So

1.2K 213 144
                                    

"Tzuyu" suara itu membuat sang empunya nama mendongak, menatap orang di depannya yang sangat familiar di kehidupannya. Hanya dengan melihat orang itu dari jarak 10 meter, ia bisa merasakan dadanya bergetar hebat. Rasa itu masih ada. Benar-benar belum hilang barang sedikitpun.

"Ji-jihyo?" Ia tergagap. Bukan tipikal Tzuyu sekali. Tapi siapa pun jika menjadi Tzuyu pasti akan melakukan hal yang sama. Atau bahkan lebih parah dari Tzuyu ini.

Setengah hari berjalan-jalan sendirian melewati banyak kenangan yang tersimpan rapat selama empat tahun, namun siangnya malah bertemu si pembuat kenangan. Benar-benar hari yang mengejutkan untuk Tzuyu.

Jihyo tersenyum. Tersenyum ramah hingga membuat matanya ikut tersenyum. Senyum yang dirindukan siapapun yang tidak melihat Jihyo apalagi mantannya yang sudah tidak melihatnya selama empat tahun.

Tzuyu balas tersenyum, memalsukan seluruh luka yang sebenarnya sudah tersayat kembali sejak ia menginjakkan kaki di kota ini. Menunjukkan kepada dunia lesung pipi indahnya dan juga betapa dirinya baik-baik saja. Tidak. Tidak baik maksudnya.

"Kamu pulang?" Tanya Jihyo retorik. Tentu saja ia pulang buktinya ia berdiri di hadapannya ini. Akan tetapi Tzuyu tetap bersikap sopan dan menjawab dengan ramah.

"Iya, aku pulang!"

Hening. Tidak ada yang berusaha bicara pun juga bergerak dari tempat. Jarak 10 meter itu masih menjadi penghalang yang benar-benar jauh, seolah lebih jauh dari Berlin-Yogyakarta.

"Hey sorry lama!" Suara seorang laki-laki menginterupsi keheningan. Laki-laki tinggi yang kini berjalan mendekat ke arah Jihyo dan mengacak lembut poni gadis bermata bulat itu. "Yuk pulang!"

Jihyo terdiam kala jemari tangan laki-laki itu menuntun lengannya untuk lanjut berjalan. Merasa aneh, sang laki-laki bertanya "Kenapa babe?" Jihyo masih terdiam. Mencoba mengatur napasnya dan menenangkan diri sendiri.

"Sebentar, ada sepupu aku" ucap Jihyo. Sang lelaki celingukan, mencari dimana keberadaan orang yang Jihyo maksud. Merasa dicari Tzuyu memberanikan diri untuk mendekat ke arah keduanya, memasang senyum semanis mungkin dan mulai menyapa dengan ramah.

"Hai kak!" Sapa Tzuyu. Entah angin apa juga yang lewat hingga terlintas panggilan kak di benak Tzuyu. Jihyo balas tersenyum, mengikuti alur permainan yang Tzuyu buat.

"Oh hai Tzu! Apa kabar?"

"Ehm baik hehe" getir. Terdengar getir walau samar.

"Eh, Niel, ini Tzuyu sepupu aku yang kuliah di Jerman!" Daniel tersenyum ramah.

"Oh hai, Tzu! Nice to meet you! Udah lama atau baru nyampe nih?"

"Baru aja nyampe kak. Sorry nggak ngabarin dulu ya kak Jihyo, handphone aku mati jadi mendadak langsung ke sini deh" Tzuyu menertawakan diri sendiri di dalam hati. Mengabari? Bahkan mereka terakhir berkirim kabar empat tahun yang lalu. Lucu sekali skenario yang ia buat.

"Ah iya nggak papa. Terus ini mau kemana kamu?" Tanya Daniel, membuat Tzuyu harus memutar otak dua kali lebih keras untuk mendapatkan jawaban. "Kita mau makan siang nih, mau ikut bareng?" Tidak. Bukan itu yang Tzuyu inginkan.

"Eum... Sebenernya tadi Om Jinyoung telpon aku bilangnya suruh jemput Kak Jihyo, soalnya ada urusan yang harus diselesaiin"

Bohong. Tentu saja Tzuyu berbohong. Mana pernah ia ditelpon Papa Jihyo tersebut. Jihyo pun tampak bingung mendengarnya.

"Urusan apa yang belum selesai ya, babe?" Tanya Daniel pada calon istrinya. Jihyo gelagapan. Ia mendadak berpikir kritis. "Gaun, cathering, souvenir, udah semua kan?"

My Dearest Cousin (Jitzu)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum