🥀19. Pembuktian Josua🥀

450 90 30
                                    

Tangan Bara bergetar saat mendengar kenyataan yang diucapkan Arya. Jakunnya naik turun berusaha menelan informasi itu.

"Diperkosa?" cicit Bara karena tenggorokannya terasa tercekat.

Arya hanya mengangguk. Melihat reaksi Bara, ia sudah membayangkan lelaki itu akan meninggalkan Ceci yang terpuruk.

"Si-siapa yang melakukan?" Alis Bara terangkat. Suaranya bergetar.

Arya hanya mengendikkan bahu mendengar pertanyaan aneh dari lelaki muda itu. "Kalau Om tahu, pasti laki-laki itu sudah mati di tangan Om!"

Bara hanya menganggut. Ia paham bagaimana protektifnya Arya pada sang putri. "Lantas, gimana kondisi Ceci?" tanya Bara. Wajahnya menyiratkan kecemasan.

"Dia shock. Gadis mana yang nggak terpuruk saat kehormatannya direnggut paksa oleh lelaki yang asal saja menggunakan keperkasaannya!" Arya menggeleng prihatin mengingat nasib sang putri.

"Apa udah dilaporkan, Om?" tanya Bara.

"Belum. Ceci belum mau. Yang penting sekarang, fokus pada kesembuhan Ceci." Arya menyandarkan punggung yang semakin renta itu ke sandaran kursi.

Bara menatap lelaki yang hampir purna tugas itu dengan pandangan sendu. Ia menggigit bibir, membayangkan kondisi Ceci yang ada di balik pintu itu. Lantas otaknya juga teringat pada sosok kekasih Ceci.

"Bang Jo udah tahu kondisi Ceci?" tanya Bara lagi.

Arya hanya menjawab dengan mengangguk. Namun, reaksi Arya itu justru membuat Bara semakin penasaran. "Gimana reaksinya?"

"Dia melamar. Tapi kenapa melamar saat semua sudah terjadi? Sekarang Om mikir, lamaran Josua itu seolah terpaksa karena merasa bersalah." Arya menatap nanar tembok di hadapannya. Bara selalu bisa menjadi teman bicara, alih-alih Josua yang sibuk. "Om khawatir dengan masa depan Ceci."

Suara sendu Arya membuat Bara mengerucutkan bibir. Ia menimbang sejenak sebuah ide yang tiba-tiba muncul di kepala. "Om, saya bersedia menerima Ceci apa adanya. Saya sayang sama Ceci."

Pernyataan Bara membuat Arya terkejut. Ia menatap lurus mata sahabat sang putri yang selama ini selalu ada untuk Ceci. Sedetik kemudian, Arya tersenyum. Ia menepuk perlahan pipi tirus berahang tegas itu.

"Om serahkan semua pada Ceci. Om nggak bisa memutuskan. Tapi, terima kasih kamu memikirkan Ceci sejauh itu."

Pembicaraan itu terjeda, saat Bara mendapati sosok Josua lengkap dengan snelinya melangkah mendekat. Postur yang jangkung itu menjulang dengan tatapan tajam membalas pandangan Bara yang terpaku pada pemuda Batak itu.

Arya mengikuti arah pandangan intens Bara. Mata tua Arya memicing, mendapati Josua yang kini berjalan ke arah mereka.

Josua langsung duduk begitu saja di samping Arya. Ia menyalami papa kekasihnya dengan mencium punggung tangan pria paruh baya itu.

Arya hanya mengesah melihat lelaki itu sama terpuruknya dengan sang anak gadis. Wajah Josua semakin kurus tak terawat. Binar di matanya seolah menguap.

"Om sudah mendengar dari Tante, kamu tadi pagi ke sini. Sepertinya kamu tidak bisa memaksakan diri untuk menemui Ceci," kata Arya memulai percakapan dengan Josua. "Jangan bertindak di luar sepengetahuan Om. Kalau seperti ini, Ceci yang akan lebih menderita!

Josua menggigit sudut bibirnya. Ia merasa bersalah karena membuat trauma Ceci terpicu. "Maaf, Om. Saya ... saya ...." Bola mata Josua melirik ke arah Bara yang memandangnya sengit. Joshua ingin memberitahu bahwa ia rindu pada Ceci. Tapi, lidahnya terkunci saat mendapati Bara ada di situ.

"Ini gara-gara Abang yang membiarkan Ceci nunggu sendiri di depan sekolahan. Bahkan Ceci nggak mau aku jemput karena mau nungguin Abang!" sergah Bara. Suaranya tertahan, meredam amarah yang meletup-letup.

Mozaik (Repost)-COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang