🥀10. Kesedihan Arya🥀

454 87 40
                                    

Batin Arya teremas-remas saat mendengar suara tangis lirih dari balik pintu. Hatinya tak rela, saat Ceci menolaknya. Bagaimana bisa putri kecil yang selalu ia gendong dan menggelayut manja di lengan kokohnya, bahkan sampai saat ia dewasa, takut dengan dirinya?

Lelaki paruh baya itu bangkit. Ia membutuhkan udara segar untuk melegakan dada yang terasa sesak. Arya berjalan melewati bangsal tempat Josua sedang berkutat dengan berkas-berkas. Lelaki paruh baya itu berhenti, menatap sejenak lelaki muda yang berjuang untuk masa depannya. Melihat reaksi Josua yang dirundung rasa bersalah, Arya yakin lelaki itu sama berduka dengan dirinya.

"Dokter Josua." Panggilan Arya membuat semua orang yang ada di nurse station itu menoleh. Mendengar suara yang familiar, Josua sontak bangkit.

"Om Arya?"

"Bisa saya minta waktunya bicara dengan Dokter Josua?" tanya Arya.

Josua memandang berkeliling dan menatap seniornya meminta persetujuan. Radit hanya mengangguk saja. Mendapat ACC dari kakak tingkatnya, Josua meninggalkan nurse station, menghampiri Arya yang duduk di kursi yang ada di lorong. Posisi mereka bersandingan, tapi untuk beberapa saat mereka saling membisu.

"Bang Jo," panggil Arya.

"Iya, Om."

"Umur Ceci tak lagi muda. Pasti tidak mudah bagimu menerima Ceci yang sekarang." Josua menelan ludah.

"Saya akan menangkap orang yang membuat Ceci menderita," desis Josua.

"Jangan gegabah. Kita lihat kondisi Ceci dulu. Om tidak ingin malah semakin memperburuk kejiwaan Ceci," larang Arya. Josua hanya terdiam. Mempertimbangkan larangan Arya.

Sesaat mereka kembali mengunci bibir. Sampai akhirnya Arya kembali berbicara. "Sudah siapkah kamu menerima Ceci?"

Alis mata Josua bergetar. Ia hanya melipat bibir. Selanjutnya ia menengadahkan kepala agar air mata tak keluar saat ia menghadapi Arya.

Menerima Ceci dengan segel terbuka? Josua mendengkus. Sejujurnya Josua kecewa. Kecewa dengan dirinya yang tak mampu melindungi Ceci. Untuk apa tropi kejuaraan karate yang selama ini ia dapat, tapi ia tak mampu melindungi kekasih hatinya.

Josua hanya mengembuskan napas kasar, seraya mengusap wajah menepis gundah yang tergambar di wajah. Batinnya terasa sesak. Pikirannya penuh dan semrawut.

"Saya akan menerima Ceci. Saya bertanggung jawab atas peristiwa itu karena keterlambatan saya," jawab Josua.

Arya hanya menepuk punggung Josua. Sebelum berdiri ia berkata, "Jangan dipaksakan. Nggak baik memaksakan diri."

Josua termangu saat Arya hendak meninggalkannya. Kini giliran Josua yang kemudian memanggil Arya.

"Om!" Arya berbalik. Kedua alisnya terangkat menanti kalimat lanjutan dari Josua. "Apa Om marah pada saya?"

Arya tersenyum tipis. "Ya, sangat marah! Saking marahnya Om ingin menghajarmu karena tidak bisa menjaga putri Om. Satu kesalahan kecil Josua, berimbas pada masa depan Ceci."

Kuduk Josua meremang. Pipinya terasa panas seolah Arya benar-benar menamparnya. "Om, akan merestui kami?" tanya Josua bergetar.

Arya hanya mengangkat bahu, kemudian berbalik meninggalkan Josua yang masih duduk di kursi logam yang dingin itu.

***

Arya berjalan gontai kembali ke ruang rawat inap di mana anak perempuannya di rawat. Percakapannya dengan Josua Sadewa menyentil batinnya. Akankah ada seseorang laki-laki yang akan menerima anak perempuannya yang sudah hilang kesuciannya itu dengan ikhlas hati? Apakah Josua tidak akan mempermasalahkan apa yang terjadi hari ini di kemudian hari?

Mozaik (Repost)-COMPLETEWhere stories live. Discover now