🥀3. Papa Yang Protective🥀

488 96 32
                                    

Ceci berusaha menepis topik yang tabu dibicarakan di depan Josua. Sebagai seorang wanita, ia ingin inisiatif Josua untuk melamarnya. Mengetahui Josua yang terlihat santai, Ceci berpikir lelaki itu masih ingin fokus dengan kuliah spesialisnya.

Ceci hanya melayangkan pandangan ke arah luar jendela. Melihat keluarga muda mengendarai motor di sebelah mobil yang mereka tumpangi saat berhenti di perempatan, rasa iri menyusup hati Ceci.

Josua berdeham keras memecah sunyi. Ceci menoleh menatap mata yang dalam milik Josua. Netra beriris cokelat itu mampu membuat detak jantung Ceci semrawut. Ah, Ceci cepat sekali lumer dengan pesona Josua. Ceci hanya berharap apa yang dirasakan tidak bertepuk sebelah tangan.

"Ehm, Ce. Kamu mau hadiah apa? Biar aku siapin dulu, mumpung inget," tanya Josua membuka percakapan.

Ceci mengulum senyum. Ada percikan rasa bahagia karena Josua tiba-tiba bertanya padanya untuk kado anniversary mereka. "Aku ... ingin dilamar."

Rasanya, Ceci ingin menjilat ludah sendiri saat itu juga. Ia ingin menarik kata-kata yang sudah meluncur dari bibir. Bisa-bisanya Ceci mengucapkan kata tabu itu. Apa lagi melihat reaksi Josua, wajah Ceci sontak merah padam.

"Heh?" Josua hanya mengerjap-kerjap memandang Ceci yang merutuki bibir karena mengucapkan kalimat itu. Buru-buru Ceci mengatur air muka, dan warna suara.

"Abang pikir, aku akan bilang gitu?"

"Ah, iya, ya. Kamu bikin kaget aja. Nggak ada angin, nggak ada hujan minta dilamar."

Tawa keduanya berbaur dengan canggung. Ceci bersumpah dalam hati tidak akan melontarkan kalimat aneh dari mulutnya.

"Ce, ehm ... kamu ... ehm, soal lamaran ...."

"Ya ampun, Bang. Aku bercanda kali! Nggak usah dipikirin." Ceci menepuk keras lengan Josua, menyembunyikan situasi janggal.

Josua memberikan cengiran aneh dan mengusap lengan yang panas karena tepukan keras Ceci. Telapak tangan gadis itu sungguh berbahaya bila mendarat di tubuh dengan kekuatan penuh.

"Nanti. Pasti aku nglamar kamu kok, Ce. Tapi nggak sekarang. Aku jadi pacar aja, ngrasa nggak berguna banget. Kalau kita nikah, aku nggak pengen jadi suami yang nggak berguna. Dapat enaenanya aja, yang nggak enak aku nggak bisa nemenin."

Sontak, darah mengalir cepat seiring detak jantung Ceci yang bergemuruh. Wajah yang merona semakin merah karena ucapan Josua. Ceci melipat bibir, menatap wajah Josua yang kembali fokus mengemudikan kendaraan.

"Aku sabar kok, Bang. Tapi jangan lama-lama, keburu aku menopause."

Tawa meledak dari bibir Josua mendengar jawaban Ceci. Ia gemas sekali dengan tingkah gadis kurus langsing berambut hitam lurus itu.

"Iya, sebelum kamu menopause kita produksi banyak anak biar bisa bikin kesebelasan," kelakar laki-laki Batak-Jawa yang mampu membuat Ceci mencubit keras lengannya, karena malu.

***

Josua sangat paham sinyal yang dilempar oleh Ceci. Sebuah kata yang lugas itu meluncur dari bibir Ceci, menjadi suatu tanda bahwa gadis itu ingin mengakhiri masa lajang.

Walau mata tertuju pada layar bioskop yang menyajikan adegan romantis kesukaan Ceci, tetapi otak Josua dipenuhi oleh suara dan ekspresi Ceci.

"Aku ingin dilamar ... aku ingin dilamar ... aku ingin dilamar."

Dalam keremangan, Josua menggulirkan bola mata memindai profil gadis berhidung mancung yang sudah larut mengikuti alur film. Josua melipat bibir, menyembunyikan senyum. Gadis yang dipacari lima tahun lalu itu paling baper kalau disuguhi cerita romantis atau sedih. Ia bisa tersenyum-senyum sendiri dengan menggigit kuku disertai wajah memerah. Tak jarang Ceci juga tertawa ngakak atau bahkan menangis sesenggukan.

Mozaik (Repost)-COMPLETEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin