War Of Hormones | 4

4.9K 437 54
                                    

Tolong, tandai bagian yang typo...

Seolah tak terjadi apa-apa. Pada pagi harinya, Ali dengan wajah segarnya menuruni tangga dan melangkah menuju meja makan dimana ada Mamanya dan Prilly yang sibuk meletakkan piring-piring yang berisi lauk pauk serta sayuran ke atas meja. Menarik kursi, dia mengambil duduk dengan gaya arogannya.

Meneguk segelas susu hangat yang Prilly sodorkan, sesekali dia melirik Prilly yang berjalan menjauhinya dan mendekati Mamanya yang tengah menuang sup ke wadah. Meletakan segelas susu yang dia teguk sampai setengah gelas, dia memainkan ponselnya sambil menunggu Mamanya atau Prilly yang melayaninya.

Kebiasaannya dari dulu, ketika makan semua harus dilayani, tidak mau mengambil nasi, lauk pauk dan sayuran sendiri. Semua harus dilayani dan dia cukup melahap habis makanan yang disajikan untuknya.

Lima menit berlalu dan dia mulai bosan dengan perut yang minta diisi namun tak ada piring berisi makanan yang diberikan padanya. Menatap Mamanya dan Prilly, entah apa yang dua wanita itu lakukan di depan kompor hingga membuatnya kelaparan seperti ini.

Berdiri dari duduknya, dia mendekati Mamanya dan Prilly. Dia berdecak setelah melihat apa yang dua wanita itu lakukan, memotong buah yang sukses membuat rahangnya mengeras karena merasa diabaikan.

"Eh....Ali!"

Prilly terkejut ketika sebuah tangan menariknya kasar membuatnya menjauh dari Irna yang tengah memotong apel menjadi beberapa bagian. Menghentikan langkah, dia memandang wajah kusut tunangannya namun lengannya masih dicengkeram oleh tangan besar itu.

"Ali," tegurnya, melirik ke arah lengannya yang masih dicengkeram oleh tangan besar itu.

Pura-pura tak peka, Ali justru melanjutkan langkahnya dan menarik Prilly untuk duduk di kursi berdampingan dengannya. Menggunakan dagu, dia menunjuk ke arah piring di hadapannya yang kosong dan melirik hidangan yang tersaji di meja makan.

"Gue laper, siapin makanan gue," titahnya dengan tatapan tajam mengintimidasi wajah Prilly yang tak seperti wajah remaja kebanyakan yang putih dan mulus. Wajah di hadapannya justru kusam dengan jerawat yang seolah mengotori wajah kusam itu.

"Cepetan!" Sentaknya ketika Prilly hanya memandangnya dalam diam tanpa melakukan apa yang dia perintahkan.

Mengangguk, Prilly mulai menyajikan makanan Ali tanpa membuka suaranya dan itu tak luput dari pengamatan Ali.

Selesai dengan urusan makanan, Prilly menyodorkan piring yang telah terisi makanan pada Ali. Setelah piring itu diterima oleh Ali, dia hendak beranjak namun tangannya ditahan oleh tangan kekar Ali. Dia ingin berontak, namun melihat tatapan Ali yang menyuruhnya untuk kembali duduk membuatnya menurut, dia tak mau membuat keributan di pagi hari dan tentunya tak enak pada mertuanya yang kini mulai mengambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Ali.

"Lho, kamu belum makan?" Tanya Irna menatapnya yang belum juga mengisi piringnya dengan makanan.

Tersenyum tipis, dia menggeleng. "Nunggu Mama," sahutnya dan menahan ringisan untuk tidak keluar karena tangannya yang berada di pangkuan Ali diremas oleh tunangan tampannya itu.

Mengulas senyum tipis, Irna menatap teduh menantunya yang duduk berdampingan dengan putranya. Suatu kebahagiaan baginya karena bisa menyatukan putranya dengan menantunya.

"Mama mau makan. Ayo, kamu makan juga," Irna berdiri dari duduknya dan meletakkan makanan di piring menantunya. Wanita itu menggeleng ketika menantunya menolak dan ingin mengambil sendiri makanannya.

"Biar Mama yang ambilin. Lagian, kamu gak mungkin bisa ambil makanan pakai tangan kiri. Mending diem dan biarin tangan kamu digenggam sama Anak Mama," tatapan Irna tertuju pada tangan kanan Prilly yang berada di bawah meja dan tangan kiri putranya yang juga berada di bawah meja. Dia terkekeh ketika melihat wajah malu Prilly dan wajah masam putranya. Sangat bertolak belakang, namun entah kenapa dia menyukai perbedaan antara putra dan menantunya itu. Mereka menggemaskan dengan cara mereka sendiri.

War Of HormonesМесто, где живут истории. Откройте их для себя