🥀20. Secarik Kertas🥀

692 100 46
                                    

Pagi itu Josua mendatangi ruang rawat inap Ceci. Ia berjanji pada Ratna tidak akan mengejutkan Ceci. Setidaknya lelaki itu ingin menunaikan janjinya selalu ada untuk Ceci di sela kesibukannya.

Josua sengaja memetik dua bunga melati yang kebetulan mekar di halaman belakang rumah. Ia merekatkan bunga kecil itu pada selembar kertas dengan isolasi. Tak lupa ia menyemprotkan parfum hadiah dari Ceci, untuk mengingatkan gadis itu bahwa ia ada di sampingnya.

Sebelum memulai aktivitas follow up pasien, Josua sudah berdiri di samping Ceci berbaring. Gadis itu terlihat pucat saat terlelap.

Saat menaruh lembaran kertas dengan bunga melati di samping bantal Ceci, Josua berbisik, "Ce, aku sayang kamu. Cepet sembuh, ya."

Udara yang pekat mampu mengantarkan suara lelaki itu ke telinga Ratna yang terpaksa menemani mereka. Wanita itu tersenyum simpul. Ia bersyukur bahwa ada lelaki yang mencinta

Tidak bisa berlama-lama di situ, akhirnya Josua pamit. Sebelum ke luar, ia memberikan selembar amplop cokelat kepada Ratna.

"Apa ini?" Alis Ratna mengerut saat menerima barang itu.

"Hasil pemeriksaan DNA, Tante. Tante bisa simpan. Siapa tahu kasus Ceci akan dilaporkan," kata Josua lirih, tak ingin membangunkan Ceci. Ia melirik Ceci, tapi sepertinya gadis itu tak terganggu sama sekali.

Ratna mengangguk. "Baik. Nanti saya serahkan sama Om."

***

Sewaktu Josua sibuk membuat laporan kasus pagi itu, ia dipanggil oleh Radit. Josua hanya mengernyit, berpikir kesalahan apa yang ia perbuat. Mau tak mau, Josua bangkit dan meninggalkan apa yang sedang ia kerjakan.

Josua duduk di depan Radit. Senior galaknya itu sudah duduk di meja pojok nurse station. Ia tidak memakai baju seragam karena memang akan berangkat ke luar kota untuk praktik di rumah sakit yang ditunjuk.

"Ada apa, Bang?" tanya Josua langsung.

Radit berdeham. Ia menumpukan siku di atas permukaan meja sambil menautkan jari. Mata chief residen itu tertuju pada Josua.

"Jo, gue denger rumor yang beredar di paviliun ranap." Baru Radit bicara sedikit, telinga Josua sudah terasa panas. Ia sudah tahu arah pembicaraan Radit. "Ehm, tentang pasien kamar Cendana 5 itu ... pacar lu ya?"

Josua menunduk. Ia menyembunyikan wajah sendunya. Sekuat tenaga ia meraup udara agar tak terlihat terpuruk di depan seniornya.

Melihat diamnya Josua, Radit melanjutkan ucapannya. "Kebetulan gue ikut visit Prof. Heru. Gue denger dari perawat kalau lu sering jengukin pasien itu sebelum follow up. Kebetulan gue tahu dia pasiennya Binta. Akhirnya gue nanya, dan Binta bilang semua terjadi karena hukuman dari gue."

Josua masih membisu. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Jo, maaf ya. Gue jadi ngerasa nggak enak. Selama ini gue hanya melakukan aturan yang udah kita sepakati."

"Udah, Bang. Udah berlalu. Saya yang salah kok karena nggak bisa bagi waktu. Oya, titip Binta, Bang. Dia suka banget sama Abang sejak kuliah S1 dulu," kata Josua mengalihkan pembicaraan yang melankolis.

Radit tersenyum. Lelaki itu tahu dia tak cukup dekat dengan Josua untuk pembicaraan yang berkaitan dengan hati. Akhirnya ia menuliskan sesuatu di secarik kertas. Lantas menyodorkan pada Josua. "Ini alamat villa keluarga gue di Karangpandan. Ajak pacar lu dan keluarganya ke sini. Siapa tahu udara yang segar bisa bikin hati nyaman. Nanti gue akan bilang ke Jose supaya lu bisa dikasih hari libur pas hari Sabtu-Minggu."

Josua tersenyum menatap Radit yang tiba-tiba bersikap baik. Ia mengambil secarik kertas itu dan membacanya. Sebuah alamat dan nomor telepon tertera di situ. "Makasih, Bang. Nanti saya tawari orang tuanya Ceci dulu."

Mozaik (Repost)-COMPLETEKde žijí příběhy. Začni objevovat