33

116 6 0
                                    

Rose

Sudah tiga hari sejak hari itu, sejak aku menyadarinya, aku telah dipermainkan. Selama berminggu-minggu, aku membiarkan diriku jatuh cinta pada seorang pria, hanya untuk dibuang ke tempat sampah, lagi. Senin pagi memukulku dengan keras, aku hampir tidak bisa bangun, mataku kering dan sakit. Aku tahu aku harus menghadapi Emily, berdoa agar dia terluka, itu akan membuatku merasa sedikit lebih baik.

"Rose, bisakah aku bicara?" Bosku, Mrs. Todd, mendekati mejaku, wajahnya lembut ketika aku perlahan mengangguk.

Aku mengikutinya melewati kantor, mataku menangkap Emily. Riasan wajahnya terlihat sempurna untuk menutupi beberapa memar ungu gelap, aku tersenyum sendiri ketika aku mengikuti Mrs. Todd ke ruang rapat.

"Duduklah, Rose." Dia menunjuk ke kursi putih menyilaukan di sisi berlawanan dari meja besar tempat dia duduk.

"Apakah ada yang salah?" Aku bertanya perlahan, sarafku mulai naik. Apakah aku dalam masalah?

"Aku khawatir hubunganmu dengan Miss Cooper akan merusak peluangmu untuk sukses di sini, di Fallon." Ujarnya seraya mengangkat kedua tangannya, saling mengunci jari-jarinya.

"Tidak, tentu saja tidak!" Seruku dengan panik. Ya Tuhan, aku akan membunuh Emily.

"Bagus, karena dari yang kudengar di kantor adalah kau menyerangnya di depan klub Jumat malam lalu." Dia menatapku dengan tajam, aku merilekskan bahuku. Bermain dengan kuku ibu jariku, mencoba memikirkan apapun, apa saja yang bisa membantu situasiku.

"Ada beberapa masalah di antara kami di luar pekerjaan, tapi aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi lagi." Ujarku, menatapnya, berusaha untuk tidak berpikir terlalu keras tentang Jumat malam lalu.

"Kau gadis yang hebat, Rose, tolong jangan biarkan kehidupan pribadimu menghalangi pekerjaanmu, aku akan membiarkan ini, tapi tolong lebih berhati-hati lain kali." Dia bersandar di kursinya sebelum berdiri, aku mengangguk lalu aku mengikutinya keluar dari kantor. Kembali ke mejaku, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak membanting kepalaku ke meja kayu.

"Hari yang menyebalkan, sweetie?" Terdengar suara Emily yang semakin merusak suasana hatiku, membayangkan hal-hal buruk yang bisa kulakukan padanya saat ini jika aku tidak sedang bekerja.

"Pergilah, Emily." Geramku, tetap tidak mengangkat kepalaku saat membaca dokumenku.

Berusaha tidak membayangkan dia berdiri di depanku, tersenyum dengan sempurna. Apakah Mrs. Todd juga menanyainya? Tidak bisakah orang melihat bahwa dialah yang memprovokasiku? Aku telah mengabaikannya selama berminggu-minggu.

"Seorang yang lemah saat melakukan sesuatu pasti segalanya tidak akan berjalan baik?" Desisnya.

Aku mengepalkan tanganku, berusaha sekuat tenaga untuk menahannya, aku tidak bisa merusak karierku hanya karena berurusan dengan psycho ini yang tidak memiliki filter otak.

Aku melihat waktu di komputer sudah mencapai pukul lima tiga puluh, aku beranjak, lalu mengambil tasku dari lantai, menarik mantelku dan mematikan komputer sementara dia masih berdiri di sana, mengawasiku dengan geli.

"Kau pantas mendapatkan semua itu."

Aku mendengarnya ketika aku berjalan melewatinya di kantor, aku memejamkan mata ketika kesabaranku semakin menipis. Aku harus menjauh darinya sebelum aku kehilangan pekerjaanku, jika aku tidak terlalu peduli dengan karierku, aku mungkin akan menutup mulutnya. Secara harfiah.

———————————————

Setelah membuka pintu kaca, jantungku berdebar kencang, mataku dipenuhi air mata. Dia tidak berada di sana, di ruang biasanya dia bersandar pada mobil. Air mata hangat mengalir di wajahku ketika aku berdiri membeku, berharap pada Tuhan bahwa ini tidak akan pernah terjadi lagi, bahwa kami bahagia. Sayangnya, bukan itu masalahnya, itu tidak benar, kan?

Delicious Rose (Indonesian Translation)Where stories live. Discover now