#16 Santriwati ganjen

24.5K 1.5K 13
                                    

Ketika mata ini terbuka, pertama kali yang ku lihat adalah suamiku yang tertidur dengan tenang, wajahnya terlihat begitu tampan, dan enak dipandang mata.

"Udah bangun". Ucapnya sambil mendongakkan kepalanya.

"Sudah". Jawabku.

"Itu otak otaknya dinakas". Ucap Mas Alvian. Oh iya aku sampai lupa jika tadi malam minta dibelikan otak otak.

"Pulang jam berapa? ". Tanyaku sambil membelai surai hitamnya.

"12". Jawabnya singkat.

"Makasih sayang". Ucapku sambil tersenyum.

"Sama sama". Jawabnya, masih dengan memelukku.

"Mas lepasin dong, adik mau kebawah mau bantu bunda bikin sarapan". Ucapku. Sambil mencoba mengalihkan tangan kekar itu dari pinggang mungilku.

"Bentar lagi lah dik, masih pagi juga".

Mas Alvian tetap saja memelukku, dan mulai memejamkan matanya. Aih dasar suami manja memang.

"Mas, ayolahh". Dengan keberian penuh, aku merengek memintanya membebaskanku.

"Memangnya kamu mau kalau gak sarapan?". Sontak saja aku menanyakan itu, karena mana mau dia tidak makan.

Namun jawabannya malah membuat mata ini ingin keluar saja "Mau, asalkan sama kamu".

"Dasae bucin". Cibirku.

"Biarin, gak papa bucin asalkan sama kamu dik".

Aih sejak kapan suami tercintaku ini jadi rajin gombal gini, mana pagi pagi lagi. Sungguh membingungkan.

*****

Sekarang aku disini, menggoreng kembali otak otak yang dibelikan suamiku tercinta, mengingat pengorbanannya kemarin aku tersenyum sendiri.

"Cie senyum senyum sendiri, awas kesambet loh". Goda bunda sambil menoel daguku.

"Ih bunda apaan sih". Elakku.

"menantu mana In? ". Tanya bunda padaku.

"Mas Alvian masih tidur bun, kecapean kayaknya". Ujarku berbicara sesuai fakta.

"Yah mau gak kecapean gimana lawong tengah malam disuruh beli otak otak". Seloroh bunda sambil terkikik.

Mendengar penuturan bunda itu, aku langsung saja menghadap muka bunda dengan melongo, bagaimana bisa bundaku yang cantik ini mengetahui insiden tadi malam?.

"Kok bunda tahu? ". Tanyaku dengan raut wajah penasaran.

"bunda kan tadi malam tidur malam In".

"Bunda saja? ". Tanyaku menyelidik, pasalnya jika ditilik dari raut wajahnya tidak hanya bunda yang berada di tkp tadi malam.

"Enggak, Bang Rival, Sama Ayah juga".

Jadi tadi malam mereka semua kecuali kakak iparku, menyaksikan kebucinan suamiku, wadidaw!

"Kenapa? Kaget? Aduh aduh jadi menantu bunda sosweet bangett yaa, cieee". Kalau tak ingat jika yang sedang menggodaku ini adalah bunda, sudah ku sumpel sejak tadi mulutnya menggunakan kaos kaki biar diam tidak ngoceh terus seperti burung.

"Ihh bunda, kenapa sih godain Indi mulu". Gerutuku sebal, seraya memasukkan otak otak yang sudah aku hangatkan kedalam wadah.

"Kenapa? Malu? Halah lawong biasane malu malu in gitu". Ucap Bunda tanpa menoleh padaku. Oh bunda sungguh kejam kau mengatakan anakmu ini malu maluin.

"Bundaaa ihhh sebel deh indi sama bunda". Aku langsung saja berbalik badan, dan duduk di meja makan sembari melahap otak otak yang sudah dibaluri saus kacang.

"Nyam nyam". Gumamku sambil melahap otak otak saus kacang yang juga ku beri sambel. Huh wenak e mantep pol.

"Adik manis, pagi". Sapa abang sambil menepuk kepalaku yang terlapisi hijab.

"Pagi juga abang ganteng". Jawab aku sambil tetap memfokuskan pandanganku kearah makanan lezat ini.

"Minta dong dek". Ucap abang seraya tangannya langsung saja ingin mencomot otak otak lezatku.

"Enak aja, beli dong sana". Ujarku dengan cepat sambil menepis tangannya.

"Dasar pelit". Cibir Abang.

"Biarin duwit duwit suami aku juga yang dibuat beli, gk usah sewot deh bang". Ujarku sambil cemberut.

"Abang, udah jadi ayah juga, masih suka gangguin adeknya". Bunda menjewer telinga abang, seperti halnya anak kecil yang tak mau pulang.

"Duh bunda ngapain jewer telinga abang sakit tahu". Abang berucap dengan nada merajuk, aih sungguh sudah kayak bencong bencong itu.

"Udah sana panggil istrimu, Indi panggil suamimu sana, bunda mau manggil ayah dulu, kalau bunda kesini belum pada ngumpul lihat aja bunda gebokin pakai sapu". Ucap bunda sambil berkacak pinggang kearah kami.

Sungguh jika aku ingin jujur bundaku tetap saja galak dan menyeramkan. Jika aku tidak mempunyai mental yang kuat untuk menghadapi kegalakan bunda, mungkin aku sudah kabur dari dulu dari rumah ini.

Tapi meskipun bundaku galak, dia adalah bunda terthebest yang aku punya.

Aku berbalik hendak memanggil suami tercintaku, tapi sayangnya dia sudah muncul dengan wajah yang berseri seri.

"Kok gak bangunin mas sih dik? ". Tanyanya saat sudah ada didepan mukaku.

"Enak aja, mas aja yang kebo, lawong adik udah bangunin tapi masnya aja gak mau bangun". Ucapku sambil mengunyah otak otak dengan cepat. dan sontak saja aku langsung tersedak karena terlalu cepat.

"Dek hati hati kalo makan, lawong gak ada yang minta juga". Ucapnya, ia sambil menepuk nepuk pundakku, dan menyodorkan air putih yang ada didepanku.

Segera saja aku meneguk air putih itu sampai tandas, karena jujur saja rasanya sakit bener saat tersedak.

*****

Sekarang aku disini, didalam kamar kami. Kamar yang dirumahnya mas Alvian ya, karena kami sudah pulang satu jam yang lalu dari rumah bunda.

Dan sekarang aku harus duduk kesepian seperti ini, karena apa? Karena Mas Alvian lebih mementingkan pekerjaannya.

"Mbak, ke pondok yuk, ketempat mas Alvian mengajar". Ajak Aya yang tiba tiba saja memunculkan dari balik pintu.

"Boleh yuk". Menyetujui ajakannya adalah pilihan yang bagus menurutku, daripada disini sendirian kayak mayat hidup.

Dengan perlahan tapi pasti aku melangkahkan kaki menuju tempat dimana Mas Alvian mengajar tapi sebelum kaki ini sampai aku malah melihat Mas Alvian tengah bersama seorang wanita yang kelihatannya adalah santriwatinya.

[DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT]

*****

Gimana nih perasaannya setelah baca part ini?

Duh ternyata Alvian bucin ya 😂

Santriwatinya kok gitu yaaa??

Next or no?

Lumajang, 23 Juli 2020

Mendadak Jadi Ning (OPEN PREE ORDER) Where stories live. Discover now