ATTESA : 32

692 116 71
                                    

✨✨✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨✨✨

Ketika yang ditunggu entah tahu sedang ditunggu atau pura-pura tidak tahu. Sampai pergantian hari pun orang itu tidak muncul barang mengucapkan selamat pagi. Di usianya yang genap delapan belas tahun, Helsy berharap tak ada lagi main-main apalagi menyangkut urusan hati. Tentang pengakuan yang telah lalu, apakah masih dalam kategori kekanak-kanakkan?

Bel pelajaran kembali berlanjut setelah istirahat pertama telah dibunyikan. Namun, seorang Hartsa Firgan Yogantara ternyata tidak hadir ke sekolah tanpa keterangan. Bisa-bisanya dia hilang meninggalkan Helsy yang nyaris membuka hatinya yang pernah terluka. Dia memandangi bangku kosong tempat Hartsa duduk. Ke mana sih, dia?

Di sisi lain ada Faldo dan Andrik yang tengah bisik-bisik tetangga.

"Do, hape Hartsa beneran gak bisa dihubungin masa?"

"Zaana bilang Hartsa sempat ngechat dia, udah dibales terus diread doang."

"Wih, lo akur sama Zaana? Cie!"

"Amit-amit!" Faldo mencibir.

"Tapi serius deh, firasat gue kok gak enak?"

"Tadi bokap gue nanya ke bokapnya Hartsa. Katanya dia ada rumah, tapi gak mau sekolah terus juga gak mau dibikinin surat sakit. Om Akram curiga kalau Hartsa kerasukan pas pulang tengah malem."

"Jadi beneran dia pulang hari itu juga? Gila sih, Helsy harus tahu ini, mah."

"Kasih tau, gih, kasian anak perawan galau kayak nunggu Bang Toyib gak pulang-pulang."

Baru juga Andrik dan Faldo mau angkat pantat, tiba-tiba kedatangan Pega mengalihkan fokus banyak orang termasuk Helsy. Pega menghampiri meja Helsy dengan langkah cepat. Tatapannya terlihat tidak bersahabat.

"Gue mau bicara sama lo."

Ruang musik sengaja dikunci oleh Pega dari dalam. Hanya ada dirinya bersama Helsy yang bingung akan tingkah gadis itu. Keduanya saling berhadapan, kemudian Pega berpangku tangan menampakkan wajah angkuhnya.

"Ada apa?" tanya Helsy kalem.

Pega mencibir. "Apa yang istimewa dari lo sampai Hartsa jatuh sakit gara-gara lo?"

Terkejut tentu saja. Mata Helsy membelalak sempurna saat Pega tanpa pikir panjang mengatakan itu.

"Hartsa sakit? Sakit apa?"

"Lo pelukan sama siapa kemarin?" tanya Pega sewot.

Tak cukup membuatnya terkejut, ada kengerian tersendiri semacam Pega ini entah cenayang atau mata-mata.

"Lo tau dari mana?"

"Hartsa."

"Pega lo—"

"Kenapa? Kaget?" Pega tersenyum miring melihat Helsy terdiam di tempatnya. "Tadi pagi sebelum berangkat sekolah gue mampir ke rumah dia. Kata Papa Akram, Hartsa gak bisa sekolah hari ini karena demam. Well, gue jenguk dia dan ya, badannya panas banget."

ATTESA [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang