#9 Cemburu

33.6K 2.2K 137
                                    

Para tamu Abi dan Umi,  sudah berdatangan. Tidak banyak sih, cuman ada 2 keluarga kyai pengurus pesantren besar.

Dan sekarang aku gugup untuk turun.  Pasalnya salah satu dari keluarga itu, adalah keluarga mantan kekasih Mas Alvian. Apa sebaiknya aku tetap dikamar?.

"Ayo dik turun". Ajak Mas Alvian, sekaligus membuyarkan lamunanku.

"Mas duluan aja, nanti adik nyusul". Ucapku kemudian. Aku masih tak ingin turun.

"Jangan gugup, mas akan selalu ada disampingmu". Ucap Mas Alvian seraya menggenggam tanganku, seolah menstransfer semangat.

"Kamu gak usah kepikiran tentang Nasywa, udah lupain, sekarang cuman ada Mas sama Kamu Dik". Ucapnya yang lagi lagi membuatku diam.

"Percayalah sama Mas". Ucapnya sambil tersenyumm, oh itu sungguh manis sekali gaess.

"Ayo". Ajaknya. Dan mau tak mau aku mengikuti langkah Mas Alvian untuk membawaku turun. Dan bertemu dengan keluarga Kyai lainnya, terkhusus dengan mantannya Nasywa.

Keringat dingin kian menggucur di pelipisku, sungguh aku gugup sekali. Bahkan ini lebih gugup daripada harus duduk menjadi cs dan meyakinkan nasabah.

Seolah dapat membaca perasaanku, mas Alvian mengeratkan genggaman tangannya, yang seolah menyiratkan "Jangan takut ada aku".

"Assalamualikum". Ucap Mas Alvian pada semua orang yang sedang ada di aula.

"Waalaikumsalam, wah Alvian, udah punya istri saja". Celetuk salah pria paruh bayah, yang ku ketahui bernama Kyai Harfa.

"Eh enggeh kyai (Iya Kyai) ". Jawab Mas Alvian dengan tersenyum.

Sedangkan aku hanya tersenyum manis dibelakangnya, sampai umi penyuruhku menyalami semua tamu perempuan yang ada disana.

Duduk disamping suamiku, membuat rasa tegangku sedikit hilang.

Umi memperkenalkan ku dengan semua tamunya.  Dan tatapanku berhenti saat umi mengenalkanku dengan gadis bergamis maroon dengan kerudung senada, Nasywa.

Oh sungguh cantik dan sempurna ciptaanmu ya rabb.  Aku mah apa cuman remahan rengginang yang tak sebanding dengannya.

"oh ya kamu anak Kyai dari pesantren mana? ". Tanya Nasywa dengan raut mukanya yang sudah tak bersahabat sejak aku datang bersama Mas Alvian.

"Maaf saya bukan anak Kyai". Jawabku sesuai fakta. Mengapa pula ia menanyakan hal seperti itu?.

"Hah". Dia kaget dengan jawabanku. Apakah ada yang salah?.

"Iya dia anaknya Reza sama Hani, temen kita waktu Sma itu haf, Bi". Ucap Abi pada kedua kyai itu,  yang tak lain adalah Kyai Hafsah, dan Kyai Dabi.

"Ih sejak kapan tradisi hilang, kan biasanya Anak Kyai itu harus menikah dengan anak Kyai". Dengan nada tak sukanya ia berujar seperti itu padaku. Rasanya menohok sekali pada hatiku. Tapi aku tak bisa berbuat apa apa selagi itu adalah fakta.

"Nasywa". Peringat Umi Dahlia, mamanya.

"Bukannya jodoh itu Allah yang mengatur, menurut saya itu hanyalah pemikiran kolot dan kuno, anak kyai harus menikah dengan anak Kyai.  Kalau sudah jodoh meskipun tidak dari lingkungan yang sama mau bagaimnana lagi? ". Ucap Mas Alvian panjang kali lebar. Dan hal itu cukup membuatku takjub dan terpana.

"Yah gak gitu Gus, kan namanya kalau sama sama dari lingkungan pesantren kan akhlaknya bagus, tapi kalau dari luar, kebanyakan kayak brandal gak ada akhlak". Bukan Nasywa yang menjawab, melainkan Abahnya, Kyai Hafsah. Sementara Umi Rosita, memandangku dengan tatapan tak enak.

Mendadak Jadi Ning (OPEN PREE ORDER) Where stories live. Discover now