seru tau orangnya." Gue berusaha kelihatan seneng. "Salah gak kalau gue merasa nyaman sama dia?"

Raut Jaehyun berubah. Jemarinya berhenti mengetuk stir, berganti jadi cengkraman kuat. "Salah dari mana? Nyaman sama orang gak salah. Lo berhak suka sama siapa aja. Kalau lo memang nyaman sama dia, pertahanin. Selamanya."

Gue mengangkat sebelah alis. "Oh ya? Kemarin lo marah gue sama sepupu gue? Sekarang kok enggak?"

"Karena dulu gue suka sama lo, gue mau lo suka sama gue juga. Sekarang gue sayang sama lo, kebahagiaan lo prioritas gue. Bahkan kalau itu bukan tentang gue, bukan karena gue." Jaehyun menjawab datar, pandangannya fokus ke depan.

Asal dia tau, sekarang jantung gue lagi ngadain konser dengan bunyi drum keras banget. Ditambah pipi gue yang kayaknya lagi nyetrika. Rasanya ada filter hati pink yang memenuhi mobil Jaehyun.

Fix, gue baper.

"Kalo boleh tau, siapa namanya?"

"Sadly, he lives in another nation." Gue berusaha menahan tawa. Dia percaya gue bohong?

"What's nation?"

"My imagiNATION. Alias boong. Seorang Oci nyaman dengan orang dengan cepat itu mustahil. Untung lo udah masuk kategori 'nyaman'."

Jaehyun menepikan mobilnya tiba-tiba. Dia menoleh ke gue dengan wajah kaget. "Oci...."

"Hm? Btw, makasih, loh, udah sayang gue. Ehe. Kenapa ini berhenti tiba—"

GREP.

GUE DIPELUK DONG.

Jaehyun meluk gue erat namun diam. Sementara gue dengan wajah kaget gak bisa gerak. Lantas terdengar helaan napas panjang.

"Berusaha bikin orang yang lo sayang bahagia dengan orang lain itu susah. Tapi lebih susah lagi ngendaliin detak jantung gue tiap lo senyum. Cringe? Gapapa. Gue sayang Oci. Makasih udah nyaman sama gue."

[]

tbh, aku mau muntah.

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Where stories live. Discover now