Eh sayang

2.1K 265 38
                                    

Tzuyu POV

Aku mengerjapkan mata karena cahaya matahari mengusik tidurku. Sudah siang kah? Ku raba nakas di sebelah ranjang untuk meraih ponsel. Ah, baru jam tujuh. Ini sih masih pagi. Liburan begini aku biasa bangun jam dua belas siang.

Aku langsung berdiri, membuka tirai jendela dan mengecek keadaannya. Hm tidak ada apa-apa. Bagaimana bisa semalam ada yang mengetuk jendela ini, padahal kamarku ada di lantai dua? Ah bisa gila aku kalau mengingatnya. Untung sekarang sudah pagi.

Kubuka jendela itu juga dan menghirup dalam-dalam udara segar yang jauh berbeda dengan udara di Jakarta Selatan. Yah setidaknya dihukum untuk liburan ke sini tidak terlalu buruk juga.

Aku segera mencuci muka, menyikat gigi lalu turun ke bawah. Di dapur sudah ada eyang yang duduk dan menemani bude Ratih memasak. Eyang menyadari kehadiranku dan langsung menyapa.

"Selamat pagi..."

"Pagi" jawabku singkat. Aku ikut duduk di hadapan eyang. Sambil berpikir apa yang harus kulakukan hari ini.

Ngomong-ngomong dimana Jihyo? Apa dia belum bangun?

"Kamu nggak mau nyusul Jihyo?" Tanya eyang, seperti paham bahwa aku daritadi bertanya-tanya tentang Jihyo dipikiranku sendiri.

"Nyusul kemana eyang?"

"Main sepeda ke daerah selatan, dia selalu begitu setiap pagi" terang eyang. Aku langsung berlari ke kamar dan mengambil jaket. Setelah itu berlari keluar rumah sambil berteriak.

"Aku pergi dulu eyang!"

"Pelan-pelan nanti jatuh nduk!" Eyang balas berteriak. Bisa-bisanya ia khawatir dengan cucunya yang juara satu lari sprint di O2SN ini. Huh.

Aku melangkah ke arah selatan. Terus melangkah sambil menikmati pemandangan yang ternyata tak buruk juga. Sawah, kerbau, orang menanam padi, orang mau ke pasar atau pulang dari pasar, semuanya tampak menarik jika diperhatikan. Ini aneh. Padahal kemarin aku sama sekali tidak tertarik. Kok bisa ya pemikiranku berubah dalam sehari?

Sepertinya aku terlalu jauh berjalan hingga aku hampir memasuki kebun yang pohonnya banyak dan lebat. Ah ini bukan kebun, ini hutan. Pohonnya tinggi-tinggi sekali. Sial suasana sepi membuat hutan ini terlihat sangat mencekam bahkan hanya dilihat dari luar. Apa-apaan aku merinding begini? Kenapa aku penakut sekali sih?

"Tzuyu!" Panggil seseorang, aku langsung menoleh karena terkejut.

"Jihyo lo bikin gue jantungan tau nggak!"

"Eh maaf" ucapnya sambil menstandarkan sepedanya "Kamu ngapain ke sini?" Tanya Jihyo

"Nyusul elo"

"Nyusul saya?"

"Iya, eyang tadi yang ngasih tau lo main sepeda, gue bosen jadi ya nyusul lo aja"

Jihyo mengangguk-angguk "Oh gitu"

"Tapi Tzuyu mendingan kita jangan di sini deh, balik lagi aja yuk!" Ajak Jihyo, aku mengangguk setuju. Memang sangat mengerikan di sini. Jihyo melepas standar sepedanya lalu menuntun sepeda itu. Aku berjalan di sebelah Jihyo.

"Kok nggak dinaikin?"

"Masa saya naik sepeda kamu jalan" ucap Jihyo

"Nggak papa, gue jago lari kok"

"Jangan, saya nggak enak" aku hanya mengangguk saja. Kami berjalan dalam diam. Ia tampak menikmati pemandangan sekitar. Sedangkan aku menikmati pemandangan di sampingku. Eh apa-apaan? Kok jadi gini? Nggak.

"Eum Tzuyu...." Panggil Jihyo

"Hm?"

"Kamu jangan ke sana-sana lagi ya!" Alisku naik sebelah. Ke sana? Kemana? Aku bingung.

My Dearest Cousin (Jitzu)Where stories live. Discover now