#10 Pengakuan

33.5K 2.1K 84
                                    

Cukup sudah kesakitan yang aku terima tadi, bagaimana bisa suamiku sendiri mengakui perasaannya pada perempuan lain, sedangkan disini ada istri yang sedang menunggu.

Apakah memang mas Alvian meminta diriku menikah dengannya, karena hanya sebagai pelampiasan?, inikah yang dikatakan orang sakit tak berdarah?.

Kenapa disaat hatiku sudah tebuka untuk mas Alvian, semuanya terungkap? Kenapa saat aku sudah jadi miliknya seutuhnya, masa lalunya datang kembali?. 

Sekarang aku termenung sendiri didalam kamar, entahlah rasa sakit ini lebih mendominan hingga saraf otakku serasa tak berfungsi. 

Mengingat aku sudah cukup lama dikamar, akhirnya aku keluar, yah tak enak sendiri lah mau meninggalkan tamu.  Apalagi posisiku disini sebagai tuan rumah. Biarlah rasa sakit ini terus menjelajahi setiap jengkal tubuhku.

"Mbak gak papa? ". Tanya Aya, adik iparku tatkala kakiku sudah menginjak tangga terakhir.

"Nggak kok Ay tenang aja". Ucapku sambil tersenyum padanya.

"Mbak ke aula yuk, soalnya tamunya udah mau pulang". Ajak Aya padaku, dan aku? hanya mengangguk saja tanda setuju atas ajakannya.

Sesampainya diaula ternyata sudah ada cukup banyak orang, dan jika aku lihat lihat, hanya tertinggal aku dan Aya saja.

"Kamu dari mana aja nak? ". Tanya Umi Rosita saat aku menghampirinya.

"Dari kamar mandi mi, maaf ya telat". Ucapku. Sungguh aku terpaksa membohonginya.

"Yasudah ayok kita salami satu persatu, soalnya udah mau pulang". Ujarnya sambil menuntunku kearah para kaum wanita berkumpul.

Satu persatu dari mereka aku salimi, tan terkecuali Nasywa, aku juga menjabat tangannya. Meskipun dia dan aku terlihat enggan untuk berjabat tangan.

Setelah cuap cuap perpisahan, akhirnya mereka meninggalkan pesantren ini juga, dan kembali kerumahnya masing masing. 

Aku memandangi mereka yang mulai menjauh, dan tersenyum ramah, sebenarnya sih tulus gak tulus tersenyumnya.

Namun tiba tiba aku tersentak kaget saat sebuah tangan kekar, menggenggam tangan mungil gue dengan lembut.

Gue menoleh, ternyata pemiliknya itu adalah Mas Alvian. Seketika bayangan itu kembali diputar bak kaset rusak. Aku menghempas tangannya dan berjalan menjauhinya. Namun lagi lagi langkahku terhenti karena cekalan tangannya.

"Dik". Panggilnya lembut sekali. Apa memang benar aku hanya sebagai pelampiasan? Ketika Nasywa telah pergi ia akan bersikap manis seperti ini padaku?. Dasar licik.

"Aku mau bantu Umi dulu mas, masih banyak yang harus adik lakuin". Ucapku, lalu berlalu dari sana dengan cepat agar ia tak bisa menghentikanku lagi.

Kenapa rasanya sesakit ini ya Allah?, apakah memang aku sudah jatuh se jatuh jatuhnya dalam pesona seorang Alvian?.

Oh kepalaku nak pecah saja memikirkan Mas Alvian dan Ning Nasywa. Apa sih obatnya sakit hati itu man teman? Yang tahu komen yaaa.

*****

Saat aku sedang membantu mencuci piring dibelakang,  dan kebetulan hanya Aku dan Aya saja disini.

"Ay kalau jatuh cinta itu menurut kamu menyakitkan apa membahagiakan? ". Tanyaku pada Aya, entahlah kurasa aku sudah tidak waras dan ini semua efek sakit hati.

"Membahagiakan sih mbak, kan ya kalau jatuh cinta itu, dicintai di sayangi, dikasih perhatian lebih, pokoknya membahagiakan lah, kenapa Mbak tanya begitu?". Selain menjawab pertanyaanku, adik iparku ini malah memberi pertanyaan baru lagi.

