War Of Hormones | 10

5.1K 482 35
                                    

Tolong, tandai bagian yang typo...

Keesokan harinya, Ali tetap melakukan rutinitasnya, menjemput Prilly untuk berangkat ke sekolah. Namun ada yang aneh, biasanya gadis yang menjadi tunangannya itu melempar senyum padanya atau paling tidak menyapanya dengan kalimat yang menurutnya tak penting seperti, "Pagi, lama nunggunya?" Atau sejenisnya. Justru yang terjadi hari ini adalah, gadis itu langsung naik ke boncengannya dan memeluk perutnya tanpa sepatah kata atau ekspresi ceria seperti biasanya.

Mencoba tak mau ambil pusing, dia menjalankan sepeda motornya setelah melempar senyum pada kedua orang tua Prilly yang berdiri di teras.

Tak lama setelah itu, sepeda motor yang Ali kendarai memasuki area parkiran sekolah yang mulai banyak berjejer sepeda motor milik siswa siswi. Dia menurunkan Prilly di pintu parkiran dan gadis itu menurut.

Setelah memarkirkan sepeda motornya, dia berdecak ketika melihat Prilly tetap berdiri di pintu parkiran dengan helm yang masih menempel di kepalanya.

"Prill."

Berteriak memanggil nama gadis itu, dia melempar tatapan tajam ketika gadis itu menoleh ke arahnya dan melangkah tergesa-gesa mendekatinya. Tiba di dekatnya, lagi-lagi gadis itu hanya diam sambil lalu melepas helmnya.

Dalam diam, dia mengamati wajah gadis itu yang terlihat murung. Tak ada binar bahagia di kedua matanya, juga tak ada bibir melengkung ke atas membentuk senyum lebar yang selalu dilempar padanya.

Masih menatap wajah gadis itu, tiba-tiba yang ditatap justru membalas tatapannya membuatnya gelagapan. Sial. Bahkan dia lupa untuk melepas helmnya saking hanyutnya pada wajah murung itu.

Dia bukan cowok ribet, jadi dia tak mau ambil pusing perubahan pada gadis itu. Mungkin gadis itu berada dititik terendah untuk bertahan di sisinya. Dan mungkin tak akan lama lagi gadis itu menyerah dan mundur dengan sendirinya. Kerja bagus dan dia tidak akan sia-siakan itu.

Dia tersentak ketika terdengar keributan dari tempat yang tak jauh darinya. Menatap ke sumber keributan, dia kontan melihat sekitarnya yang ternyata sudah tak ada Prilly. Gadis itu meninggalkannya. Mendengkus, dia menuruni sepeda motornya dan mendekati sumber keributan itu.

Menghentikan langkah, dia melihat apa yang terjadi hingga beberapa detik setelahnya, dia menerobos kerumunan dan menarik tangan Prilly yang ternyata terjatuh karena ditabrak oleh salah satu siswa dari jurusan sebelah. Meski gadis itu terlihat mencoba melepas genggaman tangannya, namun kekuatannya jauh lebih besar sehingga usaha gadis itu tak membuahkan hasil. Menatap tajam ke arah lelaki yang menabrak tunangannya, dia berkata, "Kenapa bisa nabrak dia?" tanyanya dengan nada suara yang kentara sekali tak bersahabat.

Lelaki berkacamata minus itu membenarkan letak kacamatanya setelah memungut bukunya di bawah sebelum pada akhirnya balas menatapnya dengan tatapan yang sama tajamnya.

"Gue gak sengaja. Sori," ujarnya yang langsung meninggalkan parkiran.

Ali yang tak terima hendak mengejar lelaki itu, namun urung ketika tangan lembut menahan dadanya dan memeluknya dari samping.

"Masih pagi, jangan cari keributan."

Setelah itu, genggaman tangannya pada tangan mungil itu kembali dilepaskan namun lagi-lagi dia menahannya. Menatap datar wajah yang dia baru sadari terlihat pucat dengan bibir yang kering. Melihat bibir yang biasa dia kecup terlihat kering, kontan saja ibu jarinya mengusap bibir ranum itu dan menatapnya lekat, "Lo gak pake lipbalm?"

Gelengan kepala yang dia dapat membuatnya berdecak. Gadis di hadapannya ini memang benar-benar aneh. Jika biasanya perempuan yang dia kenal begitu lihai merias diri, gadis di hadapannya justru sebaliknya. Jangankan menggunakan lipbalm, bedak saja jarang.

War Of HormonesWhere stories live. Discover now