ATTESA : 28

724 101 50
                                    

✨✨✨✨✨

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✨✨✨✨✨

Sudah satu minggu berjalan, Sovia kembali tinggal di rumah Helsy sebab ayahnya benar-benar tidak peduli bagaimana kondisi sang anak. Helsy menjadi tempat curhat pertamanya dan Sovia mengaku bahwa dia sulit percaya dengan orang lain terutama yang sebaya. Justru sepupunya itu kembali mengingatkan Helsy pada Hartsa. Helsy memberikan respon yang cukup membuat Sovia lega. Malam itu, di tempat kamar yang sama keduanya tak lagi merasa canggung.

"Kak, bosen." Sovia uring-uringan di kasur.

"Jalan, yuk!" ajak Helsy.

"Boleh?"

Helsy mengangguk seraya tersenyum.

Masih pukul delapan malam, keduanya diizinkan untuk menyapa jalanan ibu kota dengan taksi online. Sovia tertawa senang, bisa menikmati malam perkotaan setelah lama tak diizinkan untuk keluar dengan alasan dia tidak boleh lelah.

Selang beberapa menit, keduanya tiba di sebuah kafe bertuliskan YG Coffee. Tempatnya sederhana, tetapi memberikan efek mewah. Dari parkiran saja sudah tercium aroma kopi berbagai rasa.

Saat Helsy masuk ke kafe, seseorang menghampirinya dengan senyum lebar. Gadis berkuncir kuda itu seketika tertegun. Ditatapnya wanita paruh baya yang mengenakan dress panjang disertai pin lambang kafe tersebut.

"Masih ingat saya?"

"Bu Tiyas?"

Keduanya saling berpelukan. Kiranya sudah sangat lama mereka bertemu semenjak Helsy memutuskan untuk berhenti les piano. Bu Tiyas, guru les piano Helsy yang sering membawanya dalam ajang perlombaan.

"Selamat datang di kafe kami," sambut Bu Tiyas. "saya asisten dari pemilik kafe ini."

Setelah berbincang hangat dan menikmati seduhan caffe mocha, Helsy jadi canggung saat dirinya diminta untuk mengisi waktu memainkan piano. Ia teringat keinginan sang nenek yang memintanya bermain piano bersama Sovia. Keduanya saling tatap, isyarat untuk melodi apa yang bagus dimainkan. Sementara di bawah panggung pengunjung tengah ramai dan ada juga yang memperhatikan keduanya. Bu Tiyas tersenyum bangga sembari mengacungkan dua jempol.

Piano dimainkan. Terdengar tempo lambat, tenang, menyejukkan. Terus mengalir, berubah menjadi dinamis, kemudian kembali ke tempo awal. Ini adalah nada kesukaan nenek yang tak pernah lupa dimainkan acap kali Helsy datang dan ingin tidur bersamanya. Harmoni tercipta menghipnotis mayoritas pengunjung.

"Jadi inget Nenek," ucap Sovia sembari tersenyum menyaksikan jemarinya menari di atas tuts.

"Kita kasih hadiah ini buat Nenek." If someone passed away, they don't really leave. Always leaving memories.

Penampilan dadakan itu selesai dihadiahi tepuk tangan dari para pengunjung. Sebelum turun panggung, Helsy melihat seseorang tengah mendokumentasikan penampilannya. Dia menyadari Helsy menatapnya lalu tersenyum.

ATTESA [Completed] Where stories live. Discover now