10 ➵ temen

5.9K 1K 53
                                    

gue temen lo sekarang, oci

[]

Di sinilah gue sama Jaehyun berakhir. Taman komplek yang masih sangat ramai di pukul delapan malam. Gue sama dia duduk di salah satu bench. Udah tiga menit, kami masih diem-dieman. Jaehyun sibuk menatap bintang. Gue sibuk berperang dengan hati dan pikiran.

Gue memutuskan memulai pembicaraan. "Hm, Jae? Gue.... Gue mau ngomong tentang—"

Oke, gimana gue harus menyebutkannya? 'Tentang hubungan gue dan lo'? Ewh. 'Tentang kita'? Makin ewh.

"Tentang banyak hal," ucap gue akhirnya. Setidaknya itu normal dan tidak 'ewh' walau gak jelas.

Tangan gue meraih tote putih sialan yang ada di samping gue dan menyodorkannya ke Jaehyun. "Pertama, lo bercandanya gak lucu. Nih, ambil lagi. Gue bukan your another bitch, yang bisa menerima ke-fakboi-an lo hanya dengan money. Please, I'm in another class. Soryy."

Jaehyun menghela napas pendek. "Ini ada dua. Ambil satu buat lo. Please?"

Gue menggeleng. "Kenapa maksa, sih? Gue bilang gak mau, yaudah gue gak mau."

Jaehyun merengut—cute, eh. "Apa susahnya sih nerima ini doang? Ini cuma kotak pipih keras. Simpen aja deh, di elo. Gak perlu dipake."

Gue memutar bola mata kesal dan menghembuskan napas. Gue beneran males debat dengan orang yang kerasnya sama kayak gue. Gue memutuskan membuka tote bag putih sialan itu dan mengambil yang paling atas—coral. "Udah, nih. Puas lo? Makasih, by the way. Dasar batu."

Jaehyun langsung tersenyum lebar sampai dimple-nya keliatan jelas. "Nah, gitu! Makasih, Rose! Lo mau ngomong tentang ini doang?"

Gue menggeleng singkat. "Ada lagi."

"Apa?" tanya Jaehyun masih dengan wajah berseri.

Gue menelan ludah kasar dan meremas jemari. Gue mendadak gugup dan rasanya susah mengeluarkan kata-katanya. "Jae, lo mendadak datang ke gue cuma niat mau deket, kan? Maksud gue, layaknya orang kenalan, trus deket, trus temenan. Gitu doang, kan?"

Jaehyun mengernyit. Lalu dia menyeringai. "Lo... maunya lebih? Dari temen jadi temen hidup gitu? Bisa kok, bisa."

Gue langsung mendelik ke arah manusia setan itu. "Gak usah kegeeran, deh! Kalau temenan doang, gue terima kehadiran lo yang manusia setan itu ke hidup gue."

Gue menyumpahi diri sendiri dalam hati. Bego, Roseanne! Ngapain pake acara penerimaan segala, sih? Emang lo open lowongan? Usir aja, usir!

"Fine, temenan. Gue temen lo sekarang, Oci," ucap Jaehyun diiringi senyum lebar.

Gue mendelik. "Kok lo manggil gue 'Oci'?"

"Yaa, kan gue temen lo. Gimana, sih?" Jaehyun mengalihkan pandangannya ke kanvas besar gulita bertabur bintang di atas sana. "Ntar kalo gue panggil 'Babi' lo marah."

"HEH."

"Tuh, kan. Udah bagus. O-ci. By the way, gue seneng lo nerima hapenya. Artinya, gue sama lo punya hape couple—walau type-nya doang yang sama, gapapa kok. Gue gak pernah punya hape couple, Ci. Gak pernah beliin cewe lain hape." Jaehyun menoleh ke arah gue dan tersenyum lebih lebar. Lalu dia tertawa kecil.

Gue mengerjap dan menggeleng singkat—berusaha menghilangkan opini 'Jaehyun ganteng' dari otak. "Lo gak pernah cerita tentang perjodohan, by the way. Cerita dong."

Senyum Jaehyun luntur. Dia menghela napas berat. "Lo... tau?"

"Apa sih yang seorang Roseanne gak tau?" Gue berbangga diri dengan wajah songong overload.

Dia mendesah berat—mungkin ini topik yang dia gak suka. "Karena lo temen gue, jadi gue mau cerita. Cuma pernikahan bisnis. Papa mau perluas cabang daerah Sulawesi. Perempuan itu anak salah satu pengusaha di Makassar. Tapi dia besar dan tinggal di Jakarta."

Gue mengangguk paham. "Setelah wisuda, lo nikah..?"

Jaehyun terkekeh kecil. "Kalau lo khawatir karena gue mau nikah, jawabannya enggak. Gue bakal nikah sebelum gue gantiin Papa. Intinya, pas siap aja."

"Gue gak khawatir, sori," tukas gue sinis dibalas tawa lepas Jaehyun.

"Oh ya, Ci! Gue keinget, Papa bilang minggu depan gue nyoba kerja di kantor. Trial. Nyoba jadi CEO, seminggu doang," ujar Jaehyun tiba-tiba. Dia sumringah.

Gue melotot kaget. "Gue tersangkut ga, nih?"

Jaehyun makin berseri. "Iya! Lo jadi... pembimbing? Yaa semacam itu lah."

"Bencana!"

"Sehina itukah gue?" Jaehyun sok dramatis.

"Emang!"

"Ci, weekend jalan yuk? Nonton, makan, main," ajak Jaehyun random. Dia mengangkat alis, menunggu jawaban.

"Ga jelas lo," desis gue.

"Ga papa kali, Ci. Kita harus mengakrabkan diri sebagai teman baru dan sekretaris dan calon CEO satu minggu," kata Jaehyun tersenyum dan mendadak merangkul bahu gue.

SI SETAN MAIN RANGKUL-RANGKUL AJA.

Gue mendengus. "Fine. Lepasin sekarang. Lo jelek."

[]

hit the star if u enjoy it!

- panda

Alpas ✓Where stories live. Discover now