"Nggak papa, lagian kamu kok tahu? Pernah pacaran ya". Tuduhku pada Aya, yah sekalian mengalihkan pembicaraan.

"Eh enggak mbak, cuman temen kok gak lebih, tapi ya gitu deh". Dengan malu malu dia menceritakannya.

"A.. ". Aku mendadak kelu untuk berucap tatkala sepasang tangan melingkar cantik di pinggangku.

"Mas lepasin, malu tuh sama Aya". Ucapku yang berusaha melepaskan pelukan Mas Alvian, tapi nihil ia malah tambah mengeratkan pelukannya.

"Iya nih mas, lihat lihat dong kalau mau mesra mesra an, masak ia didapur, didepan anak kecil lagi". Seloroh Aya dengan raut wajah kesal.

"Ya kenapa, masak sama istri sendiri gak boleh". Jawab Mas Alvian dengan entengnya.

"mendingan Mbak sama Mas ke kamar aja, daripada disini ngebuat mata Aya gak perawan". Omel Aya yang membuatku langsung melotot, emang ada ya mata yang gak perawan?.

"Yaudah ayuk sayang kekamar". Ajak Mas Alvian yang langsung menggenggam jari jariku.

Dan aku yang mendengar dia memanggilku sayang untuk yang pertama kalinya, langsung saja bulshing.  Aku sungguh tak mengerti apa keinginan mas Alvian, dan pikiranku juga tetap saja berkelana tentangnya dan Ning Nasywa.

"Aku masih banyak kerjaan mas, duluan aja deh nanti aku nyusul". Ucapku padanya.

"Kerjaan apa lagi sih mbak? Ini aja udah mau selesai, kalau yang lainnya kan udah dihandle sama santriwati yang lain, udahlah sana kekamarnya, kasian tuh muka suaminya udah kayak kesemek bosok". Ucap Aya sambil tertawa diakhir kalimatnya.

"Wenak wae samean lek omong, raimu kuwi koyok silite wajan (enak aja kamu kalau bicara, mukamu itu kayak pantatnya wajan) ". Memang dua kakak beradik ini, kalau sudah bertengkar tak jarang menggunakan bahasa jawa.

"Yaudah ayok mas". Aku memilih menengahi perdebatan ini. Daripada mendengar ocehan mereka dalam bahasa jawa yang kadang kala tak mengerti.

*****

Sesampainya dikamar aku langsung duduk menghadap meja rias sedangkan dia memilih memelukku dari belakang dan menumpukan dagunya pada bahuku.

"Mas pegel tahu, dari tadi Mas meluk adik terus". Protesku, sebenarnya tidak pegel, malahan menurutku dipeluknya adalah zona nyaman. Tapi kejadian dengan ning Nasywa tadi justru membangunkan jiwa pemberontakku.

"Aku mau bicara sama kamu dik". Nadanya melembut.

"Bukannya dari tadi Mas udah bicara? ". Tanyaku dengan heran. Macam mana pula suamiku bisa lupa kalau dari tadi ia sudah mengoceh hingga telingaku panas.

"Bukan". Mas Alvian menarik nafas sejenak, dan membalikkan tubuhku untuk menghadapnya. Lalu melanjutkan lagi kata yang sempat tertunda.

"Mas suka sama Adik, Jujur waktu pertama mas ngelihat adik, mas merasakan perbedaannya. Dan sekarang mas yakin kalau mas mencintaimu dik. Ana Uhibbuki Filla Dik". Ucapan Mas Alvian itu membuatku tertegun. Kenapa ia menyatakan perasaannya padaku sementara tadi, dia bilang masih ada rasa sama mantannya Ning Nasywa?.

"Lantas bagaimana dengan rasa untuk Nasywa yang masih tersisa dihati Mas? ". Ucapku dengan menatap tajam dia.

[DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT ]


*****

Gimana nih perasaannya setelah baca part ini?

Duhhh ternyata Alvian manis yaaa, jadi pengen ngarungin 🤣

Ada yang mau syukuran karena ternyata Indi dan Alvian saling mencintai gak?

Next or no?

Lumajang, 5 Juli 2020

Mendadak Jadi Ning (OPEN PREE ORDER) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang