27 ➵ asking

4.3K 882 184
                                    

sama gue mau?

[]

Senin pagi menjemput. Udara Bogor tidak sedingin tujuh tahun lalu, tidak jauh berbeda dari Jakarta. Rose sudah berdiri di dapur dengan mata berat sejak tiga puluh menit yang lalu. Dia mengiris daun bawang. Minyoung di samping menumis bumbu.

"Kamu berangkat kapan?" tanya Minyoung.

Rose menoleh sekilas. "Um, jam dua, kayaknya."

Gadis itu menyerahkan potongan daun bawang dan melanjutkan, "Aku mau ke Botani."

"Sendirian?"

Rose menggeleng. Dia berjalan ke kulkas dan mengambil botol air dari sana. "Sama Jaehyun," jawabnya serta menegak air.

"Jangan terlalu nempel sama Jaehyun, Oci. Dia udah dijodohin. Mama khawatir kalian ada rasa lebih." Minyoung berucap namun tetap fokus dengan masakan di depannya.

"Salah banget kalau kami temenan?" Rose menatap mamanya dengan cukup sengit.

Minyoung menggeleng, dia menghela napas berat lalu tersenyum lembut. "Enggak, Oci. Bukan menjauh, atau gak berteman lagi. Hanya dibatasi."

Rose menghela napas pendek dan berjalan ke luar dapur. Jaehyun yang mendekati, bukan dia.

Ouh, naluri perempuannya bilang dia selalu benar.

[]

Meja makan rumah Rose pukul delapan cukup ramai. Nasi goreng dan nugget serta sosis memenuhi meja tersebut. Minyoung sibuk menuang jus jambu ke gelas suaminya. Rose makan dengan wajah kusut—masih agak kesal dengan mamanya. Jaehyun makan dengan punggung lurus, mata dibuka selebar mungkin (agar tidak disangka mengantuk) dan mengunyah sepelan yang dia bisa. Ryujin makan dengan tangan kiri sibuk membalas chat.

Minyoung duduk di samping Rose dan mulai menyantap makannya. Seojun mulai membuka pembicaraan. "Kamu tau, Oci, sesuatu yang Papa pancarkan dan sangat memesona.Yaitu—"

Seojun menengadahkan tangannya, lalu senyumnya terkembang—serasa ada effect sinar mentari di sektiarnya. Namun Rose memotong, "AURA."

Seojun yang sudah siap dengan gaya dan kebiasaanya langsung merengut. "Kamu makin lama makin sirik sama Papa."

"Papa itu kepedean, kayak Jaehyun. Bikin males, bikin kesel."

Jaehyun hampir keselek, Seojun melotot kaget, Ryujin menahan tawa. Lalu bapak-bapak paruh baya itu menatap Jaehyun yang buru-buru mengambil minum. Agak beberapa detik dia menatap Jaehyun.

Senyumnya terkembang lagi. "Bener, Oci. Jaehyun itu punya 'aura' yangmirip sama Papa—terpancar dan memesona. Kalau kamu berjodoh dengan dia, Papa pasti bahagia."

Kali ini Jaehyun keselek beneran.

[]

Rose dan Jaehyun sedang berkeliling Botani Square. Sebenarnya tujuan gadis itu ke sini hanyalah pelampiasan 'gagal nge-mall'-nya hari Sabtu lalu.

"Mau makan apa, Jae?" tanya Rose dengan sedikit mendongak.

Jaehyun menoleh singkat. "Lo mau makan apa?"

"Terserah," jawab Rose singkat.

Jaehyun menghela napas singkat. "Ci, lo beneran males dan kesel sama gue?"

"Hah?" Rose mengernyit.

"Itu yang tadi pagi. Katanya gue bikin lo males dan kesel. Apa iya?" tanya Jaehyun dengan nada getir.

"Iya. Lo itu kepedean. Childish. Gak banget lah, pokoknya." Rose menjawab enteng, padahal hatinya berkata dia tidak seharusnya bilang itu.

"I-itu... alasan lo gak suka sama gue?"

Rose terdiam. Langkahnya terhenti. "Mungkin."

[]

Namun keliling lantai tiga empat kali tidak menghasilkan jawaban apapun. Rose akhirnya menyerah dan duduk di salah satu kursi di food court. "KFC aja, Jae."

Jaehyun mengangguk. Dia membiarkan Rose yang kelelahan dan mulai berjalan ke KFC di sudut lantai tiga.

Pesanan selesai. Dia segera kembali dan meletakkan tray di atas meja. Dia mengambil bagiannya.

"Berapa, Jae?"

Jaehyun menggeleng. "Gue traktir."

"Beneran, nih? Ya udah—eh, tapi, lo minumnya cuma air putih doang?"

Menghemat demi lamaran, batin Jaehyun. "Iya, gue ngurangin gula."

Rose hanya mengangguk singkat. Dia mulai makan. Jam setengah dua belas sebenarnya masih terlalu dini untuk makan siang, namun mereka akan berangkat pukul dua. Satu jam lagi akan mereka gunakan untuk main sepuasnya.

"Oci, lo beneran gak mau pacaran?"

Rose terkekeh. "Kenapa? Lo mau nembak gue?"

"Iya. Ayo jadi pacar gue," balas cowok itu dengan senyuman.

Rose tertawa lepas. "Gue gak mau. Lo itu udah dijodohin, Jae. Jangan ngadi-ngadi. Sejahat-jahatnya gue, gue gak mau jadi pelakor kali."

"Jadi alasan lo gak suka sebenarnya karena Mina? Iya?"

Rose menghentikan tawanya. "Gue—"

"Kalo gak ada Mina, lo suka gue?" Sorot mata Jaehyun berubah serius.

"Ya, tetep enggak! Lo kenapa tiba-tiba nanya begini, sih?" Rose merasa aneh dengan perubahan sikap Jaehyun. "Lo denger percakapan gue sama Mama tadi pagi?"

Pikiran Rose mulai menjelajah jauh. Dia membayangkan Jaehyun berjalan ke dapur dan haus, lalu tidak sengaja mendengar dia berbincang. Lalu Jaehyun menghentikan langkahnya, dan mendengarkan baik-baik. Lantas cowok itu merasa marah karena Mama menyuruhnya membatasi hubungan dengan Jaehyun.

Pasti kronologinya seperti itu. Selalu ada kejadian tidak sengaja nguping 'kebenaran' di semua cerita.

"Hah?" Jaehyun bingung. "Tadi pagi gue—"

Kenyataannya, alih-alih menguping, dia masih molor dengan wajah bahagia membayangkan lamaran yang sudah dia rencanakan. Mana sempat menguping, gerak saja sudah keburu malas.

"Enggak. Lupain." Rose menyendok lagi.

"Kalo lo gak mau pacaran, maunya gimana?"

"Nikah? Hmm, menurut gue, nikah lebih pasti."

"Sama gue mau?"

"Hah?"

[]

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Where stories live. Discover now