🥀9. Hati yang Remuk Redam🥀

521 89 35
                                    

Walau menerima penolakan Arya, Josua kukuh berdiri di tempatnya. Ia membalas tatapan tajam Arya. Walau hak pasien boleh memilih dokter tetapi Josua tidak mengindahkan protes papa Ceci.

"Saya yang diminta untuk memeriksa pasien," ungkap Josua tegas memberi batas bahwa ia di situ sebagai dokter residen yang diutus profesornya alih-alih kekasih Ceci.

"Cari dokter lain!" 

Josua tak mengacuhkan permintaan Arya. Ia tetap mendekati brankar di mana Ceci berbaring.

"Josua Sadewa! Kamu nggak akan tahan melihat apa yang terjadi pada Ceci!" seru Arya membuat langkah Josua berhenti. 

Nori tersentak mendengar keluarga pasien menyebut nama dokter residennya secara langsung.

Rahang Josua merapat dengan tangan mengepal kencang. Ia menoleh, memandang Arya. "Saya di sini adalah dokter residen, Pak Arya. Saya ditugaskan untuk memeriksa kondisi pasien," ujar Josua dengan nada yang dibuat setenang mungkin walau batinnya bergemuruh. "Ayo, Bu Nori."

Josua mendekat, sementara Nori menarik tirai plastik menyekat brankar pasien dengan area sekitarnya. Lelaki itu memandang kekasihnya yang pucat, seperti raga yang sudah tidak bernyawa. Dengan tangan bergetar, Josua menyibak selimut Ceci yang ternyata menguak tubuh polos yang bahkan selama ini tidak pernah Josua lihat. 

Mata Josua terpejam sesaat. Jakunnya naik turun menelan kepedihan. Kulit putih area dada Ceci penuh dengan lebam keunguan. Memar di tubuh sang kekasih berasal dari kiss mark sang pelaku. Di sisi lain terdapat memar tak beraturan yang diduga adalah trauma benda tumpul.

Masih berusaha menguasai emosi, Josua mengambil berkas rekam medis. Ia membaca satu persatu detail lembar dari IGD, mencocokkan dengan keadaan Ceci sekarang. 

"Dok, mau apa?" bisik Nori saat ia akan mengeluarkan gawai. Perawat itu menggelengkan kepala tanda tak setuju dengan apa yang akan dilakukan Josua. "Sebaiknya izin keluarga."

"Saya calon suaminya!" tandas Josua dengan wajah memerah. Nalarnya sudah tidak bisa bekerja memisahkan posisinya. 

Josua menunduk, berbisik pada Nori. Mata wanita itu membulat lebar, tapi tetap saja tak menolak instruksi Josua. Ia pun segera keluar dari bilik berbatas tirai plastik.

Josua menguatkan hati, memasang stetoscope pada liang pendengaran untuk memeriksa tanda vital kekasihnya. Berulang kali, residen itu menelan ludah kasar seolah ingin menggelondorkan pil pahit yang tersangkut di tenggorokan. Apa yang dilihat Josua melebihi kepahitan sebuah pil. 

Josua mendengarkan gemuruh detak jantung Ceci. Jantung perempuan yang ia sayangi tapi lebih sering ia kecewakan itu berdetak 80 kali per menit. Detakan teratur dan berirama seolah tak terjadi apapun. 

Ceci masih menutup mata, serupa putri tidur yang habis tertusuk jarum alat tenun. Josua memejamkan mata, menajamkan telinga berharap mendengar rintihan suara hati Ceci. 

Tetap hanya detak lemah teratur seolah tak terjadi apa-apa yang ditangkap Josua. Setiap detak yang tertangkap pendengaran Josua, seolah mengikis batin yang sudah nyeri, 

"Bang, kamu mau melakukan pemeriksaan apa?" tanya Arya menyibak gorden pembatas.

Josua mendesah. Ia menutup kembali tubuh Ceci.

Mozaik (Repost)-COMPLETEWhere stories live. Discover now