#25 Pulang Ke rumah Bunda

20.4K 1.2K 31
                                    

Dengan diantar taksi, aku kembali kerumah bunda, rumah yang sudah puluhan tahun aku huni.

Saat sudah sampai digerbang rumah, aku berkaca terlebih dahulu, bukan karena takut bedakku tak rata. Tapi karna aku takut bunda tahu jika aku sehabis menangis.

Setelah dirasa sudah selesai, dan aku tak lagi terlihat seperti orang yang habis menangis, akhirnya aku memantapkan kaki untuk melangkah menuju pintu utama.

"Assalamualaikum". Ujarku sambil mengetuk pintu rumah.

"Waaalaikumsalam, loh nak kenapa kamu kesini malam malam? Mana Alvian? ". Bunda nampak kaget dengan kehadiranku.

"Gak papa kangen aja sama bunda, bawaan bayi bu, kalau Mas Alvian kan harus ngajar jadi Indi sendiri kesini, diantar supir". Terpaksa aku harus berbohong pada bunda, karena jika aku jujur aku yakin bunda, dan keluargaku akan membenci Mas Alvian.

"Duh kalau kamu kangen bunda, bilang In biar biar bunda yang kesana, gimana kalau ada apa apa sama kamu? Sama cucu bunda? ". Tanya Bunda dengan nada rempong.

"Nggak akan bunda, kan Indi bisa jaga diri dengan baik, Indi bukan anak kecil lagi". Ucapku sambil mencoba tersenyum, meskipun hatiku sakit aku tak boleh kelihatan sedih didepan orang tuaku, aku harus bisa kuat.

"Siapa Bun? ". Tanya suara bariton dari dalam, dan ku yakini itu adalah Ayah.

"Ayah". Ujarku langsung berhambur kedalam pelukannya.

"Loh ada Indi kok gak disuruh masuk sih bun? ". Tanya Ayah pada bunda.

"Lupa". Ucap bunda sambil nyengir kuda.

"Dasar pelupa".

"Yaudah ya, yah, bun Indi kekamar dulu capek, mau tidur". Pamitku pada mereka berdua, bukan capek sih sebenarnya tapi tak kuasa juga aku menahan tangis.

"Makan dulu gih, bunda masak oseng oseng kangkung". Ujar Bunda, memang oseng oseng kangkung merupakan makanan kesukaanku.

"Ngak ah, males mau makan aku bun".

Sebelum bunda menyela perkataanku lagi, dengan segera aku berjalan perlahan untuk ke kamarku yang ada dilantai atas.

Saat aku mulai menaiki satu anak tangga tiba tiba, teriakan melengking bunda keluar.

"Jangan tidur diatas, tidur dikamar tamu aja, nanti kalau kamu kepleset gimana? ". Tanya bunda padaku.

"Yah bun, masak dikamar tamu". Ujarku cemberut.

"Titik, pokoknya tidur dikamar tamu". Ujar Bunda, dengan memasang wajah sok garangnya.

Seketika saat melihat bunda yang bersikeras menyuruhku untuk tidur dikamar tamu, dengan dalih takut terpleset, aku jadi mendadak melow, dan mengingat bagaimana ekspresi Mas Alvian yang juga menolak untuk aku tidur di lantai atas.

Tanpa komando, air mataku meluncur dari pelupuk mata, hati ini rasanya sesak kala mengingat bagaimana perhatiannya Mas Alvian kala itu, namun sekarang dalam sekejap semua itu berubah tatkala datangnya masalalu.

Aku tak  kecewa dan menyalahkan kenapa masa lalu Mas Alvian yang tiba tiba datang saat kami telah bahagia, tapi aku kecewa akan bagaimana Mas Alvian menyikapinya.

Aku juga kecewa akan dia yang lebih percaya masa lalunya sendiri daripada aku masa depannya.

Ingin aku mengakhiri semua ini, tapi aku tak boleh egois, aku harus memikirkan calon anakku, aku tak mau dia lahir tanpa seorang Ayah.

Lagian jika aku mundur dari peperangan yang dimulai Reina ini, maka dia akan menertawakanku dan merasa aku telah kalah. Oleh karena itu, aku akan berjuang, dan Allah pasti akan membukakan jalan kebenaran.

"Indi". Panggil bunda sambil mengguncang bahuku.

Ah, iya aku baru ingat jika aku masih ditangga, dan masih ada Ayah dan bunda.

"Bunda terlalu keras ya? Maafin bunda ya". Ucap bunda dengan nada lembut.

"Nggak kok bun, mungkin ini karena sifat sensitif ibu hamil". Ucapku sambil mengusap buliran air mata yang masih tersisa di pipi.

"Yaudah sekarang bunda antar kamu ke kamar tamu ya? Atau kamu mau tidur dikamar bunda? ". Tawar Bunda padaku.

"Dikamar tamu aja bun". Ujarku.

Akhirnya bunda mengantarku kekamar tamu, alasanku menolak untuk tidur dikamar bunda karena kasihan juga ayah harus tidur diluar, dan lagi untuk sekarang aku ingin sendiri.

*****

Merebahkan tubuh sambil memandang langit langit,  dan lebih meresapi rasa sakit yang tercipta karena suami membela masa lalunya.

"Abi kamu tega kenapa kamu lakuin ini sama aku? ". Tanyaku berbicara sendiri.

Memoriku kembali menerawang momen dimana aku dan Mas Alvian merajut kebahagiaan, yang setiap hari hanya ada tawa tanpa tangis.

Sambil berflashback aku menangis lagi, seraya mengusap usap perutku.

Salah satu momen yang aku ingat, adalah saat dimana Mas Alvian membawaku makan malam romantis.

Dia mengatakan bahwa tangannya akan selalu menggenggam tanganku, tanpa pernah melepasnya.

Tapi sekarang? Dia seolah sudah melepasku tanpa sadar.

Apa iya? Posisiku akan digantikan oleh Reina? Apakah aku akan menjadi janda?

Semoga saja pernikahanku akan baik baik saja Ya Allah, semoga semua fakta cepat terkuak, dan aku percaya bahwa secepatnya Aya akan menguak fakta itu. 

*****

Gimana nih perasaannya setelah baca part ini?

Sedih gak?

Ada yang setuju posisi Indi digantikan Reina?

Mewek?

Jangan lupa Follow
Wp : Musdalifafaifa
Ig : Faifaatjh_

Next or no?

Lumajang, 4 Agustus 2020

Mendadak Jadi Ning (OPEN PREE ORDER) Where stories live. Discover now