🥀7. Tragedi🥀

505 90 18
                                    

Josua masih terdiam, menanti dakwaan serta tuntutan yang akan dilontarkan Arya. Ia memang bersalah karena keterlambatannya. Namun, ia tidak bisa berkelit. Sudah terlalu banyak kesalahan sama yang ia lakukan selama lima tahun menjalin hubungan dengan Ceci. Bila sekarang ia berdalih rasanya Arya tak akan lagi percaya.

Arya pun juga masih membisu. Pandangannya masih tertuju pada lelaki muda jangkung yang berambut ombak. Semakin diperhatikan, tak dipungkiri ketampanannya tergaris pada setiap lekuk wajah Josua. Hidung mancung dengan mata tak terlalu lebar dibingkai oleh alis tebal tapi rapi. Garis rahang yang tegas menonjolkan sisi maskulin lelaki itu.

Arya mendesah kuat, mengingat betapa anaknya sangat menyayangi Josua. Hanya saja lelaki paruh baya itu, tak rela bila sang putri selalu menunggu. Walau diam, mengeluh sebentar dengan wajah memberengut, begitu Josua datang, ekspresi kesal Ceci akan tersapu tanpa jejak.

Ratna yang sedang berada di kamar, akhirnya keluar karena mendengar tamu yang datang. Ia mengernyit, melihat Josua bersama suaminya, alih-alih berkencan dengan Ceci. "Loh, Bang? Kok di sini? Mana Ceci?" Pertanyaan yang sama ditujukan oleh orang yang berbeda kepada Josua.

"Seperti biasa, Ma. Josua terlambat, dan sekarang ke sini mencari Ceci." Suara Arya terdengar dingin, membuat kuduk Josua berdiri.

Josua hanya memberikan cengiran canggung dengan perasaan bersalah. Sementara Ratna menggelengkan kepala menyadari kelakuan Josua yang belum berubah. Wanita itu pun akhirnya ikut duduk bersama suaminya.

"Terus Ceci ke mana?" tanya Ratna sambil melihat jarum di jam dinding yang menunjukkan pukul 20.30.

"Saya nggak bisa menghubungi, Tante. Makanya saya ke sini," kata Josua lirih. Tangannya masih saja sibuk menggosok telapak seolah ingin menyingkirkan rasa cemas.

"Bang, Tante itu tahu kamu laki-laki yang baik. Cuma molormu itu loh yang nggak nguatin!" tandas Ratna membuat batin Josua berdesir. Kesalahannya kali ini terjadi tanpa bisa dikendalikan. Bukan ketiduran, tapi terkena hukuman. Hukuman pun karena Josua nekad membeli cincin untuk kejutan lamaran hari ini.

"Saya ... saya mendapat hukuman karena ... karena membeli cincin untuk melamar Ceci." Josua menunjukkan cincin yang melingkar di jari kelingking dan jari manisnya. Cincin itu sengaja ia pakai agar tidak tertinggal atau hilang karena ia membeli dengan penuh perjuangan memakai uang hasil keringatnya saat bekerja di sebuah klinik selama dua tahun lebih.

Arya mendengkus saat matanya menangkap benda yang berkilau di jari Josua. Entah kenapa ia tidak rela memasrahkan putri semata wayangnya pada Josua, walau secara finansial dan akademik, lelaki itu memang menonjol.

Tak ada tanggapan dari Ratna dan Arya sesudah pengakuan Josua. Suasana yang senyap semakin beku oleh embusan angin malam dari luar rumah melalui pintu depan yang terbuka.

"Josua, bukan Om memandang remeh usahamu. Tapi, sebagai seorang ayah, Om tak rela anak Om selalu menunggu. Ini saja kalian masih pacaran. Bagaimana kalau menikah? Ceci akan menderita. Walau sifatnya ceria, ia lebih suka memendam semua sendiri," kata Arya menyampaikan keresahannya.

"Om, saya janji—"

"Sudah berapa kali kamu janji pada Ceci?" tanya Arya datar dengan kewibawaan yang membuat Josua hanya bisa menekuri lantai. "Ceci sangat bersemangat bila hendak berkencan denganmu. Ia selalu ingin memberi yang terbaik untukmu. Tapi kamu selalu membuatnya menunggu."

Dada Josua sontak terasa nyeri seperti ditumbuk palu bertubi-tubi saat mendengar ucapan Arya. Ia tidak bisa membela diri. Ternyata Arya mengamatinya selama lima tahun ini. Kebiasaan buruk tidak tepat waktu saat berkencan sehingga membuat Ceci menunggu, memang sering terjadi. Dan, sekarang Josua menyadari bahwa kebiasaan ini sudah membuat orang tua kekasihnya meradang.

Mozaik (Repost)-COMPLETEWhere stories live. Discover now