🥀1. Kencan🥀

1.1K 124 59
                                    

Caecilia Sagita tersentak kesadarannya pagi itu karena suara alarm yang berkumandang. Saat kelopak mata membuka, seketika otak Ceci meraup pemahaman bahwa hari ini tanggal 20 September. Itu artinya tujuh hari hari menjelang peringatan hari jadiannya dengan Josua Sadewa.

Masih berbaring, Ceci segera mematikan beker Doraemon begitu gaungnya terdengar. Senyuman merekah di wajah tirus berbibir tipis itu mendapati hari baru yang menjelang. Cuitan burung peliharaan sang papa di teras belakang rumah, ikut menyuarakan suara hati Ceci yang berbunga. Diliriknya kalender meja yang sudah dihias dengan meriah pada angka 20 yang berwarna merah.

Hari ini adalah hari kencannya dengan Josua. Hari spesial selain hari anniversary mereka. Ceci selalu menunggu saat ia akan bertemu dengan Josua. Setiap kali mereka berpisah usai berkencan, saat itu juga Ceci akan menghitung hari, menantikan kencan berikutnya.

Menjadi pacar dokter residen tidaklah mudah. Ceci tidak bisa bermanja layaknya para gadis yang selalu ditemani oleh kekasihnya sepanjang waktu. Tuntutan tanggung jawab Josua sebagai seorang residen yang menuntut ilmu demi masa depan, mengharuskan Ceci memaklumi Josua. Termasuk keterlambatan sang kekasih, karena sering melakukan tugas yang diberikan oleh senior.

Namun, ada satu hal yang mengusik Ceci. Sudah lima tahun ia menjalani hubungan dengan Josua, tapi tak ada tanda-tanda peningkatan hubungan mereka. Mengingat hal itu Ceci hanya bisa mendesah ... pasrah.

Saat sarapan pagi keluarga Arya Bramantara berkumpul bersama mengelilingi meja makan. Sup, daging empal, tahu goreng serta sambal yang dimasak Ratna dan Ceci menjadi menu favorit keluarga itu. Seperti biasa akan ada percakapan yang mengisi acara makan mereka. Termasuk topik hubungan Ceci dan Josua yang setiap dua hari sekali diangkat oleh Arya atau Ratna.

"Kamu hari ini kencan dengan Bang Jo, Ce?" tanya Arya, sang papa saat sarapan pagi.

"Iya, Pa. Nanti kok kencannya. Siang," jawab Ceci sambil melahap makanannya.

Arya berdeham setelah menyudahi makan. Ia meneguk air minum untuk menggelontorkan sisa makanan di mulut, sebelum menginterograsi putri semata wayangnya. "Ce, hubunganmu sama Josua gimana? Papa lihat akhir-akhir ini, kamu malah sering jalan bareng sama Bara?"

Ceci berdecak, melirik papanya yang menatap intens. Ia tahu arah pembicaraan Arya. Namun, jawaban apa yang tepat untuk disampaikan? Baik-baik saja? Atau Ceci harus mengeluh karena Josua tak kunjung melamar sementara usianya sudah beranjak dua puluh tujuh tahun?

"Baik-baik aja, Pa. Memang kenapa?" jawab Ceci santai. Ia tahu sang papa, pendukung Bara sejati. Sedang mamanya lebih menyukai menantu seorang dokter. Menurut Ceci, itu jawaban yang terbaik atas pertanyaan Arya.

"Maksud Papa-"

"Papa pengen tahu kapan Josua melamar kamu? Kalian sudah lama berpacaran. Apa nggak sebaiknya cepat saja diresmikan?" sahut Ratna, mama Ceci, memotong ucapan suaminya.

Ceci hanya menekuri piring yang masih sisa beberapa suapan nasi. Nafsu makannya sontak menguap, setiap kali ada pembicaraan tentang lamaran. Gadis itu mendengkus halus. Ceci bisa apa kalau Josua tidak segera melamar? Masa iya, dia akan menyuruh Josua melamar. Mau ditaruh mana mukanya?

Tidak! Di mana harga dirimu, kalau kamu minta dilamar, Ce! Kamu tidak ingat bagaimana jadian absurd kalian yang tak boleh diketahui orang lain, selain kamu, Josua dan Tuhan! Ceci merutuk dalam hati.

Bila otaknya memutar kembali kejadian lima tahun lalu saat Josua 'menembak'-nya, rasanya Ceci ingin tertelan oleh bumi. Masih basah di ingatan Ceci tentang keabsurdan dokter muda yang hampir lulus itu mendatangi Ceci, untuk memintanya menjadi kekasih.

***

Ceci ingat, sore itu langit cerah, tapi tak terlalu terik karena matahari sudah agak condong ke barat. Suasana di gedung UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa tidak terlalu ramai karena kebanyakan para mahasiswa sudah pulang. Waktu di jam pergelangan tangan Ceci sudah menunjukkan pukul 15.30.

Mozaik (Repost)-COMPLETEWhere stories live. Discover now