War Of Hormones | 9

4.4K 448 82
                                    

Tolong, tandai bagian yang typo...

Ketika waktu menunjukkan pukul enam pagi, Prilly terbangun dari tidurnya. Menoleh ke samping kanannya, dia tersenyum kecut. Matanya sembab dan bibirnya kering. Ditatapnya wajah tampan itu yang terlihat semakin menawan ketika tertidur.

Semalam, setelah pertengkaran mereka, Ali mendekapnya dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dengan posisi lelaki itu di atasnya. Ketika dia berontak, Ali menggulingkan tubuhnya ke samping dan melingkarkan kedua kakinya ke tubuhnya membuatnya tidak bisa bergerak. Posisinya seperti guling dengan kepalanya yang diletakkan di dada bidang lelaki itu.

Dia baru saja melakukan suatu pelanggaran, tidur disatu tempat dengan Ali, tunangannya.

Setelah pertengkaran itu, Ali terus memeluknya hingga perlahan tapi pasti dia terlelap dalam dekapan lelaki itu. Dan sekarang, ketika dia terbangun, kedua tangan kokoh dan kedua kaki itu masih melilit tubuh mungilnya membuatnya tak bisa apa-apa selain memandangi wajah tampan itu.

Ponselnya semalam sempat berdering, panggilan dari Ayahnya. Namun, Ali yang langsung merampas ponselnya langsung berbicara pada Ayahnya jika dia dan Ali menginap di rumah almarhumah Nenek Ali yang letaknya tak jauh dari sekolahnya. Setelah itu, Ali juga menghubungi Mama Irna dan berkata pada wanita itu jika mereka berada di rumah almarhumah Neneknya.

Nyatanya.... mereka berada di sebuah apartemen yang baru dia ketahui jika apartemen ini milik Ali.

Sebenarnya, dia tak mau berlama-lama berada di apartemen ini. Sebab, apartemen ini adalah tempat yang sering didatangi mantan tunangan Ali. Menurut cerita Ali semalam, mantan tunangan Ali yang bernama Rita itu pintar memasak dan... cantik.

Dia semakin merasa rendah. Dia jelek dengan jerawat yang mengotori wajahnya dan dia tak bisa masak. Jangankan bisa masak, bumbu-bumbu dapur saja dia tak tahu apa nama dan seperti apa bentuknya.

Namun, bukan itu yang menjadi beban pikirannya. Justru permasalahan Ali dan mantan tunangannya serta masa lalu tunangannya itu yang memiliki catatan mantan narapidana yang menjadi beban pikirannya.

Dia terkejut? Pasti.

Kecewa? Jangan tanya lagi.

Membenci Ali? Sesuatu yang sulit dia lakukan.

Dia terlalu mencinta dan rasa cintanya ini membuatnya bertekad menerima semua kekurangan dan kelemahan tunangannya.

Katakan saja dia bodoh atau semacamnya. Tapi tak ada yang tahu seperti apa yang dia rasakan. Sakit hati, kecewa, sedih, semua bercampur menjadi satu.

Melalui ketetapan hatinya, dia tetap bertahan di sisi Ali. Entah sekeras apa Ali menyuruhnya untuk pergi dari lelaki itu.

Bukan karena keluarga Ali memenuhi semua kebutuhannya. Bukan. Ini masalah hati, bukan materi.

Kenyataan yang terjadi memang sangat sulit untuk dia terima. Apalagi setelah mengetahui alasan utama kenapa Ali menerima ditunangkan dengannya adalah karena....

Menggeleng pelan, dia mencoba menahan tangisnya. Dadanya sesak dan tepat di ulu hatinya seperti ada yang menusuk dan mencebik-cebiknya hingga tak terbentuk lagi. Semua menyakitkan dan bodohnya, dia memilih bertahan dan menerima semuanya.

"Hari ini kita ijin dulu."

Gumaman seseorang yang dia kenali mengagetkannya membuatnya kontan mendongak memandangi wajah itu yang tidak pernah hilang ketampanannya. Justru semakin tampan. Apalagi ketika wajah itu didekatkan padanya dan mengambil kecupan di puncak kepalanya.

"Aku mau sekolah," cicitnya.

Terdengar lelaki itu berdecak, "Mata lo sembab dan lo baru bisa tidur jam tiga. Gue gak mau ujung-ujungnya lo pura-pura pingsan lagi. Malu-maluin."

War Of HormonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